The Black Phone (2021)
103 min|Horror, Mystery, Thriller|24 Jun 2022
6.9Rating: 6.9 / 10 from 208,624 usersMetascore: 65
After being abducted and locked in a basement, a boy starts receiving calls on a disconnected phone from the killer's previous victims.

The Black Phone adalah film thriller supernatural arahan sineas spesialis horor Scott Derrickson yang juga dulu mengarahkan film superhero sukses, Doctor Strange (2016). Setelah mundur dari proyek sekuel Doctor Strange lantaran beda visi, Scott langsung mengalihkan ke proyek ini. Scott juga menjadi produser bersama kolaborator lamanya, produser horor kawakan, Jason Blum. Film ini dibintangi oleh aktor kawakan Ethan Hawke, serta dua bintang cilik berbakat Mason Thames dan Medeleine McGraw. Naskah filmnya sendiri diadaptasi dari cerita pendek berjudul sama karya Joe Hill.

Berlatar tahun 1978, satu kota di pinggiran Denver, AS, dihantui oleh penculik anak-anak yang dinamakan The Grabber (Hawke). Finney (Thames) adalah siswa pintar yang seringkali di-bully oleh rekan-rekannya. Sementara sang adik, Gwen (McGraw) adalah remaja cilik yang memiliki kemampuan khusus, yang mampu melihat realita melalui mimpinya. Kisah mulai berjalan menarik ketika Finney diculik oleh The Grabber dan disekap dalam ruang bawah tanah kedap suara. Sebuah telpon hitam yang ada di sana selalu berdering untuk membantu Finney untuk lolos, yang ternyata para penelponnya adalah anak-anak (roh) yang menjadi korban The Grabber.

Naskahnya adalah satu kombinasi yang unik dan segar antara sisi kriminal dan supernatural. Kita seringkali melihat sang tokoh yang dibantu roh untuk menyelesaikan satu kasus pembunuhan, namun The Black Phone sama sekali berbeda. Para roh kini justru membantunya untuk bisa melarikan diri dari sekapan sang penculik. Beberapa twist cerita, juga sedikit mengejutkan di segmen akhir. Pula selipan kemampuan supernatural yang dimiliki Gwen, ini menjadi gimmick tersendiri, walau ini bukan menjadi masalah pokok. Sisi horor juga kadang diselipkan sekalipun hanya menjadi bumbu. Poin besarnya adalah komunikasi unik antara Finney dengan para korbannya.

Baca Juga  Hunter Hunter

Satu aspek di luar naskah yang amat mendukung adalah penampilan dua bintang cilik, Thames dan McGraw yang begitu memikat. Mereka berdua tampil natural, khususnya McGraw yang mencuri perhatian dengan penampilan ekspresifnya sebagai gadis indigo. Aktingnya banyak mengingatkan pada Emma Watson cilik yang tampil enerjik di seri awal Harry Potter. Beragam ekspresi dengan mudahnya dimainkan oleh bintang cilik ini layaknya aktor senior. Secara umum, kasting para pemain remaja dalam film ini tidak ada yang meleset, seluruhnya bermain prima.

The Black Phone adalah kombinasi sisi kriminal, thriller, horor, dan supernatural unik yang segar untuk genrenya. Satu lagi pembuktian bagi sang produser kawakan, Jason Blum, yang masih mampu memproduksi karya-karya “murah” dan berkualitas. The Black Phone menjadi pembuktian pula untuk genrenya, bahwa eksplorasi perpaduan genre masih bisa dilakukan dengan cara berkelas. Untuk sang sineas sendiri, entah, apakah proyek kecil ini sepadan setelah meninggalkan proyek raksasa Doctor Strange 2? Hanya waktu yang bisa menjawab. Faktanya, tanpa sang sineas, film tersebut sukses luar biasa melebihi seri pendahulunya.

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
80 %
Artikel SebelumnyaThor: Love and Thunder
Artikel BerikutnyaMan vs. Bee
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.