Episode #1.19 (2005)
N/A|Comedy, Drama|17 Nov 2005
Rating: Metascore: N/A
N/A

Denzel Washington, Rami Malek, dan Jared Leto bermain dalam satu film adalah satu hal yang rasanya bakal menjanjikan sebuah tontonan berkelas. The Little Things adalah film kriminal misteri arahan John Lee Hancock yang kita kenal melalui film nominator Piala Oscar, The Blind Side (2009). Hancock juga sekaligus bertindak menjadi produser sekaligus penulis naskah filmnya. Film berbujet USD 30 juta ini seperti nasib puluhan film besar lainnya adalah korban pandemi berkepanjangan yang akhirnya dirilis di platform HBO Max.

Film ini kisahnya berlatar tahun 1990 di wilayah Los Angeles. Joe Deacon (Washington) adalah seorang mantan detektif yang kini bekerja sebagai deputi polisi di wilayah Kern County. Suatu ketika, Deacon mendapat tugas untuk mengambil barang bukti di kantor polisi tempat kerja lamanya, di LA. Di sana, ia justru terseret dalam satu kasus pembunuhan misterius yang pernah ia usut beberapa tahun lalu. Deacon bekerjasama dengan detektif muda cerdas, Jim Baxter (Malek) terlibat dalam satu penyelidikan panjang yang mengarah ke arah satu orang bernama Albert Sparma (Leto). Apakah Sparma adalah orang yang mereka cari?

Di samping deretan kastingnya, sejak awal kisahnya telah mengusik para penikmat genrenya melalui penokohan sosok Deacon dan Jim Baxter. Seperti kebanyakan tipikal karakter yang diperankan Washington, Deacon dikenalkan dengan segala karismanya yang dingin dan tenang. Sebagai fans Denzel saya sangat menikmati ini walau tak lagi terasa baru. Chemistry-nya dengan sang detektif muda, tersaji begitu menjanjikan tidak hingga kita diperkenalkan sosok Sparma. Sejak momen ini, kisahnya berubah menjadi plot perburuan antara kucing dan tikus. Pertanyaannya, siapa yang kucing dan siapa yang tikus? Bukanlah ini lebih menarik? Nyatanya tidak.

Baca Juga  Siksa Kubur

Siapa sosok Sparma? Arah plot mengarahkan kita ke otak dalang pembunuhan tapi ternyata tidak semudah yang kita pikir. Pembuat film tak mungkin mengkasting aktor sekelas Leto jika tidak memiliki peran yang berarti. Sosok Sparma selalu diposisikan dalam wilayah abu-abu yang tujuannya tentu membuat kita semakin penasaran. Satu hal lain adalah komparasi dengan kisah film Se7en. Arah plotnya terlalu mirip dengan film masterpiece ini dan kita tahu pembuat film tentu tak akan sebodoh itu. Apa yang (mungkin) dimaksudkan sebagai sebuah “kejutan” semua serba antiklimaks. Naskahnya tidak mampu mengemas cerita dan menggunakan 3 sosok utamanya untuk mampu membuat sebuah klimaks yang menggigit. What a waste.

Dipenuhi deretan kasting yang menjanjikan, The Little Things dikecewakan oleh naskah yang buruk serta konsep ide kisah senada yang jauh lebih superior. Tak ada yang salah dengan Washington, Malek, terlebih Leto, mereka bermain sangat baik. Sang sineas pun juga memiliki sentuhan estetik yang menawan dalam banyak pengadeganannya. Hanya saja, ia perlu belajar lebih banyak untuk mengemas cerita lebih segar jika ingin merujuk sumber lain. Promising Young Woman berhasil melakukannya dengan gaya berkelas. Film-film Korea Selatan juga banyak yang melakukan lebih baik dari ini. Naskahnya pun masih menimbulkan banyak lubang plot yang menganga lebar tanpa kita peduli untuk menjawabnya. Hal-hal kecil yang akan membuatnya (sang pembunuh) tertangkap, kata Deacon. Kata-kata ini lebih pas ditujukan untuk sang sineas bukan untuk Jim Baxter.

Stay safe and Healthy!

 

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
40 %
Artikel SebelumnyaMalcolm & Marie
Artikel BerikutnyaNomadland
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.