Sherlock Holmes (2009)
128 min|Action, Adventure, Mystery|25 Dec 2009
7.6Rating: 7.6 / 10 from 679,244 usersMetascore: 57
Detective Sherlock Holmes and his stalwart partner Watson engage in a battle of wits and brawn with a nemesis whose plot is a threat to all of England.

Sherlock Holmes adalah film aksi-detektif garapan sineas Inggris, Guy Ritchie. Ritchie sebelumnya kita kenal dengan film-film kriminal uniknya macam Lock, Stock, and Smocking Barrels (1998), Snatch (2000) serta RockNRolla (2008). Film ini dimainkan bintang-bintang top seperti Robert Downey Jr., Jude Law, serta Rachel McAdams.

Awal kisahnya, sang detektif jenius, Sherlock Holmers (Downey) bersama koleganya Dr. Watson (Law) berhasil membekuk tersangka pembunuh Lord Blackwood ketika tengah melakukan sebuah ritual sesat. Blackwood dihadapkan pada hukuman gantung. Setelah beberapa waktu terdengar berita menggemparkan bahwa Blackwood bangkit dari kuburnya. Holmes dan Watson berusaha mengusut hal ini yang membawa mereka ke misteri yang semakin pelik. Sementara Irine Adler (McAdams), seorang pencuri wahid yang merupakan pujaan hati Holmes juga membawa masalah baru bagi sang detektif.

Di awal film sentuhan Ritchie sudah terasa benar melalui sentuhan komedinya baik menggunakan aksi dan dialog. Gaya khas Ritchie, yakni menggunakan kilas-depan dan flashback disajikan dengan unik dan kadang menggunakan slow-motion, seperti imajinasi Holmes sebelum ia melumpuhkan lawan tarungnya. Namun sayangnya Ricthie yang kita kenal film-filmnya dengan plot yang rumit (multiplot) dan tempo cerita cepat jutru tidak tampak dalam filmnya kali ini. Alur kisah Holmes sekalipun banyak mengandung unsur misteri namun tetap saja mudah untuk kita duga. Penjelasan ilmiah sang detektif jenius yang terasa menarik pada awalnya namun lambat laun terasa membosankan ditambah pula sering menggunakan bahasa-bahasa ilmiah yang kita sendiri tidak mengerti (baca: tidak perlu dimengerti). Intinya kita semua tahu bahwa semuanya ada penjelasan ilmiahnya dan bukan hal yang sifatnya mistik.

Baca Juga  She Said

Bicara tokoh-tokohnya, Holmes adalah satu-satunya tokoh yang menarik dalam film ini. Entah bagaimana karakter Sherlock Holmes asli dalam novelnya namun sang detektif kini digambarkan adalah sosok yang jenius, nekat, serta mahir (baca: senang) berkelahi, jauh dari sosok detektif yang hanya mengandalkan otak semata tanpa otot. Belum lagi aksen Inggris sang aktor (Downey Jr.) yang tidak terlalu kental beda halnya dengan Jude Law yang memang asli orang Inggris. Dr. Watson sebagai tokoh pendukung tampak tidak banyak memiliki peran yang berarti terlebih lagi karakter Irine. Dengan kejeniusannya Holmes rasanya bisa bekerja sendirian tanpa Watson untuk mengusut kasus ini. Kemampuan Watson secara fisik justru lebih sering digunakan ketimbang keahliannya sebagai seorang dokter.

Sherlock Holmes bisa dibilang tanggung jika kita lihat dari konteks gaya sang sineas. Campur tangan pihak studio besar (WB) bisa jadi yang membuat gaya khas sang sineas kini sedikit mengendur. Adegan aksi yang tak perlu seringkali dipaksakan. Unsur misteri yang semestinya menjadi karakter utama genre detektif-misteri juga tidak terlalu terasa karena banyak hal sudah bisa kita duga. Hanya unsur komedi yang rasanya cukup pas porsinya namun ini justru mengurangi nilai “keseriusan” filmnya. Satu-satunya nilai plus filmnya hanyalah setting kota London masa silam yang sangat menawan dan meyakinkan. Sebagai penutup, Holmes adalah sebuah tontonan yang menghibur namun sebagai tontonan serius film ini tidak bisa kita harapkan. (C)

Artikel SebelumnyaAvatar
Artikel Berikutnya3 Hati 2 Dunia 1 Cinta
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.