Sineas kawakan Guy Ritchie, dalam beberapa dekade terakhir seperti kehilangan sentuhannya. Film-filmnya, tak ada lagi yang mampu mendekati dua karya terbaik awalnya, yakni Lock, Stock and Two Smocking Barrels dan Snatch. Wrath of Man, boleh jadi adalah salah satu filmnya yang mendekati pencapaian dua film masterpiece-nya ini. Film ini dibintangi kolaborator lawasnya, Jason Statham bersama sederetan bintang-bintang yang tidak asing, sebut saja Josh Hartnett, Andy Garcia, serta Scott Eastwood. Naskahnya sendiri diadaptasi sang sineas dari film drama thriller produksi Perancis berjudul Cash Truck (2004).

Seorang pria bernama Patrick Hill (Statham) melamar pekerjaan di perusahaan jasa mobil brankas ternama di seputar Kota Los Angeles. Dengan porto folionya, Hill, atau “H” dengan mudah diterima. Suatu ketika, mobil brankas yang ia antar, dicegat oleh para perampok bersenjata. Sementara rekannya ketakutan, H justru menghabisi semua perampok dengan mudahnya. Sontak, H menjadi pahlawan di tempat kerjanya. Sang pria misterius ternyata memiliki motif lain bekerja di sana, yakni mencari pelaku pembunuh putranya.

Setelah dua film “boxoffice-nya”, King Arthur dan Aladdin, sang sineas rupanya mencoba kembali ke jalurnya dengan sentuhan khasnya. Cara bertutur “nonlinier” yang menjadi trademark-nya kini dominan dalam naskahnya, seperti dua film terbaiknya. Dengan plot kilas-balik yang intensif, naskahnya mampu memberikan sisi misteri (penasaran) sekaligus ketegangan dengan porsi yang berimbang. Otak penonton tak diberi waktu beristirahat barang sedetik pun. Satu elemen plot khasnya, yakni kejadian tak terduga/kebetulan mampu memberikan kejutan besar di tikungan akhir kisahnya. Semua elemen subplotnya mengarah pada sebuah grand finale (klimaks) yang menyajikan segmen adegan aksi yang dahsyat. Tidak hanya sisi ketegangan, namun plotnya yang ber-tone serius juga mampu menyajikan sisi humor berkelas dalam banyak adegannya. Ini yang membuat filmnya menjadi satu paket hiburan yang komplit.

Baca Juga  Atomic Blonde

Dengan cara bertutur dan gaya unik sang sineas, Wrath of Man menampilkan kemampuan terbaik sang bintang (Statham) dengan aksi dan kisah yang menghibur untuk fans genrenya. Bicara Statham, rasanya ini adalah salah satu kasting terbaiknya sejak Lock Stock dan Snatch. Boleh jadi film ini adalah naskah terbaik yang pernah ia perankan sepanjang karirnya. Karisma dan pesona Statham adalah salah satu kekuatan terbesar film ini. Sementara bagi Ritchie, sungguh menyenangkan melihat performa terbaik sang sineas telah kembali. Film berikutnya kelak, juga masih dibintangi Statham, semoga tidak mengecewakan, dan bisa lebih baik dari karya terakhirnya ini.

 

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
80 %
Artikel SebelumnyaThe Falcon and the Winter Soldier
Artikel BerikutnyaSpiral
His hobby has been watching films since childhood, and he studied film theory and history autodidactically after graduating from architectural studies. He started writing articles and reviewing films in 2006. Due to his experience, the author was drawn to become a teaching staff at the private Television and Film Academy in Yogyakarta, where he taught Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory from 2003 to 2019. His debut film book, "Understanding Film," was published in 2008, which divides film art into narrative and cinematic elements. The second edition of the book, "Understanding Film," was published in 2018. This book has become a favorite reference for film and communication academics throughout Indonesia. He was also involved in writing the Montase Film Bulletin Compilation Book Vol. 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Additionally, he authored the "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). Until now, he continues to write reviews of the latest films at montasefilm.com and is actively involved in all film productions at the Montase Film Community. His short films have received high appreciation at many festivals, both local and international. Recently, his writing was included in the shortlist (top 15) of Best Film Criticism at the 2022 Indonesian Film Festival. From 2022 until now, he has also been a practitioner-lecturer for the Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts in the Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.