New Paralel Cinema”
 
Tradisi paralel sinema juga ternyata masih cukup dominan di era 90-an bahkan mampu bersaing dengan film-film mainstream. Ram Gopal Varma membuat sensasi melalui Satya (1998) yang mengisahkan tentang sisi gelap Kota Mumbai. Kelak film ini menginspirasi belasan sineas lokal lainnya yang merefleksikan masalah sosial di Kota Mumbai, termasuk pula Slumdog Millionare, yang baru lalu meraih Oscar. Beberapa film yang identik dengan paralel sinema diantaranya, Dil Se (1998) dan Yuva (2004) karya Mani Ratnam, Mr. and Mrs Iyer (2002) dan 15 Parks Avenue (2006) karya Aparna Sen, Maine Ghandi Ko Nahin Mara (2005) karya Jahnu Barua, serta masih banyak puluhan film lainnya.
Selain itu juga bermunculan sineas-sineas muda yang bekerja di luar India dan mereka kebanyakan tidak ingin kompromi dengan sensor ketat di negaranya, diantaranya Mira Nair, Deepa Mehta, dan Gurinder Chadha. Semakin populernya sinema India di barat membuat para produser luar tidak segan-segan mendukung mereka untuk memproduksi film-film yang mampu menterjemahkan kultur India ke penonton barat. Mira Nair adalah salah satu yang tersukses dan film-filmnya selalu menjadi favorit dalam berbagai ajang festival film bergengsi di dunia. Nair mengawali sensasinya melalui Salam Bombay! (1988) yang memotret kehidupan anak jalanan di kota Mumbai. Pada dekade mendatang ia memproduksi dua karya terbaiknya, yakni Missisipi Masala (1991) dan Moonsoon Wedding (2001). Deepa Mehta menarik perhatian internasional melalui trilogi, Fire (1996), Earth (1998) dan Water (2005) yang mengangkat tema feminisme. Sementara Gurinder Chadha memilih jalur konvensional dengan memproduksi film-film “western” masala, seperti Bhaji on the Beach (1993), Bend It Like Bekham (2002), serta Bride and Perjudice (2004).
Sinema India memiliki tradisi dan sejarah yang sangat panjang tidak cukup hanya dibahas dalam beberapa halaman saja. Industri film Hindi, Bengali, Tamil, Marathi, dan lainnya memiliki sejarahnya masing-masing. Salah satu faktor keberhasilan sinema India adalah keterlibatan pemerintah dalam mengontrol industri film mereka. Film-film asing dibatasi untuk masuk ke India sehingga film-film lokal mampu berjaya di negaranya. Industri film India kini termasuk salah satu industri film terbesar dan tersubur di dunia. Sinema India juga dikenal dengan sensor yang sangat ketat bahkan untuk adegan ciuman sekalipun masih dianggap tabu. Terlepas dari prestasinya, Industri film India juga dikecam seperti adanya indikasi pencucian uang serta masalah plagiarisme. Namun demikian tetap saja ini tidak mengurangi daya tarik penonton asing untuk menonton film-film Bollywood.
1
2
3
4
5
Artikel SebelumnyaPather Panchali, Film Neorealisme ala Bengali
Artikel BerikutnyaDari Redaksi mOntase
Hobinya menonton film sejak kecil dan mendalami teori dan sejarah film secara otodidak setelah lulus dari studi arsitektur. Ia mulai menulis artikel dan mengulas film sejak tahun 2006. Karena pengalamannya, penulis ditarik menjadi staf pengajar di Akademi Televisi dan Film swasta di Yogyakarta untuk mengajar Sejarah Film, Pengantar Seni Film, dan Teori Film sejak tahun 2003 hingga tahun 2019. Buku film debutnya adalah Memahami Film (2008) yang memilah seni film sebagai naratif dan sinematik. Buku edisi kedua Memahami Film terbit pada tahun 2018. Buku ini menjadi referensi favorit bagi para akademisi film dan komunikasi di seluruh Indonesia. Ia juga terlibat dalam penulisan Buku Kompilasi Buletin Film Montase Vol. 1-3 serta 30 Film Indonesia Terlaris 2012-2018. Ia juga menulis Buku Film Horor: Dari Caligari ke Hereditary (2023) serta Film Horor Indonesia: Bangkit Dari Kubur (2023). Hingga kini, ia masih menulis ulasan film-film terbaru di montasefilm.com dan terlibat dalam semua produksi film di Komunitas Film Montase. Film- film pendek arahannya banyak mendapat apresiasi tinggi di banyak festival, baik lokal maupun internasional. Baru lalu, tulisannya masuk dalam shortlist (15 besar) Kritik Film Terbaik dalam Festival Film Indonesia 2022. Sejak tahun 2022 hingga kini, ia juga menjadi pengajar praktisi untuk Mata Kuliah Kritik Film dan Teori Film di Institut Seni Indonesia Yogyakarta dalam Program Praktisi Mandiri.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.