Ibarat iblis tak pernah mengenal ruang dan waktu, pun demikian dengan film horor ikonik, The Exorcist (1973) yang kini rilis sekuel langsungnya setelah 50 tahun berselang melalui The Exorcist: Believer. Film ini digarap oleh Seth Gordon Green yang juga belum lama lalu me-reboot kembali seri Halloween yang juga diproduseri Jason Blum. Film ini dibintangi Leslie Odom Jr., Ann Dowd, Jennifer Nettles, Norbert Leo Butz, Lidya Jewett, Olivia Marcum, serta kejutan kasting versi lawasnya. Akankan sekuelnya ini mampu mampu mendekati versi orininalnya yang berstatus horror masterpiece?
Did the power of Christ compels you?
Dua gadis muda yang bersahabat, Angela (Jewett) dan Katherine (Marcum) menghilang tanpa jejak selepas pulang sekolah. Orang tua Angela, Victor (Odom) dan orang tua Katherine, Miranda (Nettles) dan Tony (Butz) sontak panik, dan pencarian besar-besaran dilakukan di kota tersebut. Tiga hari berselang, Angela dan Katherine mendadak ditemukan 48 km dari kotanya, namun anehnya dua gadis muda tersebut merasa hanya pergi beberapa jam saja. Beberapa waktu berselang, kedua gadis muda tersebut berpolah aneh dan anarkis. Konsultasi medik menyarankan mereka untuk diperiksa secara kejiwaan, namun seorang perawat menganggap ini ada kaitan dengan kasus kesurupan yang pernah terjadi 50 tahun silam.
Nuansa versi aslinya memang terasa kental dan ini tidak semata lantas membuat penonton “baru” lepas dengan kisahnya. Plotnya tak sulit untuk diikuti tanpa harus menonton film klasiknya. Hanya saja, kamu bakal melewatkan banyak tribute yang membuat film aslinya begitu istimewa. Tidak hanya naskah, namun kemasan estetiknya pun mengadopsi penuh gaya versi lawasnya. Tak ada sekuel horor modern yang lebih baik dari ini.
Mirip tone kisah aslinya, Believer tidak lantas membabi buta dalam menuturkan kisahnya seperti horor masa kini. Dengan tempo yang relatif lambat dan sabar, secara perlahan plotnya terbangun dengan apik. Sisi kedokteran (Ilmiah) lebih ditonjolkan ketimbang sisi supernatural, persis versi aslinya. Butuh separuh durasi, hingga akhirnya sosok ibu Regan (protagonis versi aslinya), Chris MacNeil, muncul dan masuk dalam konfliknya. Kali ini tak ada sosok karismatik selevel pendeta Karras (Max Von Sydow), namun tergantikan sosok-sosok kolektif yang mewakili “komunitas”-nya. Bahkan pihak gereja pun terlihat minor dalam perannya. Waktu berubah, konteks sentuhan humanis pun tentu berbeda.
Satu catatan menarik adalah sentuhan estetiknya yang senada dengan versi orisinalnya di nyaris semua aspeknya. Jika saja, film sekuelnya ini dirilis beberapa tahun berselang sejak versi aslinya, tidak ada yang banyak berubah. Baik setting, sinematografi, editing, hingga musik pun, semua memiliki tone yang sama. Ini tentu tak lepas dari pengalaman sang sineas me-reboot seri Halloween. Saya terkesan dengan gaya editingnya yang “kontras” ketika memindah adegan yang mirip benar dengan film aslinya. Juga, teknik editing cepat dengan selipan sang iblis (mungkin hanya 3-5 frame) di sela-selanya (24 fps). Ketika score versi aslinya terdengar (Tubullar Bells), saya pun merinding karena versi aslinya (waktu rilis, saya belum lahir) belum pernah mendengarnya langsung di bioskop.
Dengan tribute estetik serta naratif versi orisinalnya, The Exorcist: Believer adalah salah satu film sekuel horor terbaik yang pernah eksis. Penonton yang tahu dan pernah menonton versi aslinya bakal menikmati film ini lebih baik. Sementara fans horor yang mengharap jump scare dengan segala perniknya, bisa jadi kecewa. Film ini murni menggunakan sentuhan horor klasik yang mengandalkan naskah yang solid untuk membangun kengeriannya ketimbang atmosfir horor, jump scare, sosok seram, hingga score mengagetkan. Walau tak sempurna (berharap ada sosok macam Karras), film ini adalah sekuel yang sempurna. Kisahnya pun secara cerdas tidak terfokus pada satu kepercayaan atau agama, namun adalah keberagaman. Bahkan walau secuil, plotnya masih menampilkan resolusi yang manis dan menyentuh bagi dua kasting lawasnya. Genre horor tak akan pernah mati selama iblis masih muncul dengan gaya berkelas macam ini.
You know as much about cinema as I do about rocket science. So this is the best horror movie sequel ever and people will enjoy this turd more than one of the best, most acclaimed movies ever ? Just go to sleep and leave cinema alone !
Honestly, no horror film can come close to the quality of The Exorcist (1973), and I was shocked when this film was made. There weren’t many expectations when watching the sequel, and I was a little pessimistic. It’s true, this film has little story relationship with the first film, without a clear origin about the devil, and so on. From a horror perspective, it is clear that this sequel is not a scary horror film. The theme of diversity in the story also looks a little forced and lacks depth. However, I enjoyed watching this film and respected all the aesthetic aspects presented as a sequel. Maybe I rated this film so highly because my expectations were too low. I enjoyed it, and for me, this was enough.
Thank you for the response.
Himawan