The Last Stand (2013)
107 min|Action, Thriller, Western|18 Jan 2013
6.3Rating: 6.3 / 10 from 146,392 usersMetascore: 54
The leader of a drug cartel busts out of a courthouse and speeds to the Mexican border, where the only thing in his path is a sheriff and his inexperienced staff.

Ada dua hal yang menarik di film ini. Pertama adalah kembalinya superstar aksi era 80-90-an, Arnold Schwarzenegger. Terakhir kita melihat Schwarzenegger bermain film adalah Terminator 3, satu dekade silam, dan walau pada saat itu ia sudah berumur namun karismanya tetap tampak. Kedua adalah keterlibatan sineas Korea berbakat, Kim Ji-woon yang memproduksi film-film Korea berkualitas macam A Tale of Two Sister, A BitterSweet Life, serta I Saw the Devil. Bahkan sinematografernya pun asal Korea, Kim Ji-Yong. Dengan bujet relatif rendah untuk aktor sekelas Schwarzenegger, Kim Ji-woon mampu meramu sebuah film aksi yang lumayan menghibur.

Plot filmnya sangat sederhana. Seorang tawanan khusus FBI yakni gembong narkotik internasional, Gabriel Cortez berhasil lepas dari kawalan. Cortez dengan ego dan kepercayaan diri nya yang tinggi mengendarai mobil super cepat untuk melewati perbatasan US-Mexico tentunya dengan dukungan anak buahnya. Satu persatu barikade tiap kota lewati tanpa perlawanan berarti hingga ia harus melewati satu kota kecil bernama Sommerton. Sebagai kota perbatasan terakhir, Sheriff Ray Owens (Schwarzenegger) dengan segala keterbatasan mencoba untuk menghentikan Cortez dan anteknya.

Plot film yang sederhana dengan tempo yang sedang memang memaksimalkan aksi dengan tambahan bumbu komedi. Adegan aksinya cukup lumayan khususnya aksi kejar- mengejar di jalan raya plus adegan standar tembak-menembak khas Schwarzenegger dengan senapan mesin besar. Tak ada yang istimewa namun juga tidak buruk-buruk amat. Bumbu komedi justru malah yang membuat filmnya menjadi tidak membosankan. Salah satunya karakter Deputi “Figgy” (Guzman) dengan polah dan celotehannya yang mampu membuat suasana bioskop menjadi penuh gelak tawa.

Baca Juga  The Huntsman: Winter’s War

The Last Stand menjadi pembuktian bagi Schwarzenegger bahwa ia ternyata masih mampu bermain dalam adegan-adegan aksi fisik yang menantang. Walau tak seagresif dulu namun setidaknya film ini cukup mengobati rasa rindu para fans sang superstar. Sementara bagi Kim Ji-woon film ini menjadi ajang pembuktian jika sineas Korea ternyata mampu membuat film aksi menghibur tak kalah dengan sineas Hollywood lainnya. Namun, film ini sendiri masih belum bisa menyamai kualitas film-film lokal garapannya. Bagi Schwarzenegger, The Last Stand bisa menjadi titik awal kembalinya sang aktor untuk ke depan bisa bermain di film-film aksi yang lebih berkualitas.

PENILAIAN KAMI
Overall
60 %
Artikel SebelumnyaThe Hobbit: An Unexpected Journey
Artikel BerikutnyaA Good Day to Die Hard
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.