Perkembangan dan Pasang Surut Era 1950 – 1975

Selain Shaw Brothers yang memiliki Melayu Film Production (MFP), mulai banyak bermunculan studio-studio film, seperti Nusantara Film serta Rimau Film Productions yang kelak berganti Keris Film Productions. Keris Film kemudian bergabung dengan perusahaan Cathay milik seorang miliarder Loke Wan Tho dan berganti nama menjadi Cathay-Keris Film Productions (CKFP). Gabungan kedua perusahaan ini menjadi pesaing utama Shaw Brothers. Keduanya sama-sama beroperasi di Singapura. Sekalipun banyak studio film bermunculan namun perkembangan industri tidak seperti yang diharapkan sehingga hanya dua studio ini saja yang kelak bertahan. Bea produksi yang mahal dan penurunan drastis jumlah penonton menjadi sebab banyak studio menghentikan operasinya. Tercatat sejak era 1950-an hingga 1960-an rata-rata tiap tahunnya diproduksi hanya 10 sampai 15 film saja.

Persaingan MFP dan CKFP tak terelakkan lagi. Melayu Film memproduksi kisah kepahlawanan Hang Tuah (1956) arahan sutradara India, Phani Majumdar yang sudah diproduksi menggunakan teknologi warna. P. Ramlee membintangi film ini dan sukses dalam ajang East Asia Film Festival. Tak mau kalah, Cathay-Keris juga memproduksi film kepahlawanan sejenis, Hang Jebat (1961). MFP dan CKFP sendiri sebelum menutup usahanya memproduksi masing-masing 3 film yang semuanya diproduksi berwarna. Diantaranya MFP memproduksi Ribut (1956) dan Hang Tuah dan Raja Bersiong (1963) sementara CKFP memproduksi Buluh Perindu (1953) dan Cinta Gadis Rimba (1958).

Ramlee boleh jadi adalah aktor legendaris yang paling sukses di negeri ini. Bakatnya tidak hanya sebatas aktor namun juga penulis, komposer, hingga sutradara. Ia selalu membintangi semua film yang disutradarainya. Jumlahnya lebih dari 30 film yang hampir seluruhnya mengandung unsur musikal. Karirnya di dunia film dimulai sejak Cinta (1948) hingga Laksamana Do Re Mi (1973). Sementara debut sutradara ia mulai melalui Penarik Bechak (1955) dan karirnya semakin melejit setelah bermain dalam seri komedi populer, Bujang Lapok bersama Aziz Shattar dan S. Shamsuddin. Seri ini dimulai dari Bujang Lapok (1957) dan sukses diikuti oleh tiga sekuelnya. Di film-film ini, Ramlee menyutradarai, membintangi, menulis naskahnya, hingga penata musik dan lagu. Sepanjang karirnya, Ramlee banyak meraih penghargaan baik domestik maupun level Asia, serta gelar dan penghargaan khusus lainnya dari institusi dan pemerintah Malaysia.

Baca Juga  Gerakan Sinema Mandiri

1
2
3
4
Artikel SebelumnyaNo Other Woman, Menjual Glamor dan Sensualitas
Artikel BerikutnyaSekilas Sinema Filipina
Agustinus Dwi Nugroho lahir di Temanggung pada 27 Agustus 1990. Ia menempuh pendidikan Program Studi Film sejak tahun 2008 di sebuah akademi komunikasi di Yogyakarta. Di sinilah, ia mulai mengenal lebih dalam soal film, baik dari sisi kajian maupun produksi. Semasa kuliah aktif dalam produksi film pendek baik dokumenter maupun fiksi. Ia juga lulus dengan predikat cum laude serta menjadi lulusan terbaik. Ia mulai masuk Komunitas Film Montase pada tahun 2008, yang kala itu masih fokus pada bidang apresiasi film melalui Buletin Montase, yang saat ini telah berganti menjadi website montasefilm.com. Sejak saat itu, ia mulai aktif menulis ulasan dan artikel film hingga kini. Setelah lulus, ia melanjutkan program sarjana di Jurusan Ilmu Komunikasi di salah satu perguruan tinggi swasta di Jogja. Penelitian tugas akhirnya mengambil tema tentang Sinema Neorealisme dan membandingkan film produksi lokal yang bertema sejenis. Tahun 2017, Ia menyelesaikan studi magisternya di Program Pascasarjana Jurusan Pengkajian Seni di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta dengan minat utama film. Penelitian tesisnya terkait dengan kajian narasi dan plot sebuah film. Saat ini, ia tercatat sebagai salah satu staf pengajar di Program Studi Film dan Televisi, ISI Yogyakarta mengampu mata kuliah teori, sejarah, serta kajian film. Ia juga aktif memberikan pelatihan, kuliah umum, seminar di beberapa kampus, serta menjadi pemakalah dalam konferensi Internasional. Biodata lengkap bisa dilihat dalam situs montase.org. Prestasi besar terakhirnya adalah menjadi nominator Festival Film Indonesia 2021 untuk kategori Kritikus Film Terbaik melalui artikel "Asih, Cermin Horor Indonesia Kontemporer" bersama rekan penulisnya, Miftachul Arifin.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.