Room (2015)

118 min|Drama, Thriller|22 Jan 2016
8.1Rating: 8.1 / 10 from 464,314 usersMetascore: 86
A little boy is held captive in a room with his mother since his birth, so he has never known the world outside.

Room adalah sebuah drama unik yang diadaptasi dari novel berjudul sama karya Emma Donoghue. Donoghue sendiri bahkan juga menulis naskah filmnya ini. Room mencoba mengeksplorasi apa yang akan terjadi jika seorang gadis diculik dan disekap dalam sebuah ruang khusus selama bertahun-tahun. Hal yang lebih menarik adalah jika gadis tersebut melahirkan seorang anak dan anak tersebut tidak pernah keluar dari kamar dan terisolasi dari dunia luar, apa yang akan terjadi? Kisah inilah yang menjadi inti cerita dari filmnya.

Seorang ibu muda, Joy Newton dan putranya, Jack yang genap berusia lima tahun disekap dalam sebuah kamar oleh Nick. Jack bahkan belum pernah melihat dunia luar sedikitpun hanya mengintip langit dari atap kaca di atas kamar. Joy dan Jack yang terbiasa dengan dunia sempit mereka memiliki suka duka tersendiri dalam menghabiskan keseharian mereka. Suatu ketika Joy menemukan celah untuk bisa keluar dari kamar tersebut dengan melakukan sandiwara kecil, dan Jack harus berpura-pura mati.

Sejak awal kisahnya sudah tampak jika film ini menawarkan sesuatu yang unik. Kita hanya tahu, ada seorang ibu dan putranya (awalnya saya berpikir putri) terjebak dalam sebuah kamar. Kita tidak tahu apa yang terjadi, genre bisa memungkinkan apa saja, saya bahkan sempat berpikir ini adalah film fiksi ilmiah, mereka adalah kelinci percobaan alien atau semacamnya. Ternyata salah, premisnya sederhana saja, sang ibu diculik dan disekap sekian lamanya hingga ia melahirkan dan membesarkan putranya disana. Walau argumen sedikit lemah namun filmnya telah berusaha menjelaskan secara detil mengapa Joy tidak bisa keluar dari sana. Sekalipun pertanyaan kecil-kecil muncul sesaat, bagaimana saat Joy melahirkan atau sakit? Bagaimana mungkin tetangga tidak ada yang tahu selama bertahun-tahun? Dan sebagainya. Film ini memang tidak mengarah kesini namun pada bagaimana mereka mampu bertahan sebelum dan setelah keluar dari ruangan tersebut.

Baca Juga  Dolittle

Room mencoba melakukan studi mental terhadap Ibu dan anak, serta bagaimana mereka bisa bertahan sekian lama dalam kondisi ruang sempit tersebut. Film ini berhasil menjawab semuanya. Sang ibu mengajarkan anaknya sejak bayi apa yang ia tahu agar anaknya bisa memiliki pengetahuan dan berimajinasi tentang dunia luar. Kebebasan ada dalam pikiran mereka sekalipun dibatasi oleh ruang sempit. Begitu Jack keluar dari kamar, segalanya berubah. Apa yang ia lihat di sekelilingnya layaknya manusia yang terdampar di planet asing. Fokus tetap pada Jack namun kita juga melihat jika sang ibu terganggu jiwanya akibat perubahan lingkungan, situasi orang tuanya yang sudah tidak harmonis, tekanan pers, dan lain-lainnya. Tidak heran jika Jack merindukan kamar sempitnya dimana ia selalu bisa bersama sang ibu.

Kisah yang menawan ini jelas tidak akan berhasil tanpa pencapaian akting yang memukau dari dua pemainnya, Brie Larson, serta aktor cilik, Jacob Tremblay. Peran mereka berdua jelas tidak mudah. Larson bermain nyaris emosional dan tertekan sepanjang filmnya sebagai ibu muda yang sangat terganggu mentalnya. Sementara Jacob bermain fantastis dan natural sebagai Jack. Sisi emosional yang kadang muncul dan pembawaan lugu sebagai seorang bocah yang tidak pernah mengenal dunia luar jelas teramat sulit dilakukan namun Jacob berhasil melakukannya dengan sangat baik. Ikatan batin antara Joy dan Jack yang terjalin demikian kuat berhasil ditampilkan keduanya dengan amat sempurna.

Room menawarkan sebuah kisah orisinil, sebuah studi tentang hubungan ibu dan anak dengan dunia di sekitarnya dengan penampilan yang amat kuat dari dua tokoh utamanya. Kelemahan minor film ini hanyalah pada eksplorasi psikologis dua karakter utama ini sepertinya bisa dilakukan lebih dalam lagi terutama pasca mereka keluar dari kamar penyekapan. Room memberikan satu pelajaran menarik, jika kebebasan pikiran tidak akan pernah bisa dibatasi oleh ruang namun sebaliknya kebebasan ruang kadang mempersempit pikiran jika kita tidak menghargai apa yang kita miliki.

Watch Trailer

PENILAIAN KAMI
Overall
90 %
Artikel SebelumnyaSpotlight
Artikel BerikutnyaPrediksi Oscar: Film Terbaik – Versi Editor
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses