The Green Hornet (2011)
119 min|Action, Comedy, Crime|14 Jan 2011
5.8Rating: 5.8 / 10 from 165,632 usersMetascore: 39
Following the death of his father, Britt Reid, heir to his father's large company, teams up with his late dad's assistant Kato to become a masked crime fighting team.

Britt Reid (Rogen) adalah putra seorang milyuner pemilik surat kabar Sentinel di LA. Tabiat Reid yang selalu menghabiskan waktu sia-sia untuk bersenang-senang membuat kesal sang ayah. Suatu ketika sang ayah dibunuh dan Reid sangat terpukul. Segalanya berubah ketika Reid bertemu Kato (Chou), ahli mekanik dan supir ayahnya, yang ternyata juga ahli senjata serta beladiri. Reid lalu mengajak Kato untuk menjadi “superhero” dengan menjadi kriminal yang ditakuti para kriminal. Reid bahkan memanfaatkan surat kabar ayahnya untuk mem-blow up mereka ini dengan memberi nama sang jagoan “The Green Hornet”. Sepak terjang The Green Hornet ternyata membuat berang sorang mafia Rusia, Benjamin Chadnofsky (Waltz) yang membuat sayembara berhadiah $1 juta untuk menyingkirkan pemain baru ini.

The Green Hornet yang konon kisah aslinya diambil dari program radio telah beberapa kali diadaptasi beberapa media menjadi serial tv serta buku komik, hingga film. Dari sisi sisi cerita The Green Hornet menawarkan kisah superhero unik yakni melawan kriminal dengan “kriminal”. Tokoh utamanya pun bukan sosok jagoan berkekuatan super seperti layaknya superhero lazimnya. Sang jagoan justru lebih banyak berceloteh dan berpolah konyol. Namun dari sisi cerita secara keseluruhan tak banyak yang ditawarkan. Gondry yang sebelumnya membuat film-film bernuansa absurd macam Eternal Sunshine dan Be Kind Rewind kali ini tak tampak sama sekali sentuhannya. Satu sentuhan artistik “absurd” Gondry hanya tampak pada adegan aksi yang menampilkan efek bayangan ketika Kato menghajar para preman.

Baca Juga  Peter Rabbit

Aksi komedi serta dialog konyol memang menjadi penekanan filmnya. Rogen yang juga menulis skripnya memang menyukai komedi verbal seperti ini hingga adegan dialog yang tak penting pun bisa diulur-ulur. Duo Rogen dan Chou juga tampil tidak buruk sekalipun karakter Kato lebih banyak pasif. Cameron Diaz yang bermain sebagai Lenore tampak sekali hanya berfungsi sebagai pemanis tanpa banyak peran yang berarti. Sementara Christoph Waltz yang bermain kuat dan percaya diri dalam Inglorious Basterds kali ini mendapat peran konyol yang sama sekali tidak pas dengannya.

The Green Hornet bagi penonton awam adalah film aksi komedi yang menghibur terutama karena komedi verbal serta beberapa adegan aksi konyolnya, walau sentuhan Rogen tampak lebih dominan ketimbang sentuhan Gondry. Sekalipun di masa silam Gondry berkolaborasi baik bersama komedian macam Jim Carey dan Jack Black, namun Rogen rasanya bukan kolaborator yang pas untuk sang sineas. Bisa jadi karena sang sineas kini tidak menulis naskahnya. Sebagai fans berat film-film bikinan Gondry sebelumnya, saya cuma mau bilang, “What the hell are u doin man?”.

PENILAIAN KAMI
Overall
70 %
Artikel SebelumnyaJIFFEST 2010
Artikel BerikutnyaNovember Jogja
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.