Di tengah ramainya film komedi komika dan drama romantis yang memenuhi bioskop Indonesia, Terpana hadir menawarkan rasa baru dengan cara penyajian yang unik. Dengan opening sequence yang tidak biasa ditemui di film bioskop Indonesia, penulis serta merta langsung berteriak “Eureka!”. Meskipun tentunya hanya dalam hati. Kenapa begitu? Karena film terpana menawarkan film dengan pendekatan filsofis yang terus menerus mengarahkan penonton untuk ikut berpikir secara filosofis.

Rafian (Fachri Albar) dan Ada (Raline Shah) tidak sengaja bertemu ketika Rafian sedang berjalan di jalanan umum. Ia terpana menatap sosok Ada yang sedang duduk di meja kafe. Rafian pun mempercayai bahwa pertemuan ini bukanlah kebetulan. Ia kemudian mengajak Ada untuk berpikir bahwa semua ini mungkin saja sudah ditentukan atau bahkan mereka hanya bagian dari skenario seseorang (Reza Rahardian) yang memiliki kemampuan dan kekuasaan untuk menggerakkan suatu kejadian. Tetapi, Ada berpendapat bahwa semua kejadian dapat terjadi begitu saja tanpa alasan apapun karena setiap kemungkinan bisa terjadi. Seiring berjalannya waktu Rafian dan Ada semakin dekat, mereka pun semakin banyak berdiskusi dan mempertanyakan kehadiran mereka dan skenario kehidupan. Bersamaan dengan itu, selalu hadir seseorang (Aghi Narottama) yang menghantui mereka dengan pertanyaan “Mengapa?”.

Mungkin boleh dibilang bahwa Terpana adalah proyek ambisius dari seorang sineas yang merupakan seorang penulis buku. Richard Oh, berperan sebagai sutradara, penulis naskah produser eksekutif, serta ilustrasi musik sekaligus. Dalam durasi yang sangat singkat hanya 73 menit, sineas menggiring penonton untuk mempertanyakan kehidupan dalam kemasan romantisme dua sejoli yang dimabuk asmara. Tidak hanya mengunggulkan keindahan visual dari keunggulan fisik dua tokoh utama, penonton juga disuguhkan keindahan alam yang menunjang mood film. Selain itu, musik yang mengiringi film juga cukup menambah nilai film karena jika diperhatikan, liriknya mengandung makna yang berkaitan dengan film ini. Tidak ketinggalan, tampaknya menjadi kurang afdol kalau film (yang diharapkan) berkelas tidak menampilkan aktor popular yang saat ini tengah menjadi sorotan industri. Reza Rahardian pun ditampilkan dengan penuh kehormatan. Tetapi, apakah film Terpana mampu menjadi film yang sukses komersil dan kritik? Lebih sederhananya lagi, apakah film ini nikmat untuk ditonton?

Baca Juga  Berbagi Suami, Poligami yang Kabur

Di beberapa bioskop, Terpana hanya tayang 1 sampai 2 hari saja. Kemungkinan besar film ini tidak banyak ditonton sehingga terpaksa harus diturunkan dari layar. Film yang unik ini mungkin terkesan sangat baru dan mengagetkan para penonton. Sejak awal film sudah membicarakan hal yang sulit untuk dicerna orang awam karena dijelaskan dengan istilah-istilah yang tidak familiar. Tetapi, inti dari ceritanya tetap dapat dimengerti secara keseluruhan. Richard Oh tampak berusaha mengungkapkan filosofi kehidupan yang diambil dari berbagai sudut pandang disertai dengan kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi. Film semacam ini memang unik dan menarik karena berbeda dengan film-film bioskop Indonesia yang lainnya meskipun membutuhkan wawasan yang cukup luas agar mumpuni untuk memahami filmnya. Tetapi, tentu akan lebih dapat dinikmati jika cara penyajiannya dibuat lebih menarik, contohnya dengan pengembangan konflik yang memberikan detail atau bahkan fokus cerita lain sehingga film tidak terasa monoton. Durasi yang begitu singkat juga dapat menjadi lebih panjang tetapi tetap bermutu. Bagaimanapum, setidaknya sineas dapat membuktikan bahwa ia memiliki gaya dan ketertarikan tersendiri dalam membuat film yang memiliki nilai kontribusi di industri film Indonesia. Richard Oh sendiri telah memproduksi film Koper (2016) yang menampilkan Anjasmara dan Djenar Maesa Ayu serta film Melancholy is a Movement (2015) dimana Joko Anwar berperan sebagai dirinya sendiri.

Sayangnya, selama penulis menikmati film ini, banyak penonton lain berceletuk dan berkomentar yang menunjukkan ketidakpahaman akan kisah filmnya. Terdapat juga penonton yang keluar dari bioskop meskipun entah karena bosan ataupun alasan lain. Kehadiran film Terpana memang merupakan warna baru sehingga penonton berkesempatan memiliki pilihan film yang lebih beragam. Tetapi bisa jadi dengan munculnya jenis film-film seperti ini akan berdampak pada respon penonton pada inovasi baru dalam industri film Indonesia. Ketika film jenis seperti ini kemudian tidak banyak ditonton dan gagal mengambil hati penonton, film komedi komika dan drama romantis akan selalu menjadi pilihan utama untuk diproduksi sehingga penonton disajikan jenis film yang itu-itu saja. Bagaimana pendapat anda? Tonton dulu filmnya, ya!

WATCH TRAILER

https://www.youtube.com/watch?v=fsl5FN2PTXI

Artikel SebelumnyaShy Shy Cat
Artikel BerikutnyaBilly Lynn’s Long Halftime Walk
Menonton film sebagai sumber semangat dan hiburan. Mendalami ilmu sosial dan politik dan tertarik pada isu perempuan serta hak asasi manusia. Saat ini telah menyelesaikan studi magisternya dan menjadi akademisi ilmu komunikasi di salah satu perguruan tinggi di Yogyakarta.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.