The Mitchells vs the Machines (2021)
114 min|Animation, Action, Adventure|30 Apr 2021
7.6Rating: 7.6 / 10 from 122,107 usersMetascore: 81
A quirky, dysfunctional family's road trip is upended when they find themselves in the middle of the robot apocalypse and suddenly become humanity's unlikeliest last hope.

Netflix bersama Sony Columbia merilis film animasi andalan mereka, The Mitchells vs. the Machines yang tampaknya tahun depan bisa bersaing ketat dalam ajang Academy Awards. Film animasi ini digarap dan ditulis oleh Mike Rianda dengan digawangi dua produser animasi kawakan, Phil Lord dan Christopher Miller. Film ini dibintangi sederetan nama-nama tenar, antara lain Abbi Jacobson, Danny McBride, Olivia Coleman, Maya Rudolph, Eric Andre, Beck Bennet, hingga John Legend. Sudah puluhan banyaknya film animasi bertema keluarga yang memiliki pencapaian istimewa, lalu kini apa yang ditawarkan The Mitchells?

Abby yang yang hobi membuat film, sangat bersemangat melanjutkan studinya di sekolah film di California. Masalah terbesarnya adalah sang ayah, Rick, yang tidak pernah mau memahami bakat dan kemampuan putrinya. Miskomunikasi antara ayah dan anak semakin menjadi, hingga akhirnya Rick yang merasa bersalah memutuskan untuk mengantar anaknya ke California bersama istri dan Aaron, adik Katie. Di tempat lain, satu teknologi handphone berbasis AI bernama PAL dibuang oleh sang pencipta karena ia sudah membuat gantinya yang jauh lebih modern, yang berbentuk robot. PAL yang marah berniat untuk melenyapkan umat manusia dan mengantikannya dengan para robot. Satu-satunya hambatan PAL, tidak lain dan tidak bukan adalah The Mitchells.

Aneh dan unik. Ini yang menjadi komentar pertama setelah beberapa menit filmnya berjalan. Tidak hanya gaya animasinya, namun juga plot dan sosok karakternya. Ini memang yang menjadi kunci terbesar keberhasilan filmnya. Film ini begitu menghibur nyaris di semua lini. Walau tema plotnya sudah terbilang biasa, namun cara mengemas kisahnya membuat segalanya terlihat segar. Nyaris tak ada rasa bosan sepanjang filmnya karena aksi, celotehan, dan sisipan polah konyol para karakternya yang amat kekinian. Baik penonton dewasa, remaja, hingga anak-anak tak bakal sulit untuk menikmati filmnya. Penggunaan gadget dan tren media sosial banyak disinggung dalam plotnya sekaligus pro dan kontra tentang ini. Pokoknya satu tontonan keluarga yang lengkap!

Baca Juga  Sabtu Bersama Bapak

The Mitchells vs. the Machines memiliki banyak sisi yang sudah banyak hilang dari film animasi keluarga masa kini, unik, penuh warna, kekinian, menghibur, lucu, hangat, pesan kuat, serta hati. Walau kisahnya adalah tipikal tema keluarga yang tak sulit diantisipasi, namun dijamin para tokoh yang unik akan mampu mengalihkan perhatian. Gesekan antara generasi tua dan milineal memang tak akan pernah habis digali, dan rasanya menjadi problem global yang harus dicari jalan tengah. Satu adegan brilian menyajikan betapa sulitnya generasi masa kini, satu detik saja tanpa gadget di tangan mereka. The Mitchells menawarkan solusi yang jawabannya sudah ada di dekat kita. Mungkin pandemi yang kita alami sekarang, layaknya robot PAL yang marah, mampu memberi pelajaran bagi kita, apa yang sebenarnya berarti bagi hidup kita.

 

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
90 %
Artikel SebelumnyaShadow and Bone
Artikel BerikutnyaThe Conjuring: The Devil Made Me Do It
Hobinya menonton film sejak kecil dan mendalami teori dan sejarah film secara otodidak setelah lulus dari studi arsitektur. Ia mulai menulis artikel dan mengulas film sejak tahun 2006. Karena pengalamannya, penulis ditarik menjadi staf pengajar di Akademi Televisi dan Film swasta di Yogyakarta untuk mengajar Sejarah Film, Pengantar Seni Film, dan Teori Film sejak tahun 2003 hingga tahun 2019. Buku film debutnya adalah Memahami Film (2008) yang memilah seni film sebagai naratif dan sinematik. Buku edisi kedua Memahami Film terbit pada tahun 2018. Buku ini menjadi referensi favorit bagi para akademisi film dan komunikasi di seluruh Indonesia. Ia juga terlibat dalam penulisan Buku Kompilasi Buletin Film Montase Vol. 1-3 serta 30 Film Indonesia Terlaris 2012-2018. Ia juga menulis Buku Film Horor: Dari Caligari ke Hereditary (2023) serta Film Horor Indonesia: Bangkit Dari Kubur (2023). Hingga kini, ia masih menulis ulasan film-film terbaru di montasefilm.com dan terlibat dalam semua produksi film di Komunitas Film Montase. Film- film pendek arahannya banyak mendapat apresiasi tinggi di banyak festival, baik lokal maupun internasional. Baru lalu, tulisannya masuk dalam shortlist (15 besar) Kritik Film Terbaik dalam Festival Film Indonesia 2022. Sejak tahun 2022 hingga kini, ia juga menjadi pengajar praktisi untuk Mata Kuliah Kritik Film dan Teori Film di Institut Seni Indonesia Yogyakarta dalam Program Praktisi Mandiri.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.