The Day the Earth Stood Still (2008)

104 min|Adventure, Drama, Sci-Fi|12 Dec 2008
5.5Rating: 5.5 / 10 from 180,422 usersMetascore: 40
A remake of the 1951 classic science fiction film about an alien visitor and his giant robot counterpart who visit Earth.

The Day The Earth Stood Still (2008) merupakan remake dari film fiksi ilmiah populer berjudul sama yang diproduksi tahun 1951 silam. Film ini diarahkan oleh Scott Derrickson dan dibintangi actor-aktris papan atas yakni, Keanu Reeves, Jennifer Connely, serta beberapa bintang pendukung seperti Kathy Bates, dan John Gleese.

Alkisah pemerintah Amerika mendeteksi sebuah benda asing yang akan jatuh ke bumi, tepatnya di Kota Manhattan. Seluruh pakar dari berbagai disiplin ilmu dikerahkan. termasuk ahli astrobiologis, Dr. Helen Benson (Connely). Benda asing tersebut ternyata adalah sebuah bola cahaya besar yang dari dalamnya muncul sesosok makhluk asing. Tanpa sengaja makhluk tersebut tertembak dan dirawat di sebuah fasilitas khusus milik pemerintah. Kondisi makhluk asing berwujud manusia yang bernama Klaatu (Reeves) tersebut mulai membaik dan ia bahkan mampu berkomunikasi dengan manusia. Niat Klaatu adalah ingin berbicara di depan wakil umat manusia di PBB namun ditolak pihak pemerintah AS mentah-mentah. Klaatu akhirnya lari dari tempat penyekapan hingga ia akhirnya bertemu Helen. Helen kelak menyadari jika Klaatu adalah satu-satunya harapan umat manusia untuk bisa lepas dari kehancuran.

Inti plot secara umum tidak berubah dari film aslinya namun yang banyak berbeda adalah detil cerita. Klaatu masih menjadi tokoh utama namun karakter robot pelindungnya (di film aslinya bernama Gort) yang bermata merah kali ini tidak banyak berperan. Agak aneh, karena di film aslinya Gort merupakan karakter penting yang nantinya merubah jalan cerita. Karakter Helen Benson di film aslinya adalah seorang akuntan kini adalah seorang pakar astrobiologis. Perubahan ini bukan masalah namun justru yang berbeda adalah “ikatan emosional” antara Klaatu dan Helen. Di film ini, Klaatu justru bersimpati dengan Helen dan putranya, sementara di film aslinya sebaliknya, faktor inilah yang membuat perbedaan mendasar antara film remake dan aslinya. Beberapa karakter yang tidak menonjol di film aslinya seperti Regina Jackson (Bates) justru mendapat porsi yang besar. Sebaliknya karakter profesor Barnhardt di film ini hanya tampil sekilas sementara di film aslinya merupakan satu tokoh penting.

Satu kelemahan paling mendasar pada film remake-nya ini adalah hilangnya esensi cerita film aslinya. Dalam film ini dikisahkan Klaatu mempercayai bahwa umat manusia tidak perlu lagi diselamatkan karena sifat alaminya. Namun ketika ia melihat sisi lain dari manusia (kasih sayang) ia berubah pikiran dan akhirnya memberi kesempatan bagi umat manusia untuk berubah. Sungguh klise dan konyol! Sementara poin utama film aslinya jauh lebih sederhana namun efektif dan rasanya masih relevan dengan situasi masa kini. The Day The Earth Stood Still (1951) diproduksi di tengah hangatnya isu perang dingin serta kegelisahan akan pecahnya perang nuklir (bom atom). Film ini memiliki pesan moral yang sangat kuat tentang anti nuklir serta perdamaian umat manusia. Dalam filmnya, Klaatu telah memahami benar sisi baik dan buruk manusia. Ia tidak lagi butuh pelajaran dan muak dengan manusia bumi yang selalu bertikai. Inti pesan Klaatu pada umat manusia singkat, jelas, dan keras, “Bukan urusan saya bagaimana kalian mengurus diri kalian namun jika kalian terus berperang maka kami akan memusnahkan kalian! Hiduplah dengan damai atau kalian hancur!”….clear and simple! It’s up to us, not them!

Jika kita membandingkan dengan film aslinya rasanya memang sulit bisa bersaing dalam pencapaian tema. Film tersebut bertutur sederhana dan elegan dengan pesan yang jelas. Satu-satunya aspek yang memungkinkan untuk bisa lebih dari film aslinya adalah pencapaian teknis, utamanya efek visual. Namun ini pun masih mengecewakan. Ide brilyan memang mengganti piring terbang dengan bola energi (tidak terjebak dalam terminologi pesawat angkasa), juga karakter si robot raksasa (Gort) yang wujudnya berlipat kali lebih meyakinkan dari film aslinya. Tapi sayangnya cuma ini saja. Sekuen-sekuen aksi yang semestinya mampu menampilkan aksi-aksi seru kaya efek visual jauh dari angan-angan kita. Karakter si robot sebenarnya bisa lebih berperan aktif (seperti di film aslinya) tapi entah mengapa tidak. Dalam film ini nyaris tak ada satu momen yang mampu mengejutkan dan menegangkan.

Baca Juga  Defending Jacob

The Day The Earth Stood Still (2008) merupakan sebuah usaha remake yang gagal. Film ini tampak sekali ingin mencoba lepas dari film aslinya, namun sayangnya tidak mampu menangkap esensi film aslinya. Film ini menarik (menghibur) sekitar sepertiga durasi awal dan selanjutnya cerita film terlalu mudah untuk ditebak. Connely dan Reeves sendiri tampil di jauh bawah performa mereka. Bagi para pecinta berat film fiksi ilmiah sejenis rasanya film ini bisa mengobati kerinduan setelah film remake brilyan War of The Worlds (2005) garapan Spielberg beberapa tahun silam.

WATCH TRAILER

PENILAIAN KAMI
Overall
50 %
Artikel SebelumnyaCity of Ember
Artikel BerikutnyaPara Peraih Nominasi dan Pemenang Oscar, Academy Awards ke-81
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

1 TANGGAPAN

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.