Tony Scott meets Grengrass



29 Februari 2012
Director: Daniel Espinoza
Producer: Scott Stuber
Scriptwriting: David Guggenheim
Casts: Denzel Washington / Ryan Reynolds / Brendan Gleeson / Vera Farmiga
Cinematography: Oliver Wood
Editing: Rick Pearson
Music: Ramin Djawadi
Studio: Relativity Media / Scott Stuber
Distributor: Universal Pictures
Duration: 117 minutes
Budget: $ 85 million
Menonton film ini mengingatkan banyak pada film-film aksi thriller spionase karya Tony Scott serta Paul Greengras. Kisahnya sudah terlalu biasa sekalipun unsur ketegangan dan adegan aksi yang dinamis menjadi menu utama filmnya.  Matt Weston (Reynolds) adalah penjaga salah satu ‘safe house’ CIA di Cape Town, Afrika Selatan. Safe House adalah tempat perlindungan rahasia bagi para saksi atau tahanan CIA.  Suatu ketika seorang pembelot nomor satu mantan CIA, Tobin Frost (Washington) masuk menjadi tahanan. Tak lama safe house tersebut diserang oleh sekelompok pihak yang juga menginginkan Tobin.  Matt, tanpa ia duga terjebak dalam situasi luar biasa antara keselamatan dirinya dan prosedur yang mengharuskan ia melindungi Tobin.
Ketegangan demi ketegangan terus bergulir tanpa nyaris jeda dengan tempo cepat. Lokasi cerita berpindah-pindah dengan penuturan informasi begitu cepat layaknya plot Bourne. Kisah spionase seperti ini kadang mengindahkan logika awam, karena semua aksi dan gerak sekecil apapun tidak mengenal jarak, berkat bantuan teknologi tinggi dan semacamnya. Namun ada beberapa hal kecil yang mengganjal. Ketika Matt mengerti secara pasti bahwa ada orang dalam yang terlibat mengapa ia masih ke pergi ke safe house CIA. Bisa jadi ada informasi yang saya lewatkan, tapi manuver ini sungguh tidak masuk akal untuk orang secerdas Matt , dan setelahnya segalanya mudah diprediksi. 
Washington dan Reynolds bermain sangat baik seperti biasa. Washington tipikal dengan peran-peran seperti ini, dan sangat pas bermain sebagai Tobin yang dingin dan keras. Reynold pun mampu mengimbangi dengan baik sebagai agen muda yang selalu gelisah dan tegang sepanjang film.
Bisa jadi ingin mengikuti gaya seperti Bourne, editing dan gerakan kamera yang “kasar” plus tone gambar yang “grainy”, namun pilihan angle-nya dan seringkali close-up, membuat mata sedikit tidak nyaman, terutama pada adegan aksi yang cepat, seperti adegan car-chase di sepertiga awal film. Cukup seru dan menegangkan memang namun sayangnya tidak seperti Bourne, tidak didukung ilustrasi musik yang kuat.

Baca Juga  Morgan
Tak ada sesuatu yang baru di Safe House, film ini sekelas dibawah film-film thriller sejenis karya Tony Scott dan dua kelas dibawah seri “Bourne”. Dengan mengandalkan kahandalan dua aktornya yang bermain baik dan kisah yang menegangkan film ini rasanya sudah cukup untuk menghibur penonton. (B-) 
Artikel SebelumnyaThe Artist
Artikel BerikutnyaJohn Carter
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.