The Mauritanian (2021)
129 min|Biography, Crime, Drama|02 Mar 2021
7.5Rating: 7.5 / 10 from 66,557 usersMetascore: 53
Mohamedou Ould Slahi fights for freedom after being detained and imprisoned without charge by the U.S. Government for years.

Isu terorisme dan kebohongan publik yang dilakukan pemerintah AS pasca peristiwa 9-11 rupanya masih menjadi topik kuat yang diangkat dalam medium film melalui The Mauritanian. Dua tahun lalu, The Report (2019) secara rinci telah menyajikan kisah sejenis yang bisa jadi dua plot film ini saling bertautan karena berada di waktu yang relatif berdekatan.

The Mauritanian adalah film drama arahan Kevin Macdonald yang diambil dari buku Guantanamo Diary yang merupaan pengalaman hidup nyata sang penulis, Mohamedou Ould Salahi. Film ini dibintangi sederetan nama besar, yakni Jodie Foster, Benedict Cumberbacth, Shailene Woodley, dan Tahar Rahim. Situasi pandemi menyebabkan film berbujet USD 14 juta ini akhirnya dirilis melalui video on demand serta platform Amazon Prime Video.

Pasca peristiwa 9-11, Salahi (Rahim) ditangkap secara paksa oleh CIA dengan tuduhan adalah salah satu otak di balik peristiwa besar tersebut dan dijebloskan penjara khusus Guantanamo di Kuba. Beberapa tahun berselang, kasus Salahi kembali muncul karena pemerintah AS ingin segera menyeret para pelaku 9-11 ke kursi listrik. Pengacara senior, Nancy Hollander (Foster) akhirnya mewakili Salahi untuk mendapatkan persidangan sesuai hukum yang berlaku. Di pihak jaksa penuntut diwaklili perwira berdikasi tinggi, Stuart Couch (Cumberbacth) yang memiliki motif personal untuk segera menghukum para pelakunya. Namun dalam proses penyelidikan, entah mengapa, beberapa pihak justru mempersulit mereka untuk mendapatkan data-data lapangan yang mereka butuhkan seolah ada satu fakta besar yang sengaja ditutupi.

Baca Juga  American Underdog

Isunya jelas besar dan sensitif, namun alur plotnya yang didominasi oleh kilas balik tak mampu mengangkat tensi ketegangan yang dibutuhkan untuk membuat kisahnya lebih menarik. Sisi kilas balik memang dibutuhkan untuk memberi latar belakang kuat sosok Salahi, namun sisi urgensi plot masa kini menjadi melemah dan alur kisahnya menjadi mudah diantisipasi arahnya. Mudah diantipasi berarti pula membosankan. Subplot yang disajikan silih berganti antara Salahi, Nancy & Teri, dan Stuart juga melemahkan pula chemistry antara Salahi dan Nancy yang rasanya ingin dicapai kisahnya. Teror publik terhadap sosok Nancy dan Teri pun juga tersaji kurang menggigit. Terlalu santai dan sepi, tanpa ada sense of thread yang mampu kita rasakan. Jika mau dibandingkan, ini jauh berbeda dengan alur plot The Report yang mampu membangun tensi ketegangan dengan sangat baik.

Bukan hal baru untuk isunya, namun The Mauritanian mampu mencuri perhatian karena deretan kasting besarnya, khususnya penampilan memukau dari Tahar Rahim. Ya, isu dan kasting besarnya tidak sepadan dengan alur kisahnya yang rada flat. Walaupun begitu, penampilan kastingnya jelas jauh dari kata buruk. Foster dan Cumberbact (dengan akting Amerika kentalnya) memang bermain di level mereka walau tak terlalu menonjol. Kecuali tentunya Rahim yang bermain sangat ekspresif dan memesona memerankan sosok Salahi yang diperlakukan tak manusiawi sekian lama. Isu film ini memang penting, namun sayangnya, film ini tak mampu memberi ekspektasi lebih dari sisi cerita maupun estetik.

Stay safe and Healthy.

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
70 %
Artikel SebelumnyaRaya and the Last Dragon
Artikel BerikutnyaSentinelle
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses