The Lodge (2019)
108 min|Drama, Horror, Mystery|16 Jan 2020
6.0Rating: 6.0 / 10 from 59,950 usersMetascore: 64
A soon-to-be stepmom is snowed in with her fiancé's two children at a remote holiday village. Just as relations begin to thaw between the trio, some strange and frightening events take place.

The Lodge adalah film horor psikologis arahan dua sutradara Veronika Franz dan Severin Fiala. Film ini melakukan debut rilisnya di ajang Sundance Film Festival tahun lalu. Film ini dibintangi Riley Keough, Jaeden Martell, Lia McHugh, Richard Armitage, serta Alicia Silverstone. Film ini dirilis terbatas pada bulan Februari lalu dan mencatat sukses,sayangnya pada rilis luasnya, pandemi CoVID-19 sudah menutup semua bioskop di AS.

Dua kakak beradik, Aidan dan Mia harus menanggung beban mental yang amat berat ketika sang ibu bunuh diri karena ayah mereka mencintai perempuan lain, Grace. Waktu berselang, Aidan dan Mia masih saja menyalahkan Grace atas kematian ibu mereka. Sang ayah pun berinisiatif membawa mereka berlibur ke kabin miliknya yang jauh di wilayah perbukitan. Grace yang memiliki trauma mental rupanya masih dibayang-bayangi mimpi buruk masa lalunya. Entah hanya ilusi Grace, kekuatan gelap, atau lainnya, keanehan pun mulai terjadi di rumah kabin tersebut.

Awal kisahnya disajikan dengan kejutan besar yang bakal membuat kita merasa tak nyaman setelahnya. Shocking! Sisi misteri disajikan brilian dengan tidak menampilkan sosok Grace di babak pertama. Kita tahu, sosok ini pasti memiliki sesuatu yang tersembunyi. Pada titik balik cerita, kisahnya sangat menjanjikan tontonan menarik. Pada babak kedua, setting berpindah ke kabin. Tak disangka, rumah miniatur milik Mia ternyata adalah replika dari rumah kabin milik mereka. Ini menambah segalanya lebih menarik lagi. Saya benar-benar menanti kejutan. Dua bocah yang membenci Grace, juga latar psikologis kelam Grace, serta sesuatu yang ada di kabin, sungguh membuat semua opsi menjadi menarik. Nyatanya, saya keliru besar.

Baca Juga  Blood Red Sky

Adalah logika cerita yang membuat semua opsinya menjadi tak masuk akal. Pertama, mengapa sang ayah berani meninggalkan mereka bertiga di kabin? Meninggalkan dua bocah dan satu orang dewasa yag punya sejarah sakit mental di kabin terpencil, jelas bukan tindakan yang masuk akal. Kisahnya, bagi saya, sudah “mati” sejak titik ini. Kedua, apa yang dipikirkan sang dua bocah ketika mencoba mempermainkan Grace? Contoh saja, mengambil pil? Ini tidak lucu sama sekali dan tak masuk akal. Skenario kecil mereka, jelas terlalu intelek untuk anak seumuran mereka, terlebih mereka baru saja mengenal Grace. Semua opsi masih abu-abu hingga akhir film, dan ketika momen itu tiba, saya sudah terlalu lelah untuk berpikir dan tak peduli dengan satu karakter pun.

The Lodge adalah thriller psikologis dengan premis menarik, namun arah kisahnya yang sengaja dikaburkan dan tak masuk akal, justru menjauhkan penonton dengan para protagonisnya. Sayang sekali, padahal potensi kisahnya luar biasa, dan didukung pula penampilan bagus dari tiga tokoh utamanya. The Lodge adalah contoh bagaimana sineas mencoba mempermainkan penonton dan faktanya kita yang merasa dipermainkan. Pada akhirnya, miniatur mainan milik mia, tak berarti banyak selain mereka sendiri yang sebenarnya ada di dalamnya. Saya pikir bakal ada sesuatu yang lebih subtil.

Stay safe and Healthy!

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
60 %
Artikel SebelumnyaBraking for Whales
Artikel BerikutnyaDangerous Lies
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.