The Little Mermaid (2023)
135 min|Adventure, Family, Fantasy|26 May 2023
7.2Rating: 7.2 / 10 from 160,226 usersMetascore: 59
A young mermaid makes a deal with a sea witch to trade her beautiful voice for human legs so she can discover the world above water and impress a prince.

Setelah beberapa film animasi klasik Disney mendapat versi remake live-action-nya, kini adalah giliran The Little Mermaid (1989). The Little Mermaid digarap oleh Rob Marshal dengan dibintangi Halle Bailey, Jonah Hauer-King, Daveed Diggs, Awkwafina, Jacob Tremblay, Noma Dumezweni, Javier Bardem, dan Melissa McCarthy. Setelah Disney sukses komersial dengan versi remake live -action sebelumnya, apakah film ini mampu mengikuti jejak yang sama?

Plotnya sama persis seperti kisah animasinya. Ariel (Bailey) yang mendambakan kehidupan di atas permukaan tanah, jatuh hati dengan seorang pangeran yang ia tolong karena kapalnya karam. Eric (King) sang pangeran pun berusaha mencari penolong misteriusnya ke segala penjuru negeri. Ariel yang melawan kemauan sang ayah, Raja Triton, akhirnya tidak menolak tawaran si penyihir jahat, Ursula (McCarthy). Ursula memberi Ariel sepasang kaki dengan jaminan suara emasnya dan jika sang pangeran dapat mencium sang gadis dalam waktu 3 hari maka kaki tersebut akan permanen, namun jika tidak, Ariel akan kembali ke bentuk aslinya.

Tak banyak inti kisah yang berubah selain hanya detil-detil kecil yang tidak begitu signifikan. Segmen musikal yang menjadi kekuatan versi animasinya, pula menjadi penekanan pada versi live action-nya ini. Beberapa nomor ikonik lawasnya, macam Part of Your World, Under the Sea, dan Kiss The Girl divisualisasikan begitu memesona. Khususnya Kiss the Girl, mampu memancing banyak tawa penonton dalam bioskop yang dipenuhi anak-anak. Beberapa nomor baru pun dilantunkan, walau tak terasa menggigit.

Satu hal yang terasa jauh dari versi animasi adalah tokoh-tokohnya. Nyaris seluruhnya tidak ada yang membekas. Pada animasinya, Ariel adalah sosok gadis belia yang sangat riang dan ceria, namun Bailey kurang enerjik memerankan sosok putri Disney yang satu ini. Ini di luar segala polemik tentang pemeran Ariel yang panas sebelum ini. Lalu si Kepiting Sebastian yang begitu kuat dalam versi animasinya kini seperti tak punya taji. Sementara si burung Scuttle malah menonjol dengan pengisi suara Awkwafina, walau salam versi aslinya, sosok ini adalah jantan. Sang antagonis Ursula (Mc Carthy) malah jauh lebih punya pesona ketimbang Triton (Bardem). Walau sang aktris sudah tampil maksimal, namun tetap tidak mampu mendekati pesona suara dan wibawa versi aslinya yang diisi oleh Pat Carol.  Sementara untuk peran lainnya, tak ada komentar.

Baca Juga  Black Panther: Wakanda Forever

Bisa dimaklumi mengapa versi animasinya baru di-remake pada masa ini. Untuk menggambarkan pesona bawah air adalah satu hal yang tidak mudah dengan segala rekayasa digitalnya. Walau tak buruk, namun jika head to head dengan Avatar: The Way of the Water, The Little Mermaid bagai bumi dan langit. Tidak ada kontes. Satu hal lagi yang agak mengganjal adalah banyaknya pengadeganan yang bernuansa gelap. Segalanya menjadi serasa kelam. Walau banyak film modern melakukan hal yang sama, namun sasaran terbesar film ini tentunya adalah anak-anak yang identik dengan tone penuh warna dan ceria.      

The Little Mermaid versi live action, walau usahanya patut dihargai menghidupkan beberapa nomor musikalnya, namun memang tak memiliki tokoh-tokoh dan pengadeganan sekuat versi orisinalnya. Dibandingkan film remake animasi klasik Disney sebelumnya, bisa dibilang The Little Mermaid (bersama Aladdin) adalah salah satu yang terburuk. Mengapa tidak mencoba mencari naskah yang original? Film-film animasi klasik macam ini seharusnya dibiarkan menjadi tontonan melegenda yang tak lekang jaman. Selama formula ini masih disukai penonton, maka tren remake ini akan berlanjut terus. Apa selanjutnya, Pocahontas, Snow White, atau mungkin Bambi?

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
60 %
Artikel SebelumnyaDuty After School
Artikel BerikutnyaSosialisasi Pedoman Penilaian Dewan Juri FFWI 2023: Kelayakan Menjuri Festival Film
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

1 TANGGAPAN

  1. Karna heboh film Ariel aneh, ya survey kecil2 an nanya anak2 di sekolah: hasil nya
    Semua mingkem saat ditanya sdh nonton Blum little mermaid di cinema. Kalo spiderman? Auto kelas jadi ribut Karena para bocil rebutan cerita film nya yg seru. Ooo yg dirumah juga sudah ogah diajak nonton little mermaid yg jadi idolanya 10 tahun lalu sampe dimana 2 berceceran kertas2 yg digambar SI princess Ariel. Sekarang film spiderman lebih keren buat anaku Untuk dijadikan inspirasi gambar. Pendapatnya gambar kartunnya keren bgt, pewarnaanya, visualnya. Yah kalo film jelek mana ada yg mau nonton.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.