The Falcon and the Winter Soldier (2021)
50 min|Action, Adventure, Drama|19 Mar 2021
7.1Rating: 7.1 / 10 from 250,472 usersMetascore: N/A
Following the events of 'Avengers: Endgame,' Sam Wilson/Falcon and Bucky Barnes/Winter Soldier team up in a global adventure that tests their abilities -- and their patience.

Rupa-rupanya Marvel Cinematic Universe (MCU), kini benar-benar di atas angin dengan format miniseri. Sukses puluhan filmnya yang dipungkasi Endgame, rupanya mampu membuat Marvel Studios mengembangkan kisahnya lebih jauh tanpa harus terjebak dalam format rilis bioskopnya. Untuk memberi ruang bagi karakter-karakter baru (rilis teater), miniseri merupakan cara sempurna untuk memperdalam sosok-sosok besar lawas MCU lainnya yang sudah kita kenal baik dalam serinya.

WandaVision adalah satu contoh sempurna untuk mengenalkan latar sosok Wanda Maximoff lebih dalam, sekaligus menjadi landasan bagi tokoh ini untuk bisa berperan lebih besar dalam film bioskopnya kelak (Doctor Strange in the Multiverse of Madness). Falcon kurang lebih memiliki pencapaian yang tidak jauh berbeda. Pondasi kisah yang kuat adalah kunci keberhasilan plot film-film MCU sehingga mau mengarah kemana pun, hasilnya akan tetap sama baiknya.

The Falcon and the Winter Soldier merupakan film miniseri yang bertotal 6 episode. Miniseri ini digarap oleh sineas Kanada, Kari Scogland dengan masih dibawah pengawasan produser MCU, Kevin Feige. Film ini masih dibintangi beberapa pemain regulernya, yakni Sebastian Stan, Anthony Mackie, Emily VanCamp, Daniel Bruhl, Don Cheadle, serta nama-nama baru Wyatt Russel, Erin Kellyman, hingga Julia Dreyfuss.

Dikisahkan selepas kejadian Endgame, Sam Wilson alias Falcon masih bekerja membantu militer untuk mengatasi aksi terorisme di berbagai belahan bumi. Sementara sang rekan, Bucky Barnes menyayangkan sikap Sam yang menyerahkan perisai Captain Amerika pada negara. Padahal Steve Rodgers sendiri yang memberikan perisai ini padanya. Dalam perkembangan, pemerintah AS memilih perwira John Walker sebagai pengganti Steve Rodgers sebagai sosok baru sang kapten. Di lain tempat, satu kelompok anarkis, Flag Smasher yang dipimpin oleh Karli Morgenthau memperjuangkan hak orang-orang yang terpinggirkan setelah peristiwa The Blip (Bruce Banner mengembalikan orang-orang yang dilenyapkan kembali oleh jentikan jari Thanos (Infinity War) lima tahun sebelumnya). Empat sosok ini saling bersinggungan sepanjang kisahnya.

Baca Juga  Don't Breath 2

Bukan hal yang mudah untuk memahami plot miniseri ini jika tidak memahami film-film MCU sebelumnya. Bagi yang sudah pun dan bukan fans fanatik Marvel, banyak faktor seolah melepas rangkaian kisah sebelumnya dikarenakan banyak hal baru yang muncul pada seri ini yang tidak terdapat pada film MCU sebelumnya, seperti misalnya Madripoor. Sosok Sam yang awam soal dunia bawah tanah ini menjadi mediator bagi penonton. Ternyata sosok Bucky dan Zemo terlibat dalam dunia hitam jauh lebih lama dari yang kita pikir. Dalam miniseri ini, selintas kita bisa tahu apa yang dilakukan Bucky selama di Wakanda, setelah kejadian di Civil War.

Inti poin kisahnya sebenarnya ada pada sosok Sam. Ibarat kisah miniseri ini adalah origin story dari sosok Captain America yang baru. Sebuah tes bagi karakter Sam Wilsom untuk bisa lebih bijak dan dewasa menyikapi sebuah amanah dari sahabatnya. Dalam satu sisi, film ini memang berhasil mencapai tujuan ini, namun banyak hal tidak seperti yang diharapkan. Satu proses panjang menuju klimaks telah tersaji dengan apik, sayangnya klimaksnya justru terasa antiklimaks. Kurang greget. Sebelum episode puncak, jalinan intensitas kisah antara Sam, Bucky, John Walker, dan Karli semakin lama makin meningkat. Episode Lima rasanya adalah episode yang terbaik di antara semuanya, di mana sosok-sosok ini memunculkan sisi manusiawinya dan kita bisa berempati lebih dalam pada mereka. Sosok Sharon Carter justru terasa hanya sebagai tempelan pada miniseri ini.

The Falcon and the Winter Soldier merupakan pendalaman dari dua sosok besar MCU dengan plot kompleks yang merupakan kompromi antara kontinuitas kisah sebelumnya dengan pengembangan baru ke depannya. Bersama WandaVision, Falcon merupakan perpanjangan kisah MCU dengan pendekatan yang berbeda. Banyak hal tidak tampak dipaksakan untuk sekadar hanya sebagai mengisi slot acara TV. Dua miniseri ini lebih dari ini. Para kreator miniseri ini juga tidak menurunkan kualitas visual (CGI) dengan level masih seperti film-film bioskopnya. Saya masih menanti kejutan dari miniseri berikutnya. Wanda menawarkan pendekatan estetik dan tribute yang memukau, sementara Falcon menawarkan pendalaman karakter dan kompleksitas kisahnya, lantas apalagi yang mau ditawarkan (Loki)?

 

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
75 %
Artikel SebelumnyaStowaway
Artikel BerikutnyaWrath of Man
His hobby has been watching films since childhood, and he studied film theory and history autodidactically after graduating from architectural studies. He started writing articles and reviewing films in 2006. Due to his experience, the author was drawn to become a teaching staff at the private Television and Film Academy in Yogyakarta, where he taught Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory from 2003 to 2019. His debut film book, "Understanding Film," was published in 2008, which divides film art into narrative and cinematic elements. The second edition of the book, "Understanding Film," was published in 2018. This book has become a favorite reference for film and communication academics throughout Indonesia. He was also involved in writing the Montase Film Bulletin Compilation Book Vol. 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Additionally, he authored the "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). Until now, he continues to write reviews of the latest films at montasefilm.com and is actively involved in all film productions at the Montase Film Community. His short films have received high appreciation at many festivals, both local and international. Recently, his writing was included in the shortlist (top 15) of Best Film Criticism at the 2022 Indonesian Film Festival. From 2022 until now, he has also been a practitioner-lecturer for the Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts in the Independent Practitioner Program.

3 TANGGAPAN

  1. Tim Montase sering sering review mini series gini dong 😁. Soalnya emang lagi naik daun banget format ini, dan lumayan banyak yang bagus kualitasnya walaupun gak populer. Aku kasih saran Mas Himawan buat ngereview Mare of Easttown (2021), aku penasaran opini Mas Himawan. 😀👍

    • Editor kami belum lama ini juga menulis ulasan seri Queen of Gambit, bisa disimak. Permintaan akan saya forward ke penulis bersangkutan. terima kasih sekali atas responnya.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.