Star Wars: Episode VII – The Force Awakens (2015)

138 min|Action, Adventure, Sci-Fi|18 Dec 2015
7.7Rating: 7.7 / 10 from 1,011,547 usersMetascore: 80
As a new threat to the galaxy rises, Rey, a desert scavenger, and Finn, an ex-stormtrooper, must join Han Solo and Chewbacca to search for the one hope of restoring peace.

Seri Star Wars adalah salah satu ikon paling berpengaruh dalam sejarah sinema. Episode 4, 5, dan 6 bisa jadi adalah seri franchise terbaik hingga kini dan tak mampu sedikit pun didekati oleh Episode 1, 2, dan 3 sekalipun dibuat oleh sineas yang sama. Sang kreator, George Lucas kali ini sama sekali tidak terlibat dalam film ini dan sineas muda kawakan, J.J. Abrams (yang juga mengarahkan 2 film Star Strek) menggantikannya. Apakah sentuhan baru bisa membuat perubahan banyak dalam filmnya kali ini? Rasanya tidak juga.

Alkisah sang Jedi legendaris, Luke Skywalker menghilang. Kekaisaran yang kini beralih nama, The First Order mencarinya karena dianggap sebagai ancaman besar. Jendral dari pemberontak (Putri Leia) mengutus pilot terbaiknya bersama robot kecil BB-8 untuk mencari info keberadaan Luke di Planet Jakku. The First Order berhasil melacak mereka dan si robot berhasil lolos dari serangan storm troopers. Rey, gadis muda pencari besi rongsokan tak sengaja bertemu dengan sang robot. Sementara Finn, mantan stroom troopers yang membelot juga tak sengaja bertemu dengan Rey. Petualangan seru pun dimulai.

Plot Star Wars kali ini adalah tipikal plot film petualangan masa kini yang bergerak cepat dan dinamis. Cerita bergerak nyaris tanpa henti dengan sedikit jeda. Penonton tidak mendapat banyak latar belakang cerita tentang Rey, Finn, atau Kylo Ren namun penonton tidak lagi perlu mendapat latar cerita tentang Han Solo, Chewbacca, Leia, dan lainnya. Satu hal yang menjadi kelemahan, plot seri ke-7 ini hanyalah kombinasi dari plot episode 4, 5, dan 6 dengan sedikit sentuhan baru di sana-sini. Fans sejati Star Wars pasti tahu betul ini dan membuat segala perkembangan cerita menjadi mudah diprediksi. Amat disayangkan sekali. Episode 1, 2, dan 3 memang tidak bisa dibilang istimewa namun Lucas berhasil membuat kisahnya sama sekali baru. Bisa jadi tribute seperti ini yang diinginkan Abrams dan ia memang berhasil mengadopsi segalanya yang terbaik dari tiga seri ini.

Baca Juga  Transformers One

Tokoh-tokoh baru seperti Rey, Finn, robot BB-8 dan Kylo Ren memang menjadi warna baru dalam filmnya. Rey dengan karakternya yang maskulin dan pintar hal mekanik, lalu Finn dengan sentuhan humornya, BB-8 yang mampu menggantikan sosok R2D2, hingga Kylo Ren walau tampak sekali dipaksakan menggantikan Darth Vader, namun semua karakter ini cukup membawa sentuhan segar dalam filmnya. Lalu sosok lama, Han, Chewbacca dan Leia masih konsisten dengan karakter mereka sebelumnya dan beberapa tokoh figuran dalam Return of The Jedi juga muncul kembali.

Terlepas dari kelemahan plotnya, sensasi nostalgia bakal menjadi sensasi tersendiri bagi para fans sejati Star Wars yang hidup pada eranya atau setelahnya. Sejak opening dengan teks bergerak ke atas dan ilustrasi musik membahana yang khas tentu cukup membuat fans Star Wars merinding. Sekuen-sekuen aksi khas Star Wars, perang pesawat angkasa, pertarungan light saber, pertarungan senjata laser storm troopers, serta sentuhan humornya memang sangat menghibur. Seri Star Wars terdahulu kita kenal dengan kekuatan ilustrasi musiknya, seperti Imperial March (Vader’s theme) atau Duel of Fates (Episode 1), amat disayangkan kini tidak sekuat dulu.

Star Wars: The Force Awakens menampilkan segalanya yang diinginkan fans Star Wars namun inti plotnya hanya merupakan pengulangan dan kombinasi tiga film orisinilnya. Sekuen aksi yang dinamis tanpa henti pasti sangat disukai penonton masa kini sementara fans sejati Star Wars yang sudah faham betul dengan franchise ini sepertinya hanya bisa merasakan sensasi nostalgia semata. Tidak lebih. Yes, the force is back but its not strong as before. Semoga kedua episode berikutnya lebih baik dan orisinil dari film pembuka ini.

MOVIE TRAILER

PENILAIAN KAMI
Overall
80 %
Artikel SebelumnyaMad Max Fury Road Berjaya di Critics Choice Award 2016
Artikel BerikutnyaStarWars Pecahkan Semua Rekor Box Office!
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). A lifelong cinephile, he developed a profound passion for film from an early age. After completing his studies in architecture, he embarked on an independent journey exploring film theory and history. His enthusiasm for cinema took tangible form in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience eventually led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched students’ understanding through courses such as Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended well beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, Understanding Film, an in-depth examination of the essential elements of cinema, both narrative and visual. The book’s enduring significance is reflected in its second edition, released in 2018, which has since become a cornerstone reference for film and communication scholars across Indonesia. His contributions to the field also encompass collaborative and editorial efforts. He participated in the compilation of Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1–3 and 30 Best-Selling Indonesian Films 2012–2018. Further establishing his authority, he authored Horror Film Book: From Caligari to Hereditary (2023) and Indonesian Horror Film: Rising from the Grave (2023). His passion for cinema remains as vibrant as ever. He continues to offer insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com while actively engaging in film production with the Montase Film Community. His short films have received critical acclaim at numerous festivals, both nationally and internationally. In recognition of his outstanding contribution to film criticism, his writing was shortlisted for years in a row for Best Film Criticism at the 2021-2024 Indonesian Film Festival. His dedication to the discipline endures, as he currently serves as a practitioner-lecturer in Film Criticism and Film Theory at the Indonesian Institute of the Arts Yogyakarta, under the Independent Practitioner Program from 2022-2024.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses