Tak banyak film yang bicara soal perdagangan seks usia belia, dan tak banyak pula yang mencuri perhatian. Sound of Freedom adalah film biografi – crime thriller arahan Alejandro Monteverde. Film ini diinspirasi dari kisah sosok Tim Ballard yang menginisiasi Operation Undergrond Railroad, lembaga antiprofit perdagangan manusia. Film ini dibintangi pula beberapa bintang senior, yakni Jim Caviezel, Mira Sorvino and Bill Camp. Uniknya pula, film ini diproduseri oleh Eduardo Verástegui, seorang selebriti dan aktivis asal Meksiko yang peduli dengan isu-isu kemanusian. Siapa menyangka, film independen yang hanya berbujet USD 14,5 juta ini mampu meraih sukses fenomenal di rilis globalnya dengan meraih lebih USD 235 juta! Lantas apa istimewanya film ini?
Kisah film dibuka dengan sosok gadis cilik, Rocio, bersama adiknya, Miguel, diculik dengan modus model anak di sebuah wilayah di Honduras. Para penculik rupanya terlibat dalam satu komplotan pekerja seks anak di Kartagena, Kolombia. Sang ayah dan otoritas lokal pun tak mampu berbuat banyak. Di AS, Tim Ballard (Caviezel) adalah seorang agen khusus Homeland Security Investigation yang tugasnya menciduk para pedofil yang menyebarluaskan foto dan video pornografi anak. Melalui seorang pedofil yang menjadi targetnya, ia berhasil menyelamatkan seorang bocah yang ternyata adalah Miguel. Tergugah cerita dari Miguel, ia pun berniat untuk menyelamatkan sang kakak, Rocio, yang berarti ini melampaui wilayah jurisdiksinya.
Kisah yang sederhana, namun solid ini berjalan dengan tempo sedang yang terfokus pada sosok Ballard. Walau tak sulit diantisipasi kisahnya, sentuhan humanisnya memang sulit dielakkan. Sisi manusiawi kita dijamin tersentuh melihat nasib anak-anak malang yang menjadi korban. Melalui plotnya, kita dibawa masuk dalam satu proses pencarian Rocio yang intens ala “Mission Impossible”, melalui kolaborasi Ballard dengan pihak-pihak lokal. Satu sosok yang mencuri perhatian adalah Vampiro (Camp) yang bermain karismatik sebagai seorang eks gangster yang tobat dan kini justru membantu anak-anak yang terjebak perdagangan seks. Klimaksnya yang menegangkan ditutup dengan adegan menyentuh yang dijamin bakal melelehkan air mata siapa pun yang menonton.
Melalui isu dan tema humanis yang kuat, Sound of Freedom bekerja maksimal walau tak banyak eksplorasi bagi genrenya. Caviezel sebagai protagonis utama pun tak bermain buruk, sekalipun sosoknya terlihat “rapuh” dalam nyaris sepanjang filmnya. Satu lagi yang mencuri perhatian adalah penampilan emosional aktris cilik, Cristal Aparicio yang bermain sebagai Rocio. Satu poin kecil yang mengganjal dalam plotnya adalah sosok mantan ratu kecantikan, Giselle, yang menjadi otak pelaku utamanya melalui dalih perekrutan model anak. Dengan ketenarannya, bukankah mestinya mudah untuk melakukan investigasi pelakunya sejak awal (penculikan Rocio dan Miguel)?
Walau ini bukan masalah besar, Sound of Freedom mampu menggambarkan betapa luas dan kuatnya jaringan perdagangan seks anak, khususnya di Amerika latin. Jika benar semua fakta yang tersaji dalam epilog, tentu ini sangat memprihatinkan, di luar masalah dunia yang sudah gerah dengan isu lingkungan dan masalah kemanusiaan lainnya. Mimpi untuk umat manusia kelak bisa hidup dalam dunia penuh kedamaian rasanya hanya fantasi belaka. Setidaknya film ini mampu menyentil kita dengan cara yang efektif dan menyentuh.