Melengkapi Sebuah Legenda

Sutradara: Christopher Nolan
Produser: Charles Roven / Christoper Nolan / Emma Thomas
Penulis Naskah: Christopher Nolan / Jonathan Nolan
Pemain: Christian Bale / Gary Oldman / Michael Caine / Anne Hathaway / Tom Hardy / Marion Cotillard / Morgan Freeman / Joseph Gordon-Levitt
Sinematografi: Wally Pfister
Editing: Lee Smith
Ilustrasi Musik: Hanz Zimmer
Studio:  Legendary Pictures / Syncopy Films / DC Comics
Distributor: Warner Bros
Durasi: 165 menit
Bujet: $250 juta
                Sebuah usaha yang hampir mustahil oleh sang sineas, Christopher Nolan, akhirnya bisa menutup trilogi “Batman” dengan sempurna. Legenda dimulai dari Batman Begins (2005) dan The Dark Knight (2008) yang keduanya berhasil meletakkan standar yang demikian tinggi untuk genre superhero. The Dark Knight Rises (TDKR) memang tidak menggunakan konsep formula yang baru namun lebih dari cukup untuk membuat film ini dan dua film sebelumnya menjadi salah satu trilogi film terbaik yang pernah diproduksi. The Dark Knight bisa dibilang adalah salah satu film superhero terbaik sepanjang masa. Seperti kebanyakan film-film Nolan, tidak mudah untuk memahami film ini dengan hanya sekali menonton. Film ini bukan film anak-anak dengan kisah gelap dan amat kompleks yang penuh dengan aksi kekerasan. Penampilan brilyan Ledger (alm) sebagai Joker, si psikopat, sulit ditandingi aktor manapun. Pertanyaan besarnya sekarang, apakah TDKR bisa melampaui film ini?
Nolan menggunakan pendekatan “thriller-psikologis” yang menjadi gayanya dalam menggarap Batman Begins dan The Dark Knight. Dalam hampir semua filmnya, tokoh utama akan diuji secara fisik dan mental hingga di luar batas kemampuannya. Dalam Batman Begins terlihat bagaimana Bruce Wayne menghadapi rasa takut dan trauma masa lalunya. Lalu dalam The Dark Knight terlihat bagaimana Joker mampu membuat Batman harus berkorban demikian besar dan nyaris menggoyahkan prinsipnya. Lalu apa yang diharapkan dalam TDKR? Jawabnya adalah kisah yang lebih gelap dan dalam, skala cerita yang lebih luas, musuh yang lebih kuat, dan Bruce harus berkorban lebih besar dari sebelumnya. Nolan menggunakan formula ini semua namun kali ini tanpa kejutan yang berarti. Kisahnya sendiri lebih ringan dari sebelumnya dengan banyak sub plot  serta kejutan kecil di klimaks.

Bruce Wayne yang menyepi di kastilnya selama 8 tahun setelah peristiwa The Dark Knight kini menghadapi Bane, sosok menakutkan yang di awal latarnya tak jelas. Melalui plot terorganisir Bane dan komplotannya mampu menghabisi seluruh apa yang dimiliki Bruce, dan juga Batman. Bruce yang kini hanya bermodal dirinya sendiri harus menghadapi horor yang bakal memusnahkan seluruh Gotham. Pada titik ini, film bisa bergerak kearah manapun namun sayangnya Nolan memilih jalan yang lebih konvensional hingga klimaks film. Bruce pernah menghadapi ini sebelumnya dan tentu ia bisa melampauinya lagi. Kisahnya berhubungan erat dengan Batman Begins, dan kemunculan kembali karakter Ra’s al Ghul yang “mistikal” sebenarnya bisa mengarahkan cerita ke arah yang lebih gelap, dalam, bahkan abstrak. Hanya dengan suntikan kata-kata bijak “biasa” mendadak segalanya berubah dan Bruce berhasil keluar dari lubang neraka untuk menyelamatkan Gotham. Resolusi yang terlalu sederhana untuk separuh awal kisah yang telah dibangun demikian apik. 
Kejutan-kejutan cerita di klimaks film juga mengorbankan beberapa sub plot, seperti background Selina Kyle serta si setia, Alfred. Selina hanya ditampilkan layaknya pemanis tanpa penjelasan yang cukup tentang karakter ini. Sementara karakter Alfred “dimatikan” untuk mengembangkan alur cerita serta tuntuntan cerita yang mengharuskan Bruce kehilangan segalanya. Namun sekali pun begitu tokoh-tokoh lama maupun baru cukup mendapat porsi cerita yang pas tanpa mengurangi substansi cerita secara keseluruhan. After all, this is Bruce Wayne story not them, or even Batman.
TDKR adalah pelengkap dan penutup sempurna trilogy Batman. Satu hal yang tak mudah dilakukan untuk sebuah seri ketiga. (Terakhir Toy Story 3 mampu melakukan hal yang sama). Formula TDKR mengingatkan pada Spiderman 2 dalam beberapa aspek cerita dengan sedikit memberi sentuhan yang berbeda, lebih suram dan gelap.  Sebagai film individu, TDKR juga mampu berdiri sendiri sebagai film hiburan untuk penonton dewasa dengan adegan-adegan aksinya yang spektakuler. (A)
Artikel SebelumnyaThe Amazing Spiderman
Artikel BerikutnyaTotal Recall
Hobinya menonton film sejak kecil dan mendalami teori dan sejarah film secara otodidak setelah lulus dari studi arsitektur. Ia mulai menulis artikel dan mengulas film sejak tahun 2006. Karena pengalamannya, penulis ditarik menjadi staf pengajar di Akademi Televisi dan Film swasta di Yogyakarta untuk mengajar Sejarah Film, Pengantar Seni Film, dan Teori Film sejak tahun 2003 hingga tahun 2019. Buku film debutnya adalah Memahami Film (2008) yang memilah seni film sebagai naratif dan sinematik. Buku edisi kedua Memahami Film terbit pada tahun 2018. Buku ini menjadi referensi favorit bagi para akademisi film dan komunikasi di seluruh Indonesia. Ia juga terlibat dalam penulisan Buku Kompilasi Buletin Film Montase Vol. 1-3 serta 30 Film Indonesia Terlaris 2012-2018. Ia juga menulis Buku Film Horor: Dari Caligari ke Hereditary (2023) serta Film Horor Indonesia: Bangkit Dari Kubur (2023). Hingga kini, ia masih menulis ulasan film-film terbaru di montasefilm.com dan terlibat dalam semua produksi film di Komunitas Film Montase. Film- film pendek arahannya banyak mendapat apresiasi tinggi di banyak festival, baik lokal maupun internasional. Baru lalu, tulisannya masuk dalam shortlist (15 besar) Kritik Film Terbaik dalam Festival Film Indonesia 2022. Sejak tahun 2022 hingga kini, ia juga menjadi pengajar praktisi untuk Mata Kuliah Kritik Film dan Teori Film di Institut Seni Indonesia Yogyakarta dalam Program Praktisi Mandiri.

1 TANGGAPAN

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.