Windfall adalah film thriller kriminal rilisan Netflix garapan Charlie McDowell. Film yang terlihat sekali diproduksi dalam nuansa pandemi yang kembali menyuguhkan setting terbatas dengan pemain hanya 3 orang. Dibintangi para pemain senior Jesse Plemons, Lily Collins, serta Jason Segel, apakah film ini punya sesuatu yang lebih?

Seorang asing (Segel) tampak menyusup ke sebuah villa kosong yang jauh dari peradaban. Masalah mulai muncul ketika dua pemilik rumah, suami istri bilyuner (Plemons & Collins) mendadak datang berlibur di sana. Lelaki tersebut menyekap pasangan tersebut dan ditawarkan uang sejumlah USD 500.000 juta untuk bisa memulai kehidupan baru. Mereka bertiga hanya berusaha menghabiskan waktu sebelum uang tersebut diantar ke sana.

Tanpa banyak eksposisi, film ini memulai kisahnya dengan premis menarik. Terlebih opening credit bernuansa film klasik disajikan dengan aroma nostalgia (Gaya teks dan musik). Ah, coba saja filmnya berwarna hitam putih dengan gaya estetik film klasik, bisa jadi film ini bakal lebih menarik. Alur plotnya yang lambat terlihat jelas mengarah pada satu kejutan besar. Ternyata benar, dan itu pun tanpa greget. Proses menuju klimaks, hanya berkesan menanti waktu, dengan sedikit aksi kecil dengan si tukang kebun, yang itu pun tidak ada greget sama sekali. Chemistry yang diharapkan di antara ketiga karakternya tidak pernah terjadi.

Windfall meyajikan kisah bagaimana tiga orang membuang waktu di-setting eksotis, dan itu pula (membuang waktu) yang kita dapatkan. Potensi para pemain dan setting yang demikian menarik tidak mampu diolah menghasilkan satu intensitas cerita dengan ketegangan atau drama yang cukup. Beberapa contoh film sejenis (pasangan suami istri vs kriminal), macam Till Death dan film Norwegia The Trip adalah dua tontonan yang memiliki intensitas ketegangan serta sisi dramatik jauh lebih baik.

Baca Juga  Silence

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
50 %
Artikel SebelumnyaAmbulance
Artikel BerikutnyaMarley
Hobinya menonton film sejak kecil dan mendalami teori dan sejarah film secara otodidak setelah lulus dari studi arsitektur. Ia mulai menulis artikel dan mengulas film sejak tahun 2006. Karena pengalamannya, penulis ditarik menjadi staf pengajar di Akademi Televisi dan Film swasta di Yogyakarta untuk mengajar Sejarah Film, Pengantar Seni Film, dan Teori Film sejak tahun 2003 hingga tahun 2019. Buku film debutnya adalah Memahami Film (2008) yang memilah seni film sebagai naratif dan sinematik. Buku edisi kedua Memahami Film terbit pada tahun 2018. Buku ini menjadi referensi favorit bagi para akademisi film dan komunikasi di seluruh Indonesia. Ia juga terlibat dalam penulisan Buku Kompilasi Buletin Film Montase Vol. 1-3 serta 30 Film Indonesia Terlaris 2012-2018. Ia juga menulis Buku Film Horor: Dari Caligari ke Hereditary (2023) serta Film Horor Indonesia: Bangkit Dari Kubur (2023). Hingga kini, ia masih menulis ulasan film-film terbaru di montasefilm.com dan terlibat dalam semua produksi film di Komunitas Film Montase. Film- film pendek arahannya banyak mendapat apresiasi tinggi di banyak festival, baik lokal maupun internasional. Baru lalu, tulisannya masuk dalam shortlist (15 besar) Kritik Film Terbaik dalam Festival Film Indonesia 2022. Sejak tahun 2022 hingga kini, ia juga menjadi pengajar praktisi untuk Mata Kuliah Kritik Film dan Teori Film di Institut Seni Indonesia Yogyakarta dalam Program Praktisi Mandiri.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.