Seolah kembali ke Januari 2022 dengan tren adopsi boneka arwah atau spirit doll di kalangan selebritas. Pun belum pernah lagi ada film horor boneka lainnya seusai The Doll 3 (2022). Kali ini rupanya giliran MD Pictures, melalui Blue Water Films dan Goldenscene Pictures memproduksi salah satu subgenre atau eksplorasi horor ini dengan judul Spirit Doll. Sebelumnya, produksi film-film horor boneka hanya dilakukan Hitmaker Studios melalui arahan Rocky Soraya dengan The Doll (2016) dan dua sekuelnya, serta Sabrina (2018). Spirit Doll diarahkan oleh Azhar Kinoi Lubis dengan Alim Sudio sebagai penulis, lalu diperankan Anya Geraldine, Samuel Rizal, Anantya Rezky, dan Elina Joerg. Walau agak terlambat dari viral spirit doll yang telah satu tahun berlalu, apa perbedaan Spirit Doll dengan horor boneka sebelumnya?
Keluarga kecil Dara (Anya), Darius (Rizal), dan Embun (Anantya) hancur gara-gara keterlibatan orang ketiga. Seusai melewati perceraian, Dara kembali ke layar perak dan bermain dalam film horor berjudul Spirit Doll. Sang aktris yang dijuluki Ratu Horor kembali mendapatkan popularitasnya. Namun, boneka properti syuting rupanya “tertarik” secara pribadi dengan Dara. Beberapa waktu setelah produksi selesai, teror pun mulai berdatangan dan menargetkan semua orang yang terlibat dengan Dara.
Horor boneka di Indonesia tidak akan lagi menjadi barang baru karena telah diawali oleh The Doll. Satu-satunya kesempatan untuk tetap membawa eksplorasi horor ini ke permukaan –lagi dan lagi—hanya lewat daya tawar dari unsur-unsur di dalamnya. Spirit Doll boleh jadi merasa belum pernah didahului karena istilah dan trennya di dunia nyata tampak baru terdengar di Indonesia pada waktu itu (Januari 2022). Namun, baik spirit doll atau boneka arwah maupun evil doll atau boneka setan pada dasarnya menggunakan konsep serupa, yakni boneka yang dirasuki roh jahat.
Satu-satunya perbedaan paling kentara antara pemanfaatan boneka dalam Spirit Doll dengan tiga seri The Doll dan Sabrina ialah sosok setannya. Spirit Doll terang-terangan memunculkan sang roh jahat yang oleh sineas diwujudkan menyerupai perpaduan genderuwo dan werewolf ala barat. Sayangnya, sama sekali tidak ada informasi mengenai sosok mengerikan tersebut. Walau perannya amat vital dan terhitung kerap muncul sebagai penyebab kematian beberapa tokoh, baik secara langsung maupun tak langsung (merasuki). Seakan memantik beragam dugaan dari bangku penonton bahwa bakal ada kelanjutan tentang berbagai informasi yang tak sempat dibuka dalam film ini. Apakah memang demikian?
Spirit Doll pun dengan percaya diri mengadaptasi plot horor barat, walau kenyataannya agak tergagap-gagap pada beberapa bagian dalam logika cerita. Berhasrat untuk menciptakan plot twist, tetapi malah melebarkan masalah internal keluarga Dara-Darius-Embun menjadi percintaan, perselingkuhan, dan kriminalitas. Lalu kemunculan tanggung bola api hingga dua kali tanpa ada lanjutan informasi. Apakah itu serangan teluh? Siapakah sasarannya? Lagipula tanpa itu sekalipun, sudah ada sang boneka arwah yang mampu menargetkan orang-orang. Pada akhirnya sang penulis menyiapkan satu scene khusus dengan serangkaian kilas balik sebagai penjelasan. Meski tidak lengkap.
Spirit Doll juga menampilkan sosok Dara Lazuardi yang dalam film dijuluki sebagai Ratu Horor tanpa kesan seram sama sekali. Sisi seram Dara hanya muncul belakangan. Bandingkan saja dengan Ratu Horor dalam perfilman Indonesia yang sebenarnya. Daripada disebut sebagai Ratu Horor hanya karena membintangi seabrek film horor (dalam cerita), Dara lebih cocok dianggap artis biasa dengan popularitas dan kehidupan glamornya. Tiga dimensi karakter tokoh Dara agak tidak sesuai. Diperparah dengan konsep busana dan tata rias untuknya yang kurang berhasil menunjukkan aura seorang Ratu Horor. Kendati demikian, setidaknya Anya mampu berakting dengan baik, sehingga semua kelemahan tersebut dapat “sedikit” diterima. Belum lagi karakter manajer Dara, Jenny (Elina), yang juga agak bermasalah.
Spirit Doll berharap mengangkat kembali horor boneka dari tren lama, tetapi tergagap-gagap menata skenarionya. Salah satu paling parah adalah latar belakang boneka dan roh jahatnya. Bahkan dua-duanya pun tidak memiliki nama. Tiga seri The Doll dan Sabrina masih mendingan. Minimal boneka-bonekanya bernama. Roh-roh jahat dalam Kajiman atau Qodrat saja punya nama. Walau fiktif. Unsur gore atau splatter lewat praktik “kepala putus” juga ternyata dilakukan pula oleh sineas selain Kimo dan Timo. Meski tak kerap terjadi dalam Spirit Doll. Tampaknya Blue Water dan MD sama-sama belum menemukan formula horor lain yang powerful, baik lewat faktor viral, konsep, maupun ide atau tema.