The God Committee (2021)
98 min|Drama|21 Jun 2021
5.8Rating: 5.8 / 10 from 4,652 usersMetascore: 48
An organ transplant committee has one hour to decide which of three patients deserves a life-saving heart. Seven years later, the committee members struggle with the consequences of that fateful decision.

Dilema moral terjadi di banyak momen dalam film-film besar dari genre drama bahkan superhero hingga fiksi ilmiah. Pilihan sulit mesti diambil yang bertabrakan dengan nurani atau kepentingan banyak orang yang berujung pada konsekuensi, benar dan salah. The God Committee memberikan satu contoh sederhana dan sempurna bagaimana dilema moral bekerja di bidang medis dengan gaya penuturan berkelas. Film drama arahan Austin Stark ini dibintangi sederetan nama-nama senior, macam Kelsey Gramer, Julia Stiles, Jeneane Garofalo, Patricia R. Floyd, serta Colman Domingo.

Kisahnya sederhana. Tiga pasien sebuah rumah sakit membutuhkan transplantasi jantung dengan segera. Sementara organ jantung yang tersedia hanyalah satu. Sebuah komite kecil berpacu dengan waktu, harus memilih di antara ketiga pasien tersebut, sebelum jantung donor tersebut tidak lagi berfungsi. Tim kecil tersebut berisi dokter jantung senior dan calon penggantinya, petinggi RS, kepala perawat, psikolog, dan seorang pendeta. Bukan hal yang mudah bagi mereka ketika aspek mental dan fisik tubuh pasien, sejarah medik, hingga uang menjadi kriteria pilihan untuk mengambil keputusan.

Film ini mengingatkan banyak pada film klasik masterpiece, 12 Angry Men yang kisahnya sepanjang film hanya ber-setting di ruang juri saja di mana diskusi alot terjadi di antara mereka. The God Committee memiliki pendekatan berbeda dengan gaya penuturan non-linier yang unik. Diskusi alot dalam meeting terjadi, namun disisipi adegan-adegan yang ternyata berada di-setting waktu yang berbeda. Penonton bisa jadi akan mengira adegan tersebut berada di momen yang sama, nyatanya tidak, dan ini adalah sebuah kejutan besar. Awalnya memang membingungkan, namun berkembangnya cerita, penonton rasanya bakal memahaminya. Kedua momen tersebut secara bergantian mengisi informasi cerita satu sama lain secara efektif sejalan dengan plotnya. Naskah termasuk dialognya memang sebuah pencapaian langka.

Baca Juga  The Hobbit: An Unexpected Journey

Naskah yang istimewa didukung pula oleh permainan akting kuat para pemain seniornya. Semua pemain yang menjadi tim komite bermain di atas rata-rata. Julia Stiles (Dr. Taylor) yang menjadi sorot utama kamera bermain sangat baik menjadi partner sang senior, Dr. Boxer yang diperankan Kelsey Grammer. Tak ada komentar banyak soal penampilan mengesankan Garofalo. Bahkan sang kepala perawat (Floyd) hingga sang pendeta (Domingo) yang tak banyak muncul pun, mencuri perhatian melalui penampilan mereka. Nyaris tak ada banyak kelemahan dalam film ini dari sisi mana pun, hanya saja jika bujet lebih besar atau menggunakan para pemain bintang kelas satu, rasanya film ini bisa bersaing di ajang tertinggi. Tone visual film ini, bagi saya lebih mengarah ke televisi ketimbang layar lebar. Terlepas itu, sejauh ini The God Committee adalah salah satu film drama terbaik tahun ini.

Dengan tema dilema moral kuat, The God Committee memiliki naskah unik dan solid dengan permainan memukau para kastingnya. Film drama ini bekerja nyaris sama dengan film thriller yang menarik dan intens diikuti tiap momennya. Film dengan tema moral macam ini memang bisa memberikan banyak pelajaran dan refleksi bagi kita yang menonton. Sebuah pilihan sulit selalu ada konsekuensi. Tinggal apa atau siapa yang akan kita korbankan? Sisi manusiawi kita sebagai manusia akan selalu terusik dengan persoalan moral, mana yang benar dan salah. Hanya waktu yang bisa menjawab. The God Committee menyajikan semua ini dengan komplit.

 

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
90 %
Artikel SebelumnyaFear Street Part One: 1994
Artikel BerikutnyaThe Tides
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.