The BFG (2016)

117 min|Adventure, Family, Fantasy|01 Jul 2016
6.3Rating: 6.3 / 10 from 95,535 usersMetascore: 66
An orphan little girl befriends a benevolent giant who takes her to Giant Country, where they attempt to stop the man-eating giants that are invading the human world.

Steven Spielberg beberapa dekade lalu bisa dibilang tidak memiliki lawan. Dari Jaws, E.T, seri Indiana Jones, Jurrasic Park, Schindler’s List, Saving Private Ryan, hingga Jurrasic Park membuktikan bahwa ia adalah sutradara handal film berbagai genre dan tahu benar apa yang diinginkan penonton. Beberapa filmnya pada dekade ini masih memperlihatkan kepiawaian sang sineas namun sepertinya gayanya sudah terlalu lawas. Bridge of Spies, film terakhirnya, sukses secara kritik dan komersil sekalipun sudah tidak lagi seperti masa jayanya dulu. Melalui film terbarunya, The BFG, Spielberg mengadaptasi novel era 80-an karya Roald Dahl, dan hasilnya ternyata mengecewakan.

Akisah Sophie, seorang bocah perempuan yatim piatu secara tak sengaja melihat seorang raksasa di saat imsonia pada dini hari. Sophie dibawa sang raksasa ke negeri raksasa. Di sana Sophie lebih mengenal sosok raksasa, yang memiliki nama BFG (Big Friendly Giant) yang ternyata suka menangkap “mimpi”. Sementara di negeri tersebut terdapat raksasa lain yang ternyata menyukai daging manusia dan mereka mulai mengendus kehadiran Sophie.

Entah apa seperti apa novelnya namun faktanya film ini membosankan setengah mati. Sejak awal kisahnya seolah tidak memiliki tujuan yang jelas dan setelahnya kisahnya justru makin tak jelas. Sebenarnya untuk apa BFG menangkap mimpi. Raksasa-raksasa lain yang malang juga tidak memiliki tujuan yang jelas dan rasanya juga tidak mengancam umat manusia selain Sophie yang secara sengaja dibawa kesana. Kondisi disana sebenarnya baik-baik saja dan tidak ada pihak manapun yang terancam. Plot akhir menyangkut Ratu Inggris juga rasanya aneh dan sama sekali tidak bermotif. Entah bagaimana semuanya serba tak jelas dan membingungkan.

Baca Juga  Pokémon Detective Pikachu

Rylance jelas dipilih karena perannya yang gemilang di Bridge of Spies namun sekalipun ia bermain baik tidak mampu mengangkat filmnya. Demikian pula dengan si cilik Ruby Barnhill juga bermain sangat baik sebagai Sophie. Efek visual juga terlihat amat artifisial pada tokoh-tokoh raksasa dan latar di negeri raksasa. Ilustrasi musik garapan kolaborator tetap Spielberg, John Williams, sekalipun sempurna tetap tidak mampu mengangkat filmnnya.

The BFG masih memiliki sisa-sisa kejayaan Spielberg namun tema filmnya sudah terlalu kuno untuk penonton masa kini. Spielberg harus mencoba formula lain untuk mendekati penonton modern. Tiga tahun ke depan ia masih produktif sebagai sutradara termasuk proyek Indiana Jones 5 di tahun 2019. Kita lihat apakah Spielberg, sang legenda, mampu bersaing dengan sineas-sineas yang lebih muda?

WATCH TRAILER

PENILAIAN KAMI
Overall
40 %
Artikel SebelumnyaDon’t Breathe
Artikel BerikutnyaIni Kisah Tiga Dara
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.