Terminator Salvation (2009)

115 min|Action, Adventure, Sci-Fi|21 May 2009
6.5Rating: 6.5 / 10 from 371,733 usersMetascore: 49
In 2018, a mysterious new weapon in the war against the machines, half-human and half-machine, comes to John Connor on the eve of a resistance attack on Skynet. But whose side is he on, and can he be trusted?

Satu film musim panas yang paling ditunggu-tunggu para pecinta film, yakni Terminator Salvation (TS) akhirnya dirilis. Film ini merupakan prekuel dari seri film Terminator sebelumnya, yaitu The Terminator (1984), Terminator 2: Jugdment Day (1991), dan terakhir Terminator 3: Rise of the Machine (2003). McG yang kita kenal melalui seri Charlie’s Angels, kali ini dipercayakan menggarap filmnya. Aktor yang kini tengah naik daun, Christian Bale bermain sebagai John Connor.

Cerita filmnya yang berlatar tahun 2018 berkisah tentang latar-belakang peristiwa pada seri Terminator sebelumnya setelah Jugdment Day terjadi. Plot filmnya secara garis besar menggambarkan perlawanan pihak manusia yang dipimpin oleh John Connor (Bale) dengan pihak mesin (Skynet). Pihak Skynet sederhananya hanya menginginkan ras manusia musnah dengan terus memburu manusia dari satu tempat ke tempat lain entah untuk tujuan apa. Sementara pihak manusia berada dalam situasi sulit yang rasanya tidak mungkin akan mereka menangkan. Pihak Skynet membuat prioritas target manusia yang mereka buru, nomor dua adalah John Connor, dan nomor satu, Kyle Reese (ayah Connor) yang masih remaja.

Coba kita cermati sebentar. Connor jelas diburu karena ia adalah pimpinan perlawanan, tapi Reese (???). Darimana pihak Skynet tahu jika Reese adalah ayah Connor??. Ok.. jika memang mereka tahu, penyelesaiannya jelas mudah bukan. Pihak Skynet kelak tidak perlu mengirim Terminator untuk memburu Sarah Connor, dan tentunya Reese tidak akan dikirim ke masa lalu, dan John Connor tidak akan pernah lahir. Tapi pilihan sulit karena jika Terminator tidak dikirim maka Skynet tidak akan pernah ada… Bingung? same here. Kuncinya jelas John Connor. Tanpa dia semua ini tidak akan pernah terjadi. Why didn’t he just shot himself? Semuanya akan selesai. Konyol sekali bukan… Prekuel seri Terminator (plot film TS) mestinya tidak perlu ada karena pertempuran mesin vs manusia sesungguhnya telah terjadi di masa lalu. Siapa peduli tentang masa depan?

Baca Juga  Spider-Man: Into the Spider-Verse

Seperti telah disinggung diatas, satu keunggulan dan keunikan plot Terminator adalah pertarungan manusia vs mesin dari masa depan yang terjadi di masa lalu. Pihak manusia mengirim sosok pelindung untuk menghadapi mesin pembunuh Skynet yang selalu lebih superior. Plot ini tentunya menjanjikan sebuah aksi seru yang menegangkan sepanjang filmnya. Terminator is about action movie.. Plot TS jelas tidak mungkin menggunakan formula sama namun film ini memungkinkan untuk menyajikan sebuah aksi seru gila-gilan. Memang apa lagi yang penonton harapkan? Ini pun tidak ada dalam filmnya. Satu-satunya sekuen aksi lumayan terdapat pada pertengahan cerita, itu pun tidak melibatkan John Connor. Sekuen klimaks yang sepertinya menjanjikan sebuah pertempuran super seru cuma ada pada impian kita saja.

Sineas kawakan, James Cameron yang menggarap dua film Terminator pertama telah memproduksi sebuah film aksi-fiksi ilmiah yang sulit ditandingi film aksi manapun. T2 bahkan bisa dianggap sebagai film aksi terbaik sepanjang masa dengan sekuen-sekuen aksinya yang sangat berkualitas. Separuh kekuatan dua film ini ada pada ilustrasi musik menghentak yang mampu menjadi roh filmnya. Satu penyebab kegagalan T3 adalah faktor ini demikian pula halnya dengan TS. Komposer kawakan Danny Elfman juga tidak mampu mengembalikan roh filmnya seperti pada dua film pertama. Satu faktor lain yang jelas hilang adalah sosok dan pesona Arnold Schwarzenneger sebagai sang Terminator namun rekayasa digital mampu memberikan sedikit kejutan pada klimaks filmnya. Bicara soal pemain, entah mengapa sepanjang filmnya citra Christian Bale masih melekat pada sosok Bruce Wayne ketimbang John Connor.

Dari semua sisi TS seolah terputus dengan film-film Terminator sebelumnya. Kalimat-kalimat trademark Terminator, yakni ” I’ll be back” serta “Come with me if u want to live” hanya diucapkan sekenanya dalam momen-momen biasa. Sepanjang filmnya, koneksi “emosional” TS dengan film sebelumnya (T2) hanya terjadi sewaktu lagu You Could Be Mine (Guns N’Roses) dilantunkan. Ketika lagu ini melantun, pikiran saya melayang jauh ke masa lalu ketika pertama kali menonton premiere film T2 di bioskop. Sebuah kenangan yang tak terlupakan. Entah sampai kini sudah berapa puluh kali saya melihat filmnya. Kepuasan yang sama sekali tidak saya dapatkan pada TS.

WATCH TRAILER

PENILAIAN KAMI
Overall
60 %
Artikel SebelumnyaNight at The Museum: Battle of the Smithsonian
Artikel BerikutnyaDrag Me To Hell
Hobinya menonton film sejak kecil dan mendalami teori dan sejarah film secara otodidak setelah lulus dari studi arsitektur. Ia mulai menulis artikel dan mengulas film sejak tahun 2006. Karena pengalamannya, penulis ditarik menjadi staf pengajar di Akademi Televisi dan Film swasta di Yogyakarta untuk mengajar Sejarah Film, Pengantar Seni Film, dan Teori Film sejak tahun 2003 hingga tahun 2019. Buku film debutnya adalah Memahami Film (2008) yang memilah seni film sebagai naratif dan sinematik. Buku edisi kedua Memahami Film terbit pada tahun 2018. Buku ini menjadi referensi favorit bagi para akademisi film dan komunikasi di seluruh Indonesia. Ia juga terlibat dalam penulisan Buku Kompilasi Buletin Film Montase Vol. 1-3 serta 30 Film Indonesia Terlaris 2012-2018. Ia juga menulis Buku Film Horor: Dari Caligari ke Hereditary (2023) serta Film Horor Indonesia: Bangkit Dari Kubur (2023). Hingga kini, ia masih menulis ulasan film-film terbaru di montasefilm.com dan terlibat dalam semua produksi film di Komunitas Film Montase. Film- film pendek arahannya banyak mendapat apresiasi tinggi di banyak festival, baik lokal maupun internasional. Baru lalu, tulisannya masuk dalam shortlist (15 besar) Kritik Film Terbaik dalam Festival Film Indonesia 2022. Sejak tahun 2022 hingga kini, ia juga menjadi pengajar praktisi untuk Mata Kuliah Kritik Film dan Teori Film di Institut Seni Indonesia Yogyakarta dalam Program Praktisi Mandiri.

1 TANGGAPAN

  1. secara overal film ini memang jauh dengan seri pertama maupun kedua.. kalo seri ketiga mkn hampir2 mirip…tapi yang saya sayangkan kenapa di era terminator seperti tsb di Film… musuh klimaknya cuma 1 robot, pola akhir Filmpun mengikuti T1 ataupun T2 ,memang sih saya baca2 akan ada sequel dari terminator salavation ini jadi mkn aksi gila2an ada di seri selanjutnya..tapi itupun bila sukseskan.. 🙂 jauh dari bayangkan saya( bayangan klimak seperti I robot ) .. tapi ya cukup menghiburlah sbg Film Aksi futuriktik…

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.