Tigertail (2020)
91 min|Drama|10 Apr 2020
6.6Rating: 6.6 / 10 from 3,806 usersMetascore: 65
In this multigenerational drama, a Taiwanese factory worker leaves his homeland to seek opportunity in America, where he struggles to find connection while balancing family and new-found responsibilities.

Tigertail adalah film drama arahan Alan Yang yang merupakan debut film panjangnya setelah sukses karirnya di televisi. Film produksi Netflix ini dibintangi beberapa pemain Asia Amerika, seperti Tzi Ma, Christine Ko, serta Joan Chen. Film yang berkisah tentang imigran asal Asia yang tinggal di AS memang terhitung langka. Tigertail mengemasnya melalui kisah yang sederhana dan menyentuh.

Pin-Jui telah hidup susah sejak cilik bersama neneknya hingga akhirnya dibawa ibunya ke kota pinggiran,  Huwei di Taiwan. Pin-jui menjalin asmara dengan teman gadis masa kecilnya, Yuan. Namun, impian Pin-jui adalah membawa ibunya dan Yuan ke Amerika. Ambisinya membawa Pin-jui akhirnya menikahi Zhenzhen, putri bos pemilik pabrik di tempat ia bekerja, serta mengorbankan cinta sejatinya. Setelah pindah ke AS, suka duka kehidupan mengalir hingga ia beranjak tua yang kini meratapi kekosongan hidupnya.

Kisahnya sederhana yang secara unik diselingi kilas balik dari masa ke masa. Di momen tertentu malah alurnya serasa disajikan “nonlinier”. Sekalipun berpindah ke masa kini dan masa lalu, namun penonton tetap mudah memahami timeline kisahnya. Masa kini dan silam saling mengisi secara harmonis untuk memberi informasi cerita ke penonton. Sisi editing memang menjadi kekuatan tersendiri yang mendukung naskahnya. Satu montage unik disajikan ketika Pin-jui menutup dan membuka tokonya menunjukkan keseharian hidupnya di AS yang monoton.

Baca Juga  Lady Chatterley’s Lover

Sisi sinematografi berkesan tak memiliki keistimewaan karena banyak shot-nya yang statis dan kaku. Namun, di balik ini tersimpan banyak motif dalam shot-nya. Pin-jui tua seringkali digambarkan sosoknya yang tengah sendirian dengan dipertegas frame interior setting yang seolah ia terkungkung dalam ruang tertutup. Di awal hingga menjelang akhir, Pin-jui ketika bersama sang putri, nyaris tidak ada shot mereka berada dalam satu frame, jika ada pun, jarak mereka selalu berjauhan (atau efek blur). Dalam segmen akhir, shot Pin-jui dan Angela secara mengejutkan hampir seluruhnya dalam satu frame yang jaraknya berdekatan. Film ini bisa menjadi text book untuk mempelajari bahasa visual secara sederhana.

Dengan gaya estetik sederhana dan elegan, Tigertail menyajikan kisah drama yang menyentuh tentang keluarga dan impian hidup. Tidak hingga akhir, kita baru tahu jika Huwei, kota tempat tinggal Pin-Jui dan ibunya bermakna “Tigertail”. Sesukses apapun seseorang tinggal di negeri seberang, tetap saja kampung halaman adalah sebuah pengalaman batin yang tidak bisa dilepaskan begitu saja. “Tigertail” bagi Pin-jui adalah pelajaran hidup untuk menghargai sesuatu yang bernilai bagi kita untuk tidak melepasnya begitu saja karena nafsu dan ambisi. Tigertail juga memberikan pelajaran bagi kita, selalu ada waktu untuk memperbaiki kesalahan hidup, selama kita bisa membuka jiwa dan hati. Selamat menonton.

Stay Safe and Healthy!

PENILAIAN KAMI
Overall
80 %
Artikel SebelumnyaLove Wedding Repeat
Artikel BerikutnyaRussian Doll
Hobinya menonton film sejak kecil dan mendalami teori dan sejarah film secara otodidak setelah lulus dari studi arsitektur. Ia mulai menulis artikel dan mengulas film sejak tahun 2006. Karena pengalamannya, penulis ditarik menjadi staf pengajar di Akademi Televisi dan Film swasta di Yogyakarta untuk mengajar Sejarah Film, Pengantar Seni Film, dan Teori Film sejak tahun 2003 hingga tahun 2019. Buku film debutnya adalah Memahami Film (2008) yang memilah seni film sebagai naratif dan sinematik. Buku edisi kedua Memahami Film terbit pada tahun 2018. Buku ini menjadi referensi favorit bagi para akademisi film dan komunikasi di seluruh Indonesia. Ia juga terlibat dalam penulisan Buku Kompilasi Buletin Film Montase Vol. 1-3 serta 30 Film Indonesia Terlaris 2012-2018. Ia juga menulis Buku Film Horor: Dari Caligari ke Hereditary (2023) serta Film Horor Indonesia: Bangkit Dari Kubur (2023). Hingga kini, ia masih menulis ulasan film-film terbaru di montasefilm.com dan terlibat dalam semua produksi film di Komunitas Film Montase. Film- film pendek arahannya banyak mendapat apresiasi tinggi di banyak festival, baik lokal maupun internasional. Baru lalu, tulisannya masuk dalam shortlist (15 besar) Kritik Film Terbaik dalam Festival Film Indonesia 2022. Sejak tahun 2022 hingga kini, ia juga menjadi pengajar praktisi untuk Mata Kuliah Kritik Film dan Teori Film di Institut Seni Indonesia Yogyakarta dalam Program Praktisi Mandiri.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.