The Falcon and the Winter Soldier (2021)
50 min|Action, Adventure, Drama|19 Mar 2021
7.1Rating: 7.1 / 10 from 258,468 usersMetascore: N/A
Following the events of 'Avengers: Endgame,' Sam Wilson/Falcon and Bucky Barnes/Winter Soldier team up in a global adventure that tests their abilities -- and their patience.

Rupa-rupanya Marvel Cinematic Universe (MCU), kini benar-benar di atas angin dengan format miniseri. Sukses puluhan filmnya yang dipungkasi Endgame, rupanya mampu membuat Marvel Studios mengembangkan kisahnya lebih jauh tanpa harus terjebak dalam format rilis bioskopnya. Untuk memberi ruang bagi karakter-karakter baru (rilis teater), miniseri merupakan cara sempurna untuk memperdalam sosok-sosok besar lawas MCU lainnya yang sudah kita kenal baik dalam serinya.

WandaVision adalah satu contoh sempurna untuk mengenalkan latar sosok Wanda Maximoff lebih dalam, sekaligus menjadi landasan bagi tokoh ini untuk bisa berperan lebih besar dalam film bioskopnya kelak (Doctor Strange in the Multiverse of Madness). Falcon kurang lebih memiliki pencapaian yang tidak jauh berbeda. Pondasi kisah yang kuat adalah kunci keberhasilan plot film-film MCU sehingga mau mengarah kemana pun, hasilnya akan tetap sama baiknya.

The Falcon and the Winter Soldier merupakan film miniseri yang bertotal 6 episode. Miniseri ini digarap oleh sineas Kanada, Kari Scogland dengan masih dibawah pengawasan produser MCU, Kevin Feige. Film ini masih dibintangi beberapa pemain regulernya, yakni Sebastian Stan, Anthony Mackie, Emily VanCamp, Daniel Bruhl, Don Cheadle, serta nama-nama baru Wyatt Russel, Erin Kellyman, hingga Julia Dreyfuss.

Dikisahkan selepas kejadian Endgame, Sam Wilson alias Falcon masih bekerja membantu militer untuk mengatasi aksi terorisme di berbagai belahan bumi. Sementara sang rekan, Bucky Barnes menyayangkan sikap Sam yang menyerahkan perisai Captain Amerika pada negara. Padahal Steve Rodgers sendiri yang memberikan perisai ini padanya. Dalam perkembangan, pemerintah AS memilih perwira John Walker sebagai pengganti Steve Rodgers sebagai sosok baru sang kapten. Di lain tempat, satu kelompok anarkis, Flag Smasher yang dipimpin oleh Karli Morgenthau memperjuangkan hak orang-orang yang terpinggirkan setelah peristiwa The Blip (Bruce Banner mengembalikan orang-orang yang dilenyapkan kembali oleh jentikan jari Thanos (Infinity War) lima tahun sebelumnya). Empat sosok ini saling bersinggungan sepanjang kisahnya.

Baca Juga  Fear the Night

Bukan hal yang mudah untuk memahami plot miniseri ini jika tidak memahami film-film MCU sebelumnya. Bagi yang sudah pun dan bukan fans fanatik Marvel, banyak faktor seolah melepas rangkaian kisah sebelumnya dikarenakan banyak hal baru yang muncul pada seri ini yang tidak terdapat pada film MCU sebelumnya, seperti misalnya Madripoor. Sosok Sam yang awam soal dunia bawah tanah ini menjadi mediator bagi penonton. Ternyata sosok Bucky dan Zemo terlibat dalam dunia hitam jauh lebih lama dari yang kita pikir. Dalam miniseri ini, selintas kita bisa tahu apa yang dilakukan Bucky selama di Wakanda, setelah kejadian di Civil War.

Inti poin kisahnya sebenarnya ada pada sosok Sam. Ibarat kisah miniseri ini adalah origin story dari sosok Captain America yang baru. Sebuah tes bagi karakter Sam Wilsom untuk bisa lebih bijak dan dewasa menyikapi sebuah amanah dari sahabatnya. Dalam satu sisi, film ini memang berhasil mencapai tujuan ini, namun banyak hal tidak seperti yang diharapkan. Satu proses panjang menuju klimaks telah tersaji dengan apik, sayangnya klimaksnya justru terasa antiklimaks. Kurang greget. Sebelum episode puncak, jalinan intensitas kisah antara Sam, Bucky, John Walker, dan Karli semakin lama makin meningkat. Episode Lima rasanya adalah episode yang terbaik di antara semuanya, di mana sosok-sosok ini memunculkan sisi manusiawinya dan kita bisa berempati lebih dalam pada mereka. Sosok Sharon Carter justru terasa hanya sebagai tempelan pada miniseri ini.

The Falcon and the Winter Soldier merupakan pendalaman dari dua sosok besar MCU dengan plot kompleks yang merupakan kompromi antara kontinuitas kisah sebelumnya dengan pengembangan baru ke depannya. Bersama WandaVision, Falcon merupakan perpanjangan kisah MCU dengan pendekatan yang berbeda. Banyak hal tidak tampak dipaksakan untuk sekadar hanya sebagai mengisi slot acara TV. Dua miniseri ini lebih dari ini. Para kreator miniseri ini juga tidak menurunkan kualitas visual (CGI) dengan level masih seperti film-film bioskopnya. Saya masih menanti kejutan dari miniseri berikutnya. Wanda menawarkan pendekatan estetik dan tribute yang memukau, sementara Falcon menawarkan pendalaman karakter dan kompleksitas kisahnya, lantas apalagi yang mau ditawarkan (Loki)?

 

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
75 %
Artikel SebelumnyaStowaway
Artikel BerikutnyaWrath of Man
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

3 TANGGAPAN

  1. Tim Montase sering sering review mini series gini dong 😁. Soalnya emang lagi naik daun banget format ini, dan lumayan banyak yang bagus kualitasnya walaupun gak populer. Aku kasih saran Mas Himawan buat ngereview Mare of Easttown (2021), aku penasaran opini Mas Himawan. 😀👍

    • Editor kami belum lama ini juga menulis ulasan seri Queen of Gambit, bisa disimak. Permintaan akan saya forward ke penulis bersangkutan. terima kasih sekali atas responnya.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.