bangkitnya penonton bioskop

Spider-Man: No Way Home (NWH) adalah sebuah anomali box-office di seluruh dunia. Hingga artikel ini ditulis, NWH sudah meraih sukses USD 1,775 miliar yang kini telah menempati urutan nomor 6 sebagai film terlaris sepanjang masa di dunia. Sebuah anomali, karena sukses luar biasa ini ada di era pandemi berkepanjangan yang tak kunjung usai. Sukses NWH pun dibayangi oleh Virus Covid-19 varian Omicron yang hingga kini pun masih dominan menyebar secara global. Satu lagi adalah tidak rilisnya film ini di Tiongkok, yang kita kenal sebagai lumbung utama penonton global selain di AS. Bisa jadi, jika film ini rilis di sana dijamin angkanya bakal melewati USD 2 miliar. Apakah ini petanda bagus bangkitnya penonton bioskop global?

Di AS sendiri, NWH kini menjadi film terlaris keempat terlaris sepanjang masa dengan mendekati angka USD 750 juta. Pencapaian ini jelas luar biasa seolah pandemi tidak eksis. Begitu pun di negara-negara pencetak box-office besar lainnya, sebut saja Inggris (USD 120 juta), Meksiko (USD 74 juta), Korea Selatan (USD 59 juta), Australia (USD 53 juta), Perancis (USD 53 juta), Jerman (USD 43 juta), Rusia (USD 43 juta), dan bahkan di Indonesia sendiri (USD 24,6 juta). Seperti halnya di AS, angka ini sudah terhitung di atas rata-rata jika dalam situasi normal.

Apakah ini lantas bisa dianggap jika penonton bioskop global kini sudah kembali? Ditilik dari angka memang bisa dikatakan begitu. Tapi jika kita lihat perolehan box-office global dalam 6 bulan belakangan, faktor (judul) film bisa jadi punya andil besar. Rilis film-film Marvel Cinematic Universe (MCU) lainnya di tahun 2021, faktanya tidak ada yang melewati angka USD 500 juta. Ini hal yang tak biasa bagi pencapaian box-office film-film MCU. Tiga film MCU yang rilis di tahun 2019, sebelum pandemi, yakni Captain Marvel, Spider-Man Far from Home, dan Avengers: Endgame, semuanya berada di atas angka USD 1 miliar. Di luar NWH, di tahun 2021 ada dua film yang paling dekat dengan angka USD 1 miliar, yakni No Time to Die (USD 774 juta) dan F9: The Fast Saga (USD 726). Sisanya ada di seputar atau di bawah angka USD 500 juta. Apa ini lantas bisa dianggap penonton global sudah kembali? Sepertinya belum.

Tiongkok adalah satu-satunya negara yang rasanya tidak terpengaruh dengan situasi pandemi. Tiga filmnya di tahun 2021 mencapai angka fenonemal hanya pada rilis domestik saja, yakni Detective Chinatown 3 (USD 686 juta), Hi Mom (USD 822 juta), dan The Battle of Lake Changjin. Bayangkan di AS sendiri, di luar NWH tentunya, hanya ada 2 film yang mencatat angka USD 200 juta sepanjang tahun 2021, yakni Venom: Let There Be Carnage (USD 213 juta) serta Shang-chi and the Legend of the Ten Rings (USD 224 juta). Bisa dibayangkan, bagaimana jika NWH rilis di Tiongkok? Untuk gambaran saja di tahun 2019, Spider-Man: Far from Home mendapat raihan USD 198 juta hanya di Tiongkok saja. Kebijakan pemerintah lokal untuk tidak merilis film-film Hollywood di tahun 2021 lalu, bisa menjadi penyebab mengapa raihan box-office film domestik mereka begitu tinggi.

Baca Juga  Fenomena “Blackanda”

Lalu bagaimana di Indonesia sendiri? Sebelum NWH datang, rasanya belum ada film yang cukup kuat untuk bisa dikatakan sukses. Selain Makmum 2, tidak ada film yang menembus 500.000 penonton. Sementara Makmum 2, hingga kini pun masih tayang dan telah meraih 1.750.000 penonton. Wow, untuk masa pandemi dengan jumlah bangku bioskop yang belum 100%, angka ini tergolong istimewa. Namun, ada yang beranggapan bahwa sukses Makmum 2 terbawa oleh sukses NWH karena rilis dua film tersebut yang bersamaan. Bisa jadi benar, bisa tidak, ini butuh riset tersendiri, namun angka berbicara. Kita lihat besok, jika dalam waktu dekat ada film kita bisa mencapai lebih dari 1 juta penonton, bisa jadi anggapan ini keliru.

Tapi memang jika dibandingkan NWH, pencapaian Makmum 2 bukan apa-apa karena jika dihitung rata-rata harga tiket (2021-2022) adalah Rp 40.000 (USD 2,78), maka tercatat USD 24,6 juta dibagi USD 2,78 adalah 8.848.920 penonton! Film terlaris sepanjang masa kita saja tidak ada yang menembus angka 7 juta penonton. Jika bukan pada masa pandemi, angka ini dijamin bakal melebihi 10 juta penonton. Dari info satu bioskop besar di Jogja yang hanya 2 layar saja menayangkan NWH, perolehan pengunjung per harinya (selama NWH tayang) minimal 1800-2000 penonton per harinya. Bagaimana pula bioskop yang hampir seluruh layarnya menayangkan NWH? Ini adalah pencapaian yang sungguh istimewa dan bisa jadi berita bagus buat industri film Indonesia.

Apakah ini lantas sudah bisa dikatakan bahwa penonton lokal sudah bangkit? Rasanya belum juga. Waktu yang akan membuktikan bahwa penonton bioskop kita telah kembali seperti dulu. Terbukti jika filmnya amat kuat, penonton tidak akan ragu menonton di bioskop. Ketakutan pihak bioskop terhadap tayangan platform streaming (OTT) yang kini menjadi tren bisa jadi tidak terbukti walau memang masih menjadi ancaman terbesar. Secara global pun, setelah NWH, belum ada film yang mampu menjadi daya tarik kuat. Kita tunggu saja, apakah film-film besar yang tayang di musim panas depan, mampu mengembalikan penonton bioskop global maupun domestik? Kabar baik terkini dari bioskop kita, film drama Kukira Kau Rumah yang baru 5 hari tayang, telah meraih lebih dari 700.000 penonton. Apakah ini berarti bangkitnya penonton bioskop?

Sumber:

boxofficemojo.com

filmindonesia.or.id

1
2
Artikel SebelumnyaThe Long Night
Artikel BerikutnyaDeath on the Nile
His hobby has been watching films since childhood, and he studied film theory and history autodidactically after graduating from architectural studies. He started writing articles and reviewing films in 2006. Due to his experience, the author was drawn to become a teaching staff at the private Television and Film Academy in Yogyakarta, where he taught Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory from 2003 to 2019. His debut film book, "Understanding Film," was published in 2008, which divides film art into narrative and cinematic elements. The second edition of the book, "Understanding Film," was published in 2018. This book has become a favorite reference for film and communication academics throughout Indonesia. He was also involved in writing the Montase Film Bulletin Compilation Book Vol. 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Additionally, he authored the "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). Until now, he continues to write reviews of the latest films at montasefilm.com and is actively involved in all film productions at the Montase Film Community. His short films have received high appreciation at many festivals, both local and international. Recently, his writing was included in the shortlist (top 15) of Best Film Criticism at the 2022 Indonesian Film Festival. From 2022 until now, he has also been a practitioner-lecturer for the Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts in the Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.