Era Kelam Film Bencana

San_Andreas_poster29 Mei 2015
Sutradara: Brad Peyton
Produser: Beau Flynn/Hiram Garcia/Tripp Vinson
Penulis Naskah: Carlton Cuse
Pemain: Dwayne Johnson/Carla Gugino/Alexandra Daddario/Paul Giamatti
Sinematografi: Steve Yedlin
Editing: Bob Ducsay
Ilustrasi Musik: Andrew Lockington
Studio: New Line Cinema/Flynn Picture Company/Village Road Show
Distributor: Warner Bros Pictures
Durasi: 114 menit
Bujet: $110 juta

Sejak era emas film bencana dekade 1970-an, genre bencana mengalami pasang surut hingga kini (baca: https://montasefilm.com/disaster-movies/). Tercatat beberapa film bencana alam memiliki pencapaian baik sebut saja, Outbreak, Twister, Dante’s Peak, Deep Impact, hingga The Day After Tomorrow. Tahun lalu, Pompeii dan Into the Storm dengan kualitasnya yang rendah semakin menambah suram riwayat genre ini. San Andreas yang diproduksi dengan bujet besar kali ini juga masih menandai masa kelam genre bencana. Inti masalah kurang lebih masih sama, yakni kualitas cerita yang tenggelam di tengah gemerlapnya efek visual.

Tak banyak cerita yang dikisahkan dalam San Andreas. Seperti lazimnya film bencana inti kisahnya adalah “bertahan hidup” dan cerita terfokus pada sebuah keluarga. Seorang petugas SAR, Ray (Johnson) di ambang perceraian dengan istrinya, Emma, sekalipun Blake, putri mereka tidak mau orang tuanya berpisah. Gempa besar yang di wilayah San Fransisco menyebabkan Emma dan Blake masing-masing dalam situasi berbahaya sehingga Ray mau tidak mau harus menyelamatkan keluarganya. Tidak banyak kejutan cerita selain gempa besar yang memporak-porandakan San Fransisco.

Satu pertunjukan besar, gempa bumi disajikan dengan nyata dan mengesankan dengan gemuruh suara layaknya kita berada dalam bencana sesungguhnya. Gedung-gedung runtuh dan Ray dengan helikopternya mampu bermanuver hebat di tengah kacaunya situasi. Suara kehancuran dimana-mana dan itulah yang kita dapatkan nyaris sepanjang filmnya. Amat sangat melelahkan. Kita pernah melihat hal yang sama di film 2012 dan The Day After Tomorrow hanya kali ini efek visualnya sedikit lebih meyakinkan. Ironisnya adegan pembuka filmnya justru memiliki ketegangan yang lebih nyata dibandingkan adegan bencana besar sepanjang filmnya.

Baca Juga  Madagascar 3

San Andreas masih menandakan masa kelam film bencana berlanjut. Plotnya yang lemah juga kadang memaksa membuat semakin lelah menonton filmnya. Ketegangan demi ketegangan yang dibangun tidak berarti apapun karena penonton cerdas pun sudah bisa menduga hasilnya. Jutaan nyawa melayang dalam tragedi terbesar dalam sejarah umat manusia ini namun tidak ada yang lebih buruk daripada perceraian antara Ray dan Emma yang batal. Perceraian adalah layaknya gempa besar dalam keluarga, begitu mungkin pesan moral film ini.

Movie Trailer

PENILAIAN KAMI
Total
20 %
Artikel SebelumnyaWhen We Leave
Artikel BerikutnyaFune O Amu – The Great Passage
Hobinya menonton film sejak kecil dan mendalami teori dan sejarah film secara otodidak setelah lulus dari studi arsitektur. Ia mulai menulis artikel dan mengulas film sejak tahun 2006. Karena pengalamannya, penulis ditarik menjadi staf pengajar di Akademi Televisi dan Film swasta di Yogyakarta untuk mengajar Sejarah Film, Pengantar Seni Film, dan Teori Film sejak tahun 2003 hingga tahun 2019. Buku film debutnya adalah Memahami Film (2008) yang memilah seni film sebagai naratif dan sinematik. Buku edisi kedua Memahami Film terbit pada tahun 2018. Buku ini menjadi referensi favorit bagi para akademisi film dan komunikasi di seluruh Indonesia. Ia juga terlibat dalam penulisan Buku Kompilasi Buletin Film Montase Vol. 1-3 serta 30 Film Indonesia Terlaris 2012-2018. Ia juga menulis Buku Film Horor: Dari Caligari ke Hereditary (2023) serta Film Horor Indonesia: Bangkit Dari Kubur (2023). Hingga kini, ia masih menulis ulasan film-film terbaru di montasefilm.com dan terlibat dalam semua produksi film di Komunitas Film Montase. Film- film pendek arahannya banyak mendapat apresiasi tinggi di banyak festival, baik lokal maupun internasional. Baru lalu, tulisannya masuk dalam shortlist (15 besar) Kritik Film Terbaik dalam Festival Film Indonesia 2022. Sejak tahun 2022 hingga kini, ia juga menjadi pengajar praktisi untuk Mata Kuliah Kritik Film dan Teori Film di Institut Seni Indonesia Yogyakarta dalam Program Praktisi Mandiri.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.