Salt (2010)
100 min|Action, Thriller|23 Jul 2010
6.5Rating: 6.5 / 10 from 340,056 usersMetascore: 65
A CIA agent goes on the run after a defector accuses her of being a Russian spy.

Evelyn Salt (Jolie) adalah seorang agen CIA yang hidup tenang dan damai bersama Mike, suaminya. Suatu ketika Salt menginterogasi Orlov, seorang mata-mata Rusia yang membelot. Orlov menginformasikan bahwa ada sebuah operasi khusus jangka panjang di negaranya yang suatu hari diyakini bakal menghancurkan Amerika yang diistilahkannya “Day X”. Awal mulainya operasi ini kata Orlov dimulai dalam waktu dekat ketika acara pemakaman mantan wakil presiden Amerika yang dihadiri oleh Presiden Rusia. Orlov mengatakan Presiden Rusia akan dibunuh seorang mata-mata Rusia bernama Evelyn Salt. Salt yang dalam perkembangan selanjutnya merasa dipojokkan terpaksa melarikan diri untuk mengetahui misteri di balik ini semua.

Plot filmnya boleh jadi sudah tak orisinil dan memiliki banyak kemiripan dengan seri Bourne hanya saja tokoh utamanya kali ini agen wanita. Latar kisahnya yang mengangkat tema “perang dingin” antara AS – Rusia yang berakhir beberapa dekade silam menjadi unsur yang menarik karena hampir dua dekade film bertema ini sangat jarang diproduksi. Terakhir kita bisa melihat tema-tema ini seperti dalam film-film aksi era 80-an yang banyak dibintangi oleh Arnold atau Stallone. Seperti halnya Bourne, Salt memiliki tempo alur yang cepat, tidak banyak dialog, dan lebih menonjolkan sisi aksi. Plotnya sedikit menyimpan misteri namun bagi para pecandu film serius, alur serta ending kisahnya jelas tidak sulit diduga.

Full Action, adalah komentar langsung tentang film ini. Nyaris sepanjang film, penonton tidak diberi kesempatan bernafas karena selalu disuguhi adegan aksi demi aksi, nonstop. Tidak seperti seri Bourne yang menampilkan adegan aksi yang sifatnya realistik (relatif), Salt sedikit agak berlebihan. Contohnya seperti adegan aksi di awal yang memperlihatkan saat Salt berloncatan dari satu kendaraan ke kendaraan lain yang tengah berjalan. Tak masuk akal tapi memang atraktif, seru, dan menghibur. Semua adegan aksinya sendiri juga didukung kuat oleh unsur sinematografi yang menawan oleh penata kamera peraih Oscar, Robert Elswit, yang membuat sentuhannya filmnya berbeda dengan Bourne.

Satu hal pula yang menjadi nilai lebih film ini adalah Angelina Jolie yang berperan sebagai sang agen. Boleh jadi Salt adalah peran terbaik yang pernah dimainkan Jolie. Sang bintang yang sebelumnya selalu bermain sebagai tokoh yang memiliki rasa percaya diri tinggi kali ini bermain sedikit berbeda. Jolie bermain sebagai karakter yang mendapat tekanan sangat berat baik fisik maupun mental sepanjang filmnya. Jolie bermain sangat mengesankan sebagai agen ganda wanita yang mampu menarik simpati sekaligus membuat ragu kita di saat bersamaan. Seperti halnya Matt Damon yang mampu bermain sempurna sebagai Jason Bourne, Jolie juga sama seolah terlahir untuk peran ini.

Baca Juga  Sylvie's Love

Secara umum Salt tidak menawarkan sesuatu yang baru selain sentuhan karakter serta tema yang sedikit berbeda. Film ini memang tidak menawarkan sesuatu yang istimewa, namun prospek cerita untuk sekuelnya kelak bakal menawarkan sesuatu yang sangat menarik setidaknya dari sisi aksi. Bisa bersaing dengan kesuksesan seri Bourne? Rasanya Salt masih belum mampu.

PENILAIAN KAMI
Overall
70 %
Artikel SebelumnyaThe Sorcerer’s Apprentice
Artikel BerikutnyaThe Last Air Bender
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). A lifelong cinephile, he developed a profound passion for film from an early age. After completing his studies in architecture, he embarked on an independent journey exploring film theory and history. His enthusiasm for cinema took tangible form in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience eventually led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched students’ understanding through courses such as Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended well beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, Understanding Film, an in-depth examination of the essential elements of cinema, both narrative and visual. The book’s enduring significance is reflected in its second edition, released in 2018, which has since become a cornerstone reference for film and communication scholars across Indonesia. His contributions to the field also encompass collaborative and editorial efforts. He participated in the compilation of Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1–3 and 30 Best-Selling Indonesian Films 2012–2018. Further establishing his authority, he authored Horror Film Book: From Caligari to Hereditary (2023) and Indonesian Horror Film: Rising from the Grave (2023). His passion for cinema remains as vibrant as ever. He continues to offer insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com while actively engaging in film production with the Montase Film Community. His short films have received critical acclaim at numerous festivals, both nationally and internationally. In recognition of his outstanding contribution to film criticism, his writing was shortlisted for years in a row for Best Film Criticism at the 2021-2024 Indonesian Film Festival. His dedication to the discipline endures, as he currently serves as a practitioner-lecturer in Film Criticism and Film Theory at the Indonesian Institute of the Arts Yogyakarta, under the Independent Practitioner Program from 2022-2024.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses