Hadir setelah garapan film Berbalas Kejam pada tahun 2023 lalu, Teddy Soeriaatmadja kembali dengan film The Architecture of Love (TAOL) yang bergenre drama romansa bekerja sama dengan Starvision Plus. Diadaptasi dari novel laris yang ditulis oleh Ika Natassa. Yang sebelumnya pernah menulis film romansa yaitu Critical Eleven dan Twivortiare. Kini The Architecture of Love (TAOL) menceritakan tentang kisah romansa penulis dan arsitek di New York, didukung oleh bintang ternama Indonesia, yaitu Nicholas Saputra dan Putri Marino. Berbekal cerita yang menarik, akankah film ini bisa sukses seperti reputasi para pemainnya?
Raia (Marino) merupakan penulis novel terkenal dan best seller. Setelah bercerai dengan suaminya Arifin Putra (Alam), Raia memutuskan untuk terbang ke New York demi memulai hidup yang baru, sekaligus menghilangkan trauma akibat perselingkuhan suaminya. Belum lama tinggal di sana, Raia bertemu dengan River (Saputra), seorang Arsitek yang sama-sama mencari inspirasi di kota ini. Hubungannya dengan River tidak selalu mulus, pertemanan yang hangat, namun seketika bisa menjadi dingin karena sisi trauma mereka.
Cerita yang disajikan dari novel yang ditulis Ika Natassa ini memiliki cerita yang menarik, bukan hanya romansa percintaan, namun terdapat banyak hal lain seperti keluarga dan pertemanan. Namun perubahan karakter terutama River dinilai terlalu cepat, padahal dua tokoh ini punya latar menarik yang masih bisa dieksplorasi. Konflik kecil kadang tidak membuat masalah tapi satu kesalahan omong rupanya berakibat fatal buat hubungan mereka. Ketika River marah saat dipanggil “Bapak (Pak) Sungai” oleh Raia, perubahan karakter dirasa terlalu drastis. Kita semua tahu jika Raia hanya bercanda, dan jika hal kecil ini berkaitan dengan masa lalu River, itu pun tidak disinggung. Dalam banyak momen, chemistry Raia dan River terasa datar, yang bisa jadi disebabkan karena dialog-dialog kecil yang kaku, tentu ini sedikit banyak berpengaruh pada akting keduanya.
Berbicara mengenai teknis dan visual, TAOL memiliki kualitas visual yang baik, belum lagi set yang digunakan real (shot on location) sangat mendukung. Penggunaan set Kota New York mengingatkan banyak pada film roman senada, Critical Eleven, walau masih lebih unggul, namun TAOL setidaknya setnya masing mendukung konsep kisahnya. Nicholas Saputra bermain baik dalam Sayap-Sayap Patah dan AADC, begitu pun Putri Marino dalam Posesif, namun kini keduanya banyak dikecewakan oleh dialog-dialog dalam naskahnya. Di luar kelemahan ini dan kurang memanfaatkan latar profesi karakternya, kisah romannya jauh dari membosankan dengan beragam konflik yang ditawarkan.