Sherlock Holmes adalah film aksi-detektif garapan sineas Inggris, Guy Ritchie. Ritchie sebelumnya kita kenal dengan film-film kriminal uniknya macam Lock, Stock, and Smocking Barrels (1998), Snatch (2000) serta RockNRolla (2008). Film ini dimainkan bintang-bintang top seperti Robert Downey Jr., Jude Law, serta Rachel McAdams.
Awal kisahnya, sang detektif jenius, Sherlock Holmers (Downey) bersama koleganya Dr. Watson (Law) berhasil membekuk tersangka pembunuh Lord Blackwood ketika tengah melakukan sebuah ritual sesat. Blackwood dihadapkan pada hukuman gantung. Setelah beberapa waktu terdengar berita menggemparkan bahwa Blackwood bangkit dari kuburnya. Holmes dan Watson berusaha mengusut hal ini yang membawa mereka ke misteri yang semakin pelik. Sementara Irine Adler (McAdams), seorang pencuri wahid yang merupakan pujaan hati Holmes juga membawa masalah baru bagi sang detektif.
Di awal film sentuhan Ritchie sudah terasa benar melalui sentuhan komedinya baik menggunakan aksi dan dialog. Gaya khas Ritchie, yakni menggunakan kilas-depan dan flashback disajikan dengan unik dan kadang menggunakan slow-motion, seperti imajinasi Holmes sebelum ia melumpuhkan lawan tarungnya. Namun sayangnya Ricthie yang kita kenal film-filmnya dengan plot yang rumit (multiplot) dan tempo cerita cepat jutru tidak tampak dalam filmnya kali ini. Alur kisah Holmes sekalipun banyak mengandung unsur misteri namun tetap saja mudah untuk kita duga. Penjelasan ilmiah sang detektif jenius yang terasa menarik pada awalnya namun lambat laun terasa membosankan ditambah pula sering menggunakan bahasa-bahasa ilmiah yang kita sendiri tidak mengerti (baca: tidak perlu dimengerti). Intinya kita semua tahu bahwa semuanya ada penjelasan ilmiahnya dan bukan hal yang sifatnya mistik.
Bicara tokoh-tokohnya, Holmes adalah satu-satunya tokoh yang menarik dalam film ini. Entah bagaimana karakter Sherlock Holmes asli dalam novelnya namun sang detektif kini digambarkan adalah sosok yang jenius, nekat, serta mahir (baca: senang) berkelahi, jauh dari sosok detektif yang hanya mengandalkan otak semata tanpa otot. Belum lagi aksen Inggris sang aktor (Downey Jr.) yang tidak terlalu kental beda halnya dengan Jude Law yang memang asli orang Inggris. Dr. Watson sebagai tokoh pendukung tampak tidak banyak memiliki peran yang berarti terlebih lagi karakter Irine. Dengan kejeniusannya Holmes rasanya bisa bekerja sendirian tanpa Watson untuk mengusut kasus ini. Kemampuan Watson secara fisik justru lebih sering digunakan ketimbang keahliannya sebagai seorang dokter.
Sherlock Holmes bisa dibilang tanggung jika kita lihat dari konteks gaya sang sineas. Campur tangan pihak studio besar (WB) bisa jadi yang membuat gaya khas sang sineas kini sedikit mengendur. Adegan aksi yang tak perlu seringkali dipaksakan. Unsur misteri yang semestinya menjadi karakter utama genre detektif-misteri juga tidak terlalu terasa karena banyak hal sudah bisa kita duga. Hanya unsur komedi yang rasanya cukup pas porsinya namun ini justru mengurangi nilai “keseriusan” filmnya. Satu-satunya nilai plus filmnya hanyalah setting kota London masa silam yang sangat menawan dan meyakinkan. Sebagai penutup, Holmes adalah sebuah tontonan yang menghibur namun sebagai tontonan serius film ini tidak bisa kita harapkan. (C)