Teenage Mutant Ninja Turtles: Mutant Mayhem (2023)
99 min|Animation, Action, Adventure|02 Aug 2023
7.2Rating: 7.2 / 10 from 75,640 usersMetascore: 74
The Turtle brothers work to earn the love of New York City while facing down an army of mutants.

Teenage Mutant Ninja Turtles: Mutant Mayhem adalah film yang kesekian kalinya sejak seri ini diproduksi tahun 1990. Film animasi ini digarap oleh Jeff Rowe dengan diisi suara oleh Micah Abbey, Shamon Brown Jr., Nicolas Cantu, dan Brady Noon, sebagai empat tokoh utamanya. Sementara bintang-bintang besar turut pula mengisi suara, yakni Rose Byrne, John Cena, Jackie Chan, Ice Cube, Giancarlo Esposito, Post Malone, Ayo Edibiri, Seth Rogen, Paul Rudd, hingga Maya Rudolph. Akankah reboot terbarunya ini mampu memberi sesuatu yang baru bagi serinya?

Lima belas tahun lamanya, empat kura-kura mutan, yakni Donatello, Michelangelo, Leonardo, dan Raphael tinggal bersama ayah mereka, tikus mutan bernama Splinter (Chan) di gorong-gorong Kota New York. Splinter melarang mereka untuk bergaul dengan manusia karena trauma masa lalunya. Namun sebaliknya, Donatello dan tiga saudaranya justru melihat dunia manusia yang penuh warna dan gairah. Dengan dibantu rekan manusia bernama April (Edibiri), empat bersaudara kura-kura ini bertekad untuk mengambil hati warga New York dengan membekuk kriminal besar bernama Superfly (Cube). Namun rupanya, sosok Superfly adalah tak seperti yang mereka pikir.

Seri ini diproduksi pertama kalinya melalui Teenage Mutant Ninja Turtles (1990) yang suksesnya berlanjut hingga dua sekuelnya dalam tiga tahun. Setelah absen lama, film sekuel berupa animasi diproduksi melalui TMNT (2007) yang cukup sukses komersial. Namun sebelum dibuat sekuelnya, Nickelodeon keburu membeli hak cipta seri ini dan memutuskan untuk membuat ulang seri ini melalui Teenage Mutant Ninja Turtles (2014) dan satu sekuelnya. Sineas kondang Michael Bay turut menjadi produser dua film ini. Setelah seri keduanya gagal secara komersial, sekuelnya tidak pernah diproduksi hingga kini akhirnya di-reboot ulang kembali oleh Mutant Mayhem.

Kisah Mutant Mayhem pun tak jauh berbeda yang kini kembali mengisahkan latar belakang tokoh-tokoh utamanya, namun dengan gaya animasi yang unik. Sekilas, gaya animasinya mirip-mirip seri Spider-Verse, namun kini terasa seperti gambar lukisan yang amat nyaman untuk dinikmati . Ini sungguh terasa sebagai penyegaran visual di antara dominasi film animasi 3D yang rilis dalam dua dekade ini. Seluruh segmen aksinya mampu disajikan secara apik dan menghibur. Tidak hanya secara visual namun juga dominasi sisi komedinya yang mempu memberi tendangan lebih.

Baca Juga  Everything Everywhere All at Once

Sisi komedinya seringkali menggunakan banyolan film dan musik, atau budaya populer lain yang disentil sepanjang filmnya. Bagi yang akrab dengan film-film dan seri populer, nyaris separuh banyolan dialognya adalah tentang ini, misal saja Batman, Seri She-Hulk, Mark Ruffalo hingga Attack on the Titan. Lalu sisi musik lebih sering menggunakan nomor-nomor pop dan hip hop lawas yang akrab ditelinga penonton yang sudah berumur. Lagu-lagu lawas ini yang membuat filmnya menjadi lebih enerjik dan pas mengiringi tiap adegannya. Satu yang mengesankan salah satunya adalah segmen aksi kejar-mengejar yang diiringi lantunan What’s Up (4 Non Blondes).

Melalui sisi humor (dialog) dan gaya animasinya yang unik, Teenage Mutant Ninja Turtles: Mutant Mayhem adalah yang terbaik dan paling menghibur sejak seri ini eksis. Lalu tentu tak bisa dilupakan adalah para pengisi suaranya yang nyaris seluruhnya berkesan kuat. Tercatat satu yang paling mencuri perhatian adalah sosok SuperFly yang diisi oleh Ice Cube. Saking lucunya polah para karakter dalam film ini, penonton yang duduk di seberang bangku saya, nyaris tertawa terbahak sepanjang filmnya. Walau agak menggangu, namun apa yang disajikan memang sangat lucu. Dari semua film blockbuster yang dirilis pada musim panas ini rasanya Mutant Mayhem adalah film yang paling menghibur. Dengan pesan keluarga, persahabatan, dan keberagaman yang kuat, film ini aman untuk ditonton seluruh anggota keluarga.

1
2
PENILAIAN KAMI
overall
80 %
Artikel SebelumnyaZom 100: The Bucket List of the Dead
Artikel BerikutnyaThe Moon
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). A lifelong cinephile, he developed a profound passion for film from an early age. After completing his studies in architecture, he embarked on an independent journey exploring film theory and history. His enthusiasm for cinema took tangible form in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience eventually led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched students’ understanding through courses such as Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended well beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, Understanding Film, an in-depth examination of the essential elements of cinema, both narrative and visual. The book’s enduring significance is reflected in its second edition, released in 2018, which has since become a cornerstone reference for film and communication scholars across Indonesia. His contributions to the field also encompass collaborative and editorial efforts. He participated in the compilation of Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1–3 and 30 Best-Selling Indonesian Films 2012–2018. Further establishing his authority, he authored Horror Film Book: From Caligari to Hereditary (2023) and Indonesian Horror Film: Rising from the Grave (2023). His passion for cinema remains as vibrant as ever. He continues to offer insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com while actively engaging in film production with the Montase Film Community. His short films have received critical acclaim at numerous festivals, both nationally and internationally. In recognition of his outstanding contribution to film criticism, his writing was shortlisted for years in a row for Best Film Criticism at the 2021-2024 Indonesian Film Festival. His dedication to the discipline endures, as he currently serves as a practitioner-lecturer in Film Criticism and Film Theory at the Indonesian Institute of the Arts Yogyakarta, under the Independent Practitioner Program from 2022-2024.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses