The Black Phone adalah film thriller supernatural arahan sineas spesialis horor Scott Derrickson yang juga dulu mengarahkan film superhero sukses, Doctor Strange (2016). Setelah mundur dari proyek sekuel Doctor Strange lantaran beda visi, Scott langsung mengalihkan ke proyek ini. Scott juga menjadi produser bersama kolaborator lamanya, produser horor kawakan, Jason Blum. Film ini dibintangi oleh aktor kawakan Ethan Hawke, serta dua bintang cilik berbakat Mason Thames dan Medeleine McGraw. Naskah filmnya sendiri diadaptasi dari cerita pendek berjudul sama karya Joe Hill.
Berlatar tahun 1978, satu kota di pinggiran Denver, AS, dihantui oleh penculik anak-anak yang dinamakan The Grabber (Hawke). Finney (Thames) adalah siswa pintar yang seringkali di-bully oleh rekan-rekannya. Sementara sang adik, Gwen (McGraw) adalah remaja cilik yang memiliki kemampuan khusus, yang mampu melihat realita melalui mimpinya. Kisah mulai berjalan menarik ketika Finney diculik oleh The Grabber dan disekap dalam ruang bawah tanah kedap suara. Sebuah telpon hitam yang ada di sana selalu berdering untuk membantu Finney untuk lolos, yang ternyata para penelponnya adalah anak-anak (roh) yang menjadi korban The Grabber.
Naskahnya adalah satu kombinasi yang unik dan segar antara sisi kriminal dan supernatural. Kita seringkali melihat sang tokoh yang dibantu roh untuk menyelesaikan satu kasus pembunuhan, namun The Black Phone sama sekali berbeda. Para roh kini justru membantunya untuk bisa melarikan diri dari sekapan sang penculik. Beberapa twist cerita, juga sedikit mengejutkan di segmen akhir. Pula selipan kemampuan supernatural yang dimiliki Gwen, ini menjadi gimmick tersendiri, walau ini bukan menjadi masalah pokok. Sisi horor juga kadang diselipkan sekalipun hanya menjadi bumbu. Poin besarnya adalah komunikasi unik antara Finney dengan para korbannya.
Satu aspek di luar naskah yang amat mendukung adalah penampilan dua bintang cilik, Thames dan McGraw yang begitu memikat. Mereka berdua tampil natural, khususnya McGraw yang mencuri perhatian dengan penampilan ekspresifnya sebagai gadis indigo. Aktingnya banyak mengingatkan pada Emma Watson cilik yang tampil enerjik di seri awal Harry Potter. Beragam ekspresi dengan mudahnya dimainkan oleh bintang cilik ini layaknya aktor senior. Secara umum, kasting para pemain remaja dalam film ini tidak ada yang meleset, seluruhnya bermain prima.
The Black Phone adalah kombinasi sisi kriminal, thriller, horor, dan supernatural unik yang segar untuk genrenya. Satu lagi pembuktian bagi sang produser kawakan, Jason Blum, yang masih mampu memproduksi karya-karya “murah” dan berkualitas. The Black Phone menjadi pembuktian pula untuk genrenya, bahwa eksplorasi perpaduan genre masih bisa dilakukan dengan cara berkelas. Untuk sang sineas sendiri, entah, apakah proyek kecil ini sepadan setelah meninggalkan proyek raksasa Doctor Strange 2? Hanya waktu yang bisa menjawab. Faktanya, tanpa sang sineas, film tersebut sukses luar biasa melebihi seri pendahulunya.