Cerita persahabatan antara manusia dan hewan selalu berhasil membuat hati terasa  hangat. Begitu juga kesan dan pengalaman yang dirasai usai menyaksikan animasi pendek berjudul The Boy, the Mole, the Fox and the Horse. Film yang diangkat dari buku dongeng anak-anak berjudul sama ini mengisahkan pertemuan antara anak laki-laki dengan hewan-hewan yang ditemuinya ketika berada di alam liar.

Hewan yang ditemuinya pertama adalah mole alias tikus tanah. Ia hewan yang polos, suka makanan, dan penuh rasa ingin tahu. Anak laki-laki tersebut langsung akrab dan menyukainya. Ia bersikap protektif kepadanya. Si tikus tanah ketakutan ketika melihat seekor rubah. Apalagi si rubah nampak lapar dan ingin melahapnya. Si anak laki-laki pun melindunginya.

Namun, reaksi tak terduga terjadi tatkala si rubah hampir tenggelam. Si landak menyelamatkannya. Si rubah yang berhutang nyawa lalu diam-diam mengikuti rombongan mereka tersebut, hingga ketiganya kemudian menemukan seekor kuda putih.

Sejak awal film, penonton akan langsung jatuh cinta dengan visual animasi ini. Bak ilustrasi buku dongeng. Coretan dan gaya gambarnya  tak beda jauh dengan versi bukunya, hanya di sini gambarnya lebih detail, lengkap dengan latar belakang, dan gambarnya juga bergerak. Gambarnya dilukis dengan pensil dan diwarnai dengan cat air.

Warna-warna yang disajikan terasa adem dan nyaman di mata. Transisi dari satu frame ke frame berikutnya juga halus. Musik skoringnya gubahan Isobel Waller-Bridge tak begitu menonjol namun pas mengiringi beberapa adegan yang dramatis. Sound division juga memberikan kontribusi dengan suara benda yang terjatuh ke air, suara kicauan burung, dan deru angin yang terdengar jelas.

Ceritanya sendiri sederhana dan biasa ditemui dalam buku dongeng. Namun rasanya sungguh menyenangkan melihat bagaimana manusia bisa bersahabat tulus dengan berbagai binatang. Karakter rubah sendiri juga digambarkan tetap liar dan memiliki insting berburu. Ia juga nampak penyendiri. Namun karena ia merasa berhutang budi, maka karakternya pun kemudian mengalami perkembangan. Cerita animasi ini juga memiliki kejutan. Rupanya ada unsur fantasi yang disisipkan menjelang akhir. Kejutan yang menyenangkan. Penutup kisahnya juga tak kebanyakan. Penutupnya manis dan membuat terharu.

Baca Juga  Insidious: The Red Door

Dalam animasi yang disutradarai oleh Peter Baynton and Charlie Mackesy ini transisi warna yang di awal kebanyakan pucat dan suram berubah menjadi cerah keemasan seperti simbolisasi adanya harapan dan hal yang lebih baik setelah melalui berbagai hal yang buruk. Dan, jika dibaca penjelasan Charlie Mackesy yang juga penulis buku ini, rupanya empat karakter dalam animasi tersebut mewakili empat sifat yang biasa dimiliki seseorang.

Animasi berdurasi 34 menit ini menggandeng Jude Coward Nicoll, agabriel Byrne, Idris Elba, dan Tom Hollander sebagai pengisi suara. Film ini menjadi salah satu nominasi Oscar untuk kategori animasi pendek. The Boy, the Mole, the Fox,  and the Horse akan bersaing ketat dengan Ice Merchants, My Year of Dicks, The Flying Sailor, dan An Ostrich Told Me The World Is Fake And I Think I Believe It.

PENILAIAN KAMI
Overall
85 %
Artikel SebelumnyaDitto
Artikel BerikutnyaAnt-Man and the Wasp: Quantumania
Dewi Puspasari akrab disapa Puspa atau Dewi. Minat menulis dengan topik film dimulai sejak tahun 2008. Ia pernah meraih dua kali nominasi Kompasiana Awards untuk best spesific interest karena sering menulis di rubrik film. Ia juga pernah menjadi salah satu pemenang di lomba ulas film Kemdikbud 2020, reviewer of the Month untuk penulis film di aplikasi Recome, dan pernah menjadi kontributor eksklusif untuk rubrik hiburan di UCNews. Ia juga punya beberapa buku tentang film yang dibuat keroyokan. Buku-buku tersebut adalah Sinema Indonesia Apa Kabar, Sejarah dan Perjuangan Bangsa dalam Bingkai Sinema, Antologi Skenario Film Pendek, juga Perempuan dan Sinema.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.