I don’t want simple. Simple is boring.

Belum hilang Purple Hearts dari daftar top list, Netflix telah merilis kembali film roman dengan tema nyaris sama. Sebelumnya bicara pernikahan palsu, kini adalah pacar palsu. Wedding Season adalah film komedi romantis produksi India-AS arahan Tom Dey. Film ini dibintangi oleh Suraj Sharma, Pallavi Sharda, Rizwan Manji, Ariana Afsar, serta Sean Kleier. Dengan puluhan film komedi roman sejenis, mampukah Wedding Season berbicara banyak, atau setidaknya lebih baik dari Purple Hearts?

Asha (Sharda) yang gagal dalam hubungan asmaranya, kini pindah ke kota asalnya. Sang adik, Priya (Afsar), sebentar lagi akan menikah, dan Asha mendapat tekanan berat dari orang tuanya untuk segera menikah. Di tengah deadline pekerjaan Asha yang menumpuk, musim menikah pun tiba. Asha pun dijodohkan dengan Ravi (Sharma) oleh orang tua mereka. Untuk menenangkan kedua orang tua mereka, Asha dan Ravi pun berpura-pura untuk pacaran dan selalu muncul dalam pesta nikah. Namun dalam perkembangan, hati Asha pun mencair dan cinta pun mulai bersemi.

Komedi romantis dengan plot sejenis muncul dalam puluhan film dengan kisah yang tak sulit untuk diprediksi arahnya dengan format tipikal struktur tiga babak. Lalu apa pembedanya? Film ini kental dengan nuansa India dengan segala atributnya, termasuk budaya paternalistik yang kental, mindset kuno untuk menikahi seseorang berdasarkan tingkat edukasi dan pekerjaan, serta tentu saja musik! Walau plotnya terkesan klise, namun tidak untuk eksekusi kisahnya. Ini tertolong banyak oleh dua kasting utamanya yang bermain apik dengan chemistry kuat, jauh berbeda dengan Purple Hearts yang nyaris tanpa chemistry. Khususnya, Pallavi Sharda punya potensi lebih di masa datang.

Baca Juga  The Blackening

Walau tipikal untuk genrenya, Wedding Season mampu memikat dengan tradisi lokal, penampilan dua bintang utamanya, serta family value yang kental. Secara teknis pun, film ini jauh lebih mapan dari Purple Hearts, khususnya dari segi pengadeganan dan setting. Tercatat satu montage mengesankan menyajikan Asha dan Ravi yang berdansa di pesta nikah dari waktu ke waktu. Dalam satu perspektif, Wedding Season menyajikan satu transisi budaya dari masa lalu ke masa kini. Bukan masalah benar atau salah, namun masa sudah beralih. Tetapi untuk selamanya, kita tidak akan bisa menipu hati kita sendiri. Selamat menonton!

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
75 %
Artikel SebelumnyaJo Sahabat Sejati
Artikel BerikutnyaDay Shift
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.