Scandal Makers

Usai Falcon memproduksi remake Miracle in Cell No.7, kali ini giliran MD Pictures dan Dapur Film menggawangi pembuatan Scandal Makers dari versi Korea-nya, Kwa-sok-seu-kaen-deul (Speedy Scandal). Salah satu drama komedi dan musik arahan Hyeong-Cheol Kang yang populer pada masanya (2008). Melalui skenario garapan Alim Sudio, film ini diarahkan oleh sutradara spesialis drama komedi, Jeihan Angga. Para pemeran untuk tokoh-tokoh dalam versi remake ini antara lain Vino G. Bastian, Beby Tsabina, Jared Ali, Frederika Cull, Rendra Bagus Pamungkas, dan Seteng Sadja. Karya remake akan selalu dibandingkan dengan versi orisinalnya. Lantas bagaimana dengan film ini?

Radio Familia punya seorang penyiar ikonik dan cukup terkenal bernama Oskar (Vino). Ia juga dengan sangat hati-hati menjaga nama baiknya dari rumor atau skandal apa pun. Padahal sebetulnya, ia kerap tebar pesona dan menggoda para wanita. Namun, tiba-tiba “badai” datang bersama kemunculan Karin (Beby) dan putranya, Gempa (Ali), tepat di depan pintu rumah Oskar. Kehadiran keduanya seketika mengacaukan keteraturan dalam hidup Oskar. Identitas mereka mengancam reputasinya. Terlebih dengan adanya Sanusi (Rendra), wartawan yang gemar sekali mencari sensasi dari para publik figur.

Tanpa bermaksud mendiskreditkan sebuah film remake buatan dalam negeri dari karya populer asal Korea. Scandal Makers memperbaiki celah-celah dari versi Korea-nya, tetapi secara bersamaan meninggalkan kelemahan baru. Salah satu faktornya boleh jadi soal bujet yang –dalam Scandal Makers—terlihat dari pembuatan production design serta pemilihan para pemeran.

Production design ini bisa terlihat dari tatanan pada setiap set, artistik, dan beberapa venue yang digunakan. Tak terkecuali jumlah figurannya. Mudah sekali bagi kita untuk merasakan kemegahan sekaligus penggawatan situasi dalam rentetan peristiwa klimaks dari versi Korea. Betapa kacau suasananya akibat kehadiran dan ketidakhadiran Jae-in dan Ki-dong yang membawa gelombang pasang bersama mereka. Namun, capaian semacam ini terasa kurang mengigit dalam Scandal Makers.

Satu sisi, adanya kemungkinan penurunan kelas ekonomi dalam Scandal Makers dibanding film orisinalnya disebabkan oleh penyesuaian perbedaan tingkat kekayaan antardua negara. Namun, di sisi lain motivasi untuk terus menjaga kerahasiaan identitas Karin dan Gempa sebagai putri dan cucu Oskar jadi kurang penting. Dengan level ketenaran dan kekayaan Oskar yang “terlihat” tidak seberapa, buat apa dia sekuat tenaga berupaya menjaga rahasianya?

Baca Juga  Perempuan Bergaun Merah

Pemilihan pemain juga kurang benar-benar cocok dengan peran yang mesti mereka bawakan. Salah satunya adalah pemeran untuk tokoh Gempa. Bila kita merujuk pada Ki-dong dari versi Korea, sosoknya begitu ikonik dan mampu mengisi ruang ketiga setelah kakek dan ibunya. Namun, Gempa menunjukkan gap yang cukup jauh dengan porsi, aura, maupun atmosfer yang mampu diciptakan oleh sosok Vino sebagai Oskar dan Beby sebagai Karin.

Ada pula tokoh Danang yang diperankan Cakka Nuraga. Dari segi wajah saja belum bisa menimbulkan rasa kesal dan sebal. Lihat saja bagaimana si pacar Jae-in (Ji Kyu Im) dari versi Korea bisa mudah sekali “dibenci”, hanya dengan kemunculannya saja. Namun dalam Scandal Makers, motivasi kecemburuan hingga over-protektif dan sisi cerobohnya kurang tersampaikan dengan baik.

Olah peran mereka (Ali dan Cakka) pun masih terasa kurang penjiwaan. Boleh jadi karena faktor pengalaman juga. Meski memang tidak perlu seaktif dalam versi Korea-nya. Namun, minimal penonton dapat merasakan roh dan kekuatan dari kedalaman olah peran mereka. Ada pula beberapa bangunan momen yang kurang tercipta dengan baik. Misalnya, adegan Jae-in yang kerepotan melayani pesanan para pelanggan rumah makan tempatnya bekerja. Mudah sekali bagi kita untuk melihat betapa sibuk sang ibu muda, sampai-sampai anaknya bisa cukup “dewasa” mempersilakannya bekerja tanpa perlu mengkhawatirkannya. Sayangnya suasana ramai yang sibuk dan merepotkan tersebut kurang terlihat dalam Scandal Makers. Padahal ujung adegannya sama, yakni menunjukkan kemandirian Gempa.

Scandal Makers meski memperbaiki beberapa aspek dari versi Korea-nya, tetapi justru melahirkan kelemahan baru. Masih sukar juga ternyata kita membuat versi remake film-film populer dari sana. Bebas dan Miracle in Cell No.7 misalnya. Kasus keduanya tak jauh berbeda dengan Scandal Makers. Sama-sama berupaya memasukkan unsur ke-Indonesiaan sekaligus menutup temuan celah, tetapi muncul kekurangan dari segi yang lainnya. Terlebih (kembali bicara soal Scandal Makers), dalam rangkaian adegan klimaks di lokasi final kompetisi menyanyi. Namun, bagaimanapun, memilih Beby Tsabina untuk memerankan sosok Karin adalah pilihan tepat dari sejumlah ketidaktepatan dalam Scandal Makers.

PENILAIAN KAMI
Overall
60 %
Artikel SebelumnyaBabylon
Artikel BerikutnyaViking Wolf
Miftachul Arifin lahir di Kediri pada 9 November 1996. Pernah aktif mengikuti organisasi tingkat institut, yaitu Lembaga Pers Mahasiswa Pressisi (2015-2021) di Institut Seni Indonesia Yogyakarta, juga turut andil menjadi salah satu penulis dan editor dalam media cetak Majalah Art Effect, Buletin Kontemporer, dan Zine K-Louder, serta media daring lpmpressisi.com. Pernah pula menjadi kontributor terpilih kategori cerpen lomba Sayembara Goresan Pena oleh Jendela Sastra Indonesia (2017), Juara Harapan 1 lomba Kepenulisan Cerita Pendek oleh Ikatan Penulis Mahasiswa Al Khoziny (2018), Penulis Terpilih lomba Cipta Puisi 2018 Tingkat Nasional oleh Sualla Media (2018), dan menjadi Juara Utama lomba Short Story And Photography Contest oleh Kamadhis UGM (2018). Memiliki buku novel bergenre fantasi dengan judul Mansheviora: Semesta Alterna􀆟f yang diterbitkan secara selfpublishing. Selain itu, juga menjadi salah seorang penulis top tier dalam situs web populer bertema umum serta teknologi, yakni selasar.com dan lockhartlondon.com, yang telah berjalan selama lebih-kurang satu tahun (2020-2021). Latar belakangnya dari bidang film dan minatnya dalam bidang kepenulisan, menjadi motivasi dan alasannya untuk bergabung dengan Komunitas Film Montase sejak tahun 2019. Semenjak menjadi bagian Komunitas Film Montase, telah aktif menulis hingga puluhan ulasan Film Indonesia dalam situs web montasefilm.com. Prestasi besar terakhirnya adalah menjadi nominator Festival Film Indonesia 2021 untuk kategori Kritikus Film Terbaik melalui artikel "Asih, Cermin Horor Indonesia Kontemporer" bersama rekan penulisnya, Agustinus Dwi Nugroho.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.