Genre zombi sudah tak terkira jumlahnya, dan kini satu film produksi Spanyol mencoba peruntungannya dengan menggunakan latar setting Perang Sipil Spanyol di era menjelang berlangsungnya PD II. Valley of the Dead adalah film produksi Spanyol arahan Alberto de Toro dan Javier Ruiz Caldera. Naskah filmnya diadaptasi dari novel berjudul “Noche de Difuntos del 38” karya Manuel Martin. Film yang dirilis Netflix ini dibintangi oleh Miki Esparbe, Aura Garrido, Luiz Callejo, serta Manel Llunel.

Di era perang sipil di Spanyol (Nasionalis vs Republik), Nazi yang mendapat dukungan pihak nasionalis rupanya telah menyusup ke wilayah ini dengan melakukan eksperimen pada warga sebuah desa untuk menyebarkan virus berbahaya yang mengubah mereka menjadi mayat hidup yang buas. Satu perwira pihak nasionalis, Jan (Esparbe), bersama sopirnya tertangkap oleh para gerilyawan Republik sewaktu menjalankan misinya. Di saat bersamaan, para zombi mengincar mereka. Dua pihak berseteru ini harus bahu membahu untuk melawan monster yang tak mengenal politik.

Premis dan latar kisahnya jelas sangat menarik. Namun eksekusinya, sungguh jauh di luar harapan. Beberapa tahun lalu, film zombi berkualitas berlatar PD II, Overlord (2018) memberikan sesuatu yang teramat segar untuk genrenya. Dengan gaya setting yang tak jauh berbeda, Valley of the Dead pun memiliki pencapaian yang baik, khususnya di segmen klimaks. Aksinya tak jauh dari film-film zombi sejenis, poinnya hanya bertahan hidup, tembak, bom, lari dan bersembunyi. Sisi komedi minim bahkan bisa dibilang tone-nya serius, namun dengan intensitas ketegangan yang lemah karena kita sulit untuk berempati dengan sosok-sosoknya. Naskah adalah satu kelemahan terbesar filmnya.

Dari judulnya pun sudah terlihat, bahwa film ini adalah tribute dari film-film “… of the Dead” lainnya yang digawangi George Romero. Walau tak ada relasi dengan film-film arahan Romero tapi poinnya tetaplah sama. Survival. Plotnya tidak diam di satu tempat tapi berpindah dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Lubang plot tampak berserakan di mana-mana, seolah tokoh-tokohnya tidak bisa berpikir dulu sebelum bertindak. Aneh juga, satu markas besar di dalam gua, tidak mendengar ledakan besar yang terjadi di luar. Lelah menontonnya, bahkan kita pun tidak peduli jika ada sosok yang tewas.

Baca Juga  Marriage Story - Kilas Balik

Tak ada yang baru untuk genrenya selain setting Perang Sipil di Spanyol yang meyakinkan, Valley of The Dead melewatkan satu kesempatan besar untuk menyelipkan pesan politiknya. Untuk apa latar perang sipil jika situasi tersebut tidak dimanfaatkan secara simbolik? Tak ada pesan kemanusiaan yang menggugah, dan tak ada dialog membekas selain hanyalah saling olok dan ancam satu sama lain. Sayang, naskahnya sebenarnya punya potensi untuk dieksplorasi lebih dalam sesuai konteks waktu dan tempatnya. Jika memang tidak mengarah ke sini, setidaknya bisa dibuat aksi yang lebih menghibur penonton. Jika kamu melewatkan film produksi Irlandia, The Cured (2017), coba tonton jika ada waktu, film ini adalah satu contoh film zombi-politik yang sangat baik.

 

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
50 %
Artikel SebelumnyaKambodja
Artikel BerikutnyaPersuasion
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.