Film slasher atau tukang jagal sudah berulang kali dibuat dengan tokoh antagonis ikonik, sebut saja Jason Voorhees atau Mike Myers. Kini, X mencoba menggunakan sosok antagonis segar yang rasanya belum pernah ada sebelumnya. X adalah film horor slasher yang diarahkan, diproduseri, ditulis, dan diedit oleh sineas spesialis horor, Ti West. Bermain dalam film ini sederetan bintang muda, yakni Mia Goth, Jenna Ortega, Martin Henderson, Brittany Snow, dan Scott Mescudi. Uniknya, Goth di sini bermain dalam dua peran, sebagai protagonis dan antagonis. Ini menarik. Patut dicatat, film ini memiliki banyak aksi yang kelewat brutal dan diperuntukkan untuk penonton dewasa.

Berlatar tahun 1979, Maxine (Goth) adalah seorang bintang film dewasa, yang bersama tim produksinya tengah melakukan pengambilan gambar di wilayah pinggiran Texas. Sang produser, Wayne (Henderson) menyewa sebuah rumah di sebuah peternakan tua yang dihuni sepasang kakek-nenek, Howard dan Pearl (Goth). Ketika produksi dimulai, mereka tidak menyadari bahwa dua orang penghuni rumah tersebut mengincar nyawa mereka. Malamnya, aksi jagal pun di mulai.

Bertutur perlahan di awal dengan banyak selipan adegan dewasa (produksi film), X mulai to the poin sejak titik balik cerita. Sejak korban pertama jatuh, plotnya bergerak tanpa henti. Bicara aksi sadisnya, X adalah salah satu yang film slasher paling brutal yang pernah saya tonton, bukan karena aksinya namun prosesnya. Tak ada tipikal aksi “cat & mouse” antara penjagal dengan korbannya, namun sisi brutalnya dijamin mampu membuat shock. Edan pokoknya. Walau tak banyak sisi ketegangan, namun X mampu menyeimbangkan efek kengerian dan kejutan dengan efektif. Ini karena karakter dua sosok antagonisnya yang unik, sekaligus menjadi pembeda X dengan tipikal slasher lainnya.

Baca Juga  Holy Night: Demon Hunters | REVIEW

Satu sisi teknis yang membuat X secara visual terlihat berkelas adalah sisi sinematografi. Walau tone gambar filmnya terlihat “indie”, namun tata kamera melalui komposisi dan angle yang solid dan terukur membuat X layaknya film-film produksi studio besar. Bisa jadi komentar ini berlebihan, namun saya seolah menonton film-film garapan sineas klasik Alfred Hitchcock. Benar, ini sungguhan. Beberapa gambar termasuk overhead shot-nya yang istimewa mampu menyajikan aksi kengerian yang luar biasa. Pencapaian ini sangat tak biasa untuk film-film slasher “murah” macam ini yang umumnya menggunakan shot simpel sesuai kebutuhan adegannya saja. Satu lagi yang patut diapresiasi adalah tata rias wajah sang nenek, Pearl, yang secara mengejutkan diperankan pula oleh Goth. Tak ada yang tahu ini hingga kredit film.

Walau sedikit vulgar, X adalah horor slasher brutal dengan sosok antagonis segar, namun untuk plotnya tidak banyak sesuatu yang ditawarkan selain sisi sinematografi yang menawan. Walau tidak ada yang istimewa dari sisi cerita, namun setidaknya X memberi sedikit penyegaran untuk genrenya. Konon sewaktu pembuatan film ini, juga sekaligus diproduksi film prekuelnya yang mengisahkan latar belakang dua antagonisnya (Howard dan Pearl) pada momen Perang Dunia Pertama. Patut ditunggu kejutan apa lagi yang  akan kita nantikan.

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
75 %
Artikel SebelumnyaChoose or Die
Artikel BerikutnyaWyrmwood: Apocalypse
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses