Setelah penampilan gemilang trilogi LOTR (The Lord of the Rings) rasanya tidak ada sesuatu lagi yang bisa disisakan untuk The Hobbit. Trilogi ini adalah bisa dibilang adalah salah satu pencapaian tak ternilai sepanjang sejarah sinema dalam konteks skala produksi, aspek setting, efek visual, kedalaman cerita, serta banyak aspek lainnya. Jackson telah membuat sesuatu mahakarya yang nyaris tak mungkin divisualkan secara live action. The Hobbit: An Unexpected Journey diambil pula dari novel karya Tolkien yang berlatar kisah 60 tahun sebelum peristiwa LOTR. The Hobbit juga direncanakan menjadi sebuah trilogi yang dirilis berurutan dalam tiga tahun. Uniknya, awal filmnya dimulai dengan adegan kecil sesaat sebelum kisah LOTR dimulai, menampilkan karakter Frodo (Elijah Woods). Tokoh utamanya adalah Bilbo Baggins (Freeman) yang diperdaya Gandalf untuk mengikuti rombongan Dwarf pimpinan Thorin untuk merebut kembali kampung halaman mereka yang hilang. Sepanjang perjalanan mereka menemui banyak rintangan dan masalah hingga akhirnya Bilbo secara tak sengaja bertemu dengan Gollum (Serkis) yang memiliki cincin ajaib milik Sauron.
Struktur kisahnya tak berbeda banyak dengan LOTR namun lebih sederhana yang hanya diisi dengan perjalanan dan aksi perang secara repetitif. Berbeda dengan trilogi LOTR yang masing-masing diadaptasi dari tiga novel, satu novel The Hobbit dipecah menjadi tiga film. Hasilnya? Sebuah kisah yang sangat lambat, sangat detil, dan sangat membosankan. Kisahnya berlama-lama dan sama seperti menonton DVD extended version seri LOTR. It’s very frustrating menonton di layar bioskop. Momen-momen menarik hanyalah nuansa “nostalgia” bertemu kembali dengan karakter-karakter LOTR, seperti Gandalf, Saruman, Galadriel, Elrond, Frodo, hingga Gollum. Sangat menyenangkan melihat Gandalf, Saruman, Elrond, Galadriel (empat aktor senior) duduk berdiskusi dalam satu meja, hal yang tak pernah ada dalam LOTR. Namun momen yang paling menarik adalah ketika karakter fenomenal, Gollum, muncul. Adegan bermain teka-teki antara Gollum dan Bilbo adalah satu-satunya scene paling menarik sepanjang film ini. Gollum benar-benar mencuri perhatian.
Bicara soal 3D, jujur saja, The Hobbit adalah pencapaian terbaik yang pernah saya lihat. Gambar-gambar jauh maupun dekat mampu ditampilkan secara sempurna, dan seolah gambar mencuat dari layar sepanjang filmnya. Pencapaian efek visual (CGI) juga tak perlu lagi diragukan karena ini yang menjadi salah satu andalan filmnya. Jackson menggunakan 48fps (lazimnya 24fps) berakibat pada efek gerakan gambar yang sangat halus namun efek gambarnya menjadi aneh, layaknya gambar format video, dan kita sama sekali tidak seperti menonton film. Entah mungkin jika menonton IMAX 3D gambarnya tidak seperti ini namun dari apa yang saya tonton, gambarnya sungguh sangat tidak nyaman, dan menjauhkan kita untuk bisa larut dalam filmnya.
The Hobbit: An Unexpected Journey adalah semata-mata hanya usaha untuk mengulangi sukses trilogi LOTR yang fenomenal. Kisah filmnya yang dipecah menjadi tiga jelas terlalu panjang untuk adaptasi satu novelnya dan murni strategi marketing untuk menghasilkan banyak keuntungan. Para fans LOTR bisa suka, atau tidak suka dengan The Hobbit, namun faktanya trilogi LOTR masih terlalu superior. It’s really an unexpected journey for me..
Awal film bener2 mondar-mandir ga fokus, harusnya di-edit lagi nih supaya lebih padat tapi ga kepanjangan bertele-tele..
hm, kayanya Jackson tergoda sama emasnya Smaug nih smape dibikin 3 fil segala 🙁
tapi overall ane menikmati banget, who doesn’t love Middle-earth?