The Cured (2017)
95 min|Drama, Horror, Sci-Fi|23 Feb 2018
5.6Rating: 5.6 / 10 from 9,603 usersMetascore: 57
A disease that turns people into zombies has been cured. Society discriminates against the once-infected zombies, as do their own families, which causes social issues to arise. This leads to militant government interference.

The Cured adalah film produksi Irlandia arahan David Freyne yang diputar pertama kali pada ajang Toronto Film Festival tahun lalu. Film drama thriller ini dibintangi Ellen Page, Sam Keeley, dan Tom Vaughan-Lawlor. Di tengah ramainya, subgenre zombi yang lahir sejak lima dekade ke belakang lebih, apakah The Cured bakal menawarkan sesuatu yang baru?

Melalui teks di pembuka film dikisahkan wabah zombi yang dikenal dengan istilah virus bernama Maze telah melanda dunia, termasuk satu kota di Irlandia. Beberapa tahun berselang, serum pun ditemukan, dan 75% dari orang-orang yang terkena virus tersebut bisa disembuhkan, namun uniknya mereka masih mengingat semua hal yang pernah mereka lakukan selama menjadi zombi. Sementara 25% dari mereka ternyata belum bisa disembuhkan. Senan, seorang “mantan zombi” harus menghadapi trauma mendalam ketika ia harus menghadapi kenyataan bahwa ia telah membunuh kakaknya yang kini meninggalkan istri dan putranya yang masih bocah. Sementara di lain pihak, rekannya sesama “mantan zombi”, Conor, sangat yakin jika otoritas tak akan begitu saja berdamai dengan mereka dan zombi tersisa, mengingat mereka diperlakukan berbeda dengan manusia normal.

Kita tahu persis, film bertema zombi mungkin telah ratusan jumlahnya dengan beragam variasi plot dan kombinasi genre. Namun, The Cured mencoba menawarkan sesuatu yang baru. Plot zombi umumnya mengisahkan bagaimana wabah tersebut mulai merebak, atau bagaimana seseorang atau sekelompok orang bisa bertahan hidup dalam situasi tersebut, serta bisa pula usaha mereka untuk mencari serum penyembuh, atau bisa kombinasi ketiganya. Dalam The Cured, serum penyembuh zombi telah ditemukan dan mereka telah hidup biasa dan berbaur dengan manusia normal untuk sekian lama. Ini memang terhitung baru, dan kisahnya pun juga lebih menitikberatkan ke sisi drama, setidaknya di separuh awal. Sisanya adalah segmen aksi yang amat menegangkan, tak buruk memang, namun terasa agak klise untuk subgenrenya.

Baca Juga  Aftersun

Hal yang istimewa pada film ini justru bukan pada plotnya, namun subteksnya. pada satu sisi, film ini bisa dibilang juga adalah film “politik”. Sang pimpinan, Conor dan pengikutnya (termasuk zombi tersisa) mewakili kelompok anarkis yang ingin memperjuangkan hak-hak mereka dengan cara kekerasan. Conor pun dikisahkan dulu sebelum menjadi zombi adalah seorang calon walikota. Brilian bukan. Conor pun melakukan aksinya menggunakan cara ala terorisme dengan memanfaatkan segala celah dari pihak lawan. Sementara Senan tak setuju dengan cara Conor, namun apa daya ia hanya seorang diri, dan ia hanya bisa menyelamatkan istri dan putra kakaknya.

The Cured menyuguhkan kisah segar dari subgenrenya (zombi) dengan tema yang brilian tentang isu kondisi global kini. Dengan dukungan akting para pemain yang menawan serta penggunaan setting “kota kosong” yang efektif, The Cured bisa dikatakan sebagai salah satu film zombi terbaik untuk produksi non-Hollywood. Ending masih menggantung, kita pun tak tahu bagaimana nasib Senan, Abbie, dan putranya selanjutnya. Namun, bukankah kondisi global saat ini juga masih abu-abu? Aksi kekerasan, teror, dan perang hingga kini masih ada di mana-mana. Mungkin hingga akhir zaman pun, akan selalu ada “zombi” dalam diri kita. Ini tidak akan pernah soal politik, ras, atau agama. Ini adalah tentang kita sendiri sebagai manusia, bagaimana kita mampu mengontrol “zombi” dalam diri kita.

WATCH TRAILER

 

 

PENILAIAN KAMI
Overall
90 %
Artikel SebelumnyaWiro Sableng: Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212
Artikel BerikutnyaDie Hard 6 Bertitel “McClane”
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.