The Willoughbys adalah film animasi garapan Kris Pearn, yang diadaptasi dari buku berjudul sama karya Lois Lowry. Sementara sebagai pengisi suaranya adalah Will Forte, Martin Short, Alessia Cara, Jane Krakowsi, Maya Rudolph, Ricky Gervais, serta Terry Crews. Mampukah film animasi yang didistribusi oleh Netflix ini bersaing dengan studio besar lainnya? Rasanya berat, namun The Willoughbys menawarkan sesuatu yang segar, sekalipun kisah dan gayanya terlalu absurd. Naratornya saja bahkan dibawakan oleh seekor kucing.
Tradisi keluarga Willoughbys yang unik dan terhormat, secara turun temurun semakin memudar dan jauh dari hangatnya sebuah keluarga. Satu contoh sempurna adalah ayah dan ibu dari Tim, protagonis kita, yang sejak bayi tak pernah mendapat kasih sayang dari mereka. Mereka hanya memikirkan diri mereka sendiri tanpa peduli pada Tim dan tiga adiknya, Jane dan si kembar Barnaby. Suatu ketika, Tim mendapat ide untuk mengusir orang tuanya dengan membuat mereka pergi berlibur. Ketika kebebasan sudah di depan mata, orang tua mereka ternyata mengirim seorang pengasuh yang amat dibenci oleh Tim.
Hanya membuat ringkasan plot di atas saja, saya sudah kelabakan. Kisahnya memang tidak semudah yang tertulis karena setiap belokan cerita, selalu tak terduga, dan sulit dinalar. Kisahnya, seolah tak memiliki konflik dan tujuan yang tegas karena setiap saat bisa berubah arah. Mau tak mau, penonton hanya bisa mengikuti alur, walau kita sendiri kadang tak bisa paham, apa yang diinginkan kisahnya. Frustasi adalah kata yang tepat. Tempo demikian cepat dengan adegan silih berganti yang tak jelas arahnya, tinggal hanya menunggu satu pencetan lembut pada tombol off remote untuk mematikan layar tv. Rasa penasaran selalu membatalkan niat tersebut. Ternyata sisi absurd ini pula yang memang menjadi poin besar filmnya.
Dengan gayanya yang absurd dan unik untuk target penonton dan genrenya, The Willoughbys pada akhirnya mampu menyampaikan pesan tentang keluarga yang menyentuh. Hidup Tim, Jane, dan si kembar Barnaby memang tak seindah yang mereka impikan. Brutal, absurd, dan segalanya di luar nalar. Apa salah mereka? Mereka cuma butuh kasih sayang dan cinta dari orang tua mereka. Kemasan kisah dan gaya visualnya, sangat efektif menggambarkan perspektif dunia dari bocah-bocah tak berdosa ini. Dunia yang kejam dan dingin tanpa kehangatan dan cinta. Namun, sedingin apapun puncak gunung akan selalu ada sinar matahari yang memancarkan kehangatan.
“We don’t need a helicopter, because we’re family!”.
Hidup memang indah dengan segala keabsurdannya.
Stay Safe and Healthy!