The Lego Ninjago Movie (2017)

101 min|Animation, Action, Adventure|22 Sep 2017
6.0Rating: 6.0 / 10 from 30,560 usersMetascore: 55
Shunned by everyone for being the son of an evil warlord, a teenager seeks to defeat him with the help of his fellow ninjas.

The Lego Ninjago Movie adalah film ketiga seri Lego, setelah awal tahun ini sukses dengan The Lego Batman  Movie. Agak mengherankan, dua film ini dirilis dalam waktu relatif berdekatan. Film ini digarap oleh Charlie Bean, Bob Logan, dan Paul Fisher. Aktor dan aktris top menjadi pengisi suara, sebut saja Jackie Chan, Dave Franco, serta Michael Pena. Mirip dengan dua film sebelumnya, Ninjago mengusung tema bapak dan anak, namun kali ini disajikan dengan cara yang sama sekali tidak berkelas.

Lloyd adalah salah satu seorang dari enam ninja yang melindungi kota Ninjago dari si jahat Garmadon. Hal yang menjadi dilema adalah Llyod adalah putra dari Garmadon. Ambisinya untuk menaklukkan sang ayah membuat Lloyd mencuri senjata sakti milik sang mentor, Master Wu. Justru Garmadon akhirnya yang mengambil senjata tersebut dan memanggil monster kucing raksasa Meothra yang dengan mudahnya mengalahkan para ninja dan menghancurkan kota. Para ninja atas wejangan sang guru bertekad mencari senjata super sakti untuk mengalahkan monster tersebut.

Ketika film bermula, sepertinya saya berharap film ini berkisah tentang budaya timur yang kental dengan filosofinya. Walau tidak berharap plot macam Kung Fu Panda, namun kita semua tahu ninja adalah sosok ikonik Jepang yang mahir beladiri dengan segala atribut dan aroma mistiknya. Namun, apa yang saya lihat dalam film ini sungguh jauh dari harapan. Film ini adalah murni untuk anak-anak tanpa mencoba untuk mengali esensi dan filosofi ninja lebih jauh. Coba saja lihat, para ninja dengan atribut warna serta robot a la Power Ranger, gadget canggih, tokoh antagonis a la Darth Vader, kucing raksasa yang menggemaskan, serta tanpa selera humor berkelas sedikit pun. Apa mau dikata, toh memang film ini hanyalah iklan mainan belaka. Pencapaian visualnya sendiri juga tak jauh berbeda dengan dua seri sebelumnya yang memang memuaskan. Namun, itu semua apa artinya tanpa kisah yang memuaskan.

Baca Juga  News of the World

The Lego Ninjago Movie adalah film untuk target usia penontonnya dengan semua kebodohan di dalamnya semata untuk iklan mainannya. Dua film Lego sebelumnya jauh lebih berkelas dari ini baik kisah, selera humor, maupun visual. Lelah, hanya itu yang saya dapatkan sewaktu menonton filmnya. Rasanya penonton anak-anak juga tidak merespon bagus karena humornya lebih ke dialognya yang cepat ketimbang visual. Jika ingin menonton film ini, lebih baik menanti versi home video-nya atau memutar kembali film-film animasi Lego yang sudah banyak dirilis sebelumnya.
WATCH TRAILER

PENILAIAN KAMI
Overall
30 %
Artikel SebelumnyaStephen King dan Kesuksesan Adaptasi Novelnya
Artikel BerikutnyaSekuel Avatar Akhirnya Diproduksi!
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.