The King’s Man merupakan film prekuel dari dua seri sebelumnya Kingsman: The Secret Service (2014) serta Kingsman: The Golden Circle (2017). Film ini kembali diarahkan oleh sineas aksi kawakan Matthew Vaughn. Film ini dibintangi sederetan kasting ternama, antara lain Ralph Fiennes, Genma Arteton, Jimon Honsou, Charles Dance, Tom Holland, Rhys Ifans, serta Harris Dickinson. Dua film pendahulunya adalah film aksi spionase menghibur dengan sentuhan humor yang kuat, kali ini sang sineas membuat pendekatan sama sekali berbeda.
Ringkasnya, film ini menceritakan bagaimana organisasi rahasia Kingsman dibentuk dan apa motif yang melatarbelakanginya dengan latar belakang Perang Dunia Pertama. Seorang bangsawan bernama Duke Orlando of Oxford (Fiennes) adalah pendiri utamanya. Satu peristiwa membuat Orlando berjanji pada mendiang istrinya untuk melindungi putera mereka, Conrad, dari kejamnya perang. Beberapa tahun berselang, sang putera ternyata masih saja berniat untuk maju ke medan perang. Sang ayah menawarinya untuk berperang dalam bentuk berbeda, yakni satu aksi rahasia untuk mencegah sebuah perang terjadi. Bersama sang ayah, Conrad pun terlibat dalam satu aksi spionase yang melibatkan sosok mistik, Gregori Rasputin yang mengontrol sang kaisar Tsar di Rusia.
Berdurasi cukup panjang, film ini boleh jadi terlihat membosankan di separuh awal. Namun sebuah kejutan besar, membuat kisahnya berbalik arah. Tempo kisahnya pun mulai berjalan intens dan menarik, serta adegan aksi mulai mendominasi hingga klimaks. Tidak seperti dua film sebelumnya yang menghibur dan penuh humor, secara mengejutkan, prekuelnya adalah film drama serius yang terfokus pada hubungan ayah dan puteranya. Satu peristiwa besar menjelang babak ketiga yang mengagetkan, mengubah segalanya. Film ini ditutup secara memuaskan dengan sebuah aksi klimaks dan resolusi tentang organisasi yang menjadi titelnya. Keberanian untuk mengubah tone film, dari hiburan ringan menjadi drama serius sungguh patut diapresiasi. Sisi komedi yang kadang terlalu berlebihan adalah satu poin yang membuat dua film sebelumnya kehilangan sensasi ancaman dari antagonis.
Sementara dalam The King’s Man, sisi aksinya yang serius membuat ancaman pun terlihat serius. Sebelum klimaks, tercatat ada dua momen aksi yang sangat mengesankan. Pertama adalah duel antara sang ayah dan Rasputin, lalu kedia adalah aksi di medan perang yang melibatkan Conrad. Dengan pencapaian sisi artistik dan koreografi yang mengagumkan adegan duel unik ini disajikan secara menarik dengan selipan humor berkelas. Sementara adegan di medan perang, disajikan secara nyata melalui tata artistik yang mengagumkan. Walau tidak seekstrem dan brutal seperti dua pendahulunya (misal saja aksi pembantaian di dalam gereja), aksi-aksi kerasnya kini lebih diperhalus dan disajikan elegan.
Sebuah kejutan kecil, tidak seperti dua pendahulunya (sisi humor), The King’s Man adalah sebuah kisah prekuel serius dengan sisi drama yang kuat plus aksi-aksi mengesankan. Para kasting seniornya adalah kunci utama yang membuat sisi dramanya terlihat lebih kuat, khususnya Fiennes, serta Rhys Ifans yang mencuri perhatian melalui perannya sebagai Rasputin. Walau tidak bisa dibilang istimewa, namun usaha untuk mengubah formula dan tone filmnya adalah sebuah tantangan dan memiliki resiko besar yang jarang dilakukan banyak pembuat film. Bagi saya, film sekuelnya ini jauh lebih baik dari dua pendahulunya.