The Message (El mensaje) adalah film drama perjalanan produksi Argentina-Spanyol yang diarahkan dan ditulis naskahnya oleh Iván Fund. Film ini diputar dalam edisi Jeonju IFF 2025 kali ini setelah sukses dalam ajang bergengsi 75th Berlin Film Festival meraih Silver Bear Jury Prize pada bulan Februari lalu. Film berdurasi 90 menit ini juga sempat diputar dalam ajang besar 49th Hong Kong International Film Festival baru lalu. Seberapa istimewakah film ini?
Anika adalah seorang gadis cilik yang konon bisa berkomunikasi dengan binatang. Orang tua walinya mencari peluang dengan menawarkan jasa pada publik untuk bisa mengetahui masalah pada hewan peliharaan mereka. Pada satu momen, mereka mengunjungi ibu Anika yang berada jauh di wilayah pedalaman Argentina dengan kendaraan van. Di sana, sang ibu rupanya tengah dirawat di sebuah institusi gangguan mental. Selama perjalanan, Anika pun masih menerima panggilan dari warga yang memiliki masalah dengan peliharaan mereka.
Plotnya tidak banyak menawarkan cerita, selain hanya aksi dan rutinitas mereka selama perjalanan. Di sela-selanya, Anika berinteraksi dengan banyak hewan peliharaan yang ditemuinya. Film ini cenderung bergulir layaknya sebuah dokumentasi perjalanan yang kisahnya teramat datar. Shot perjalanan yang memperlihatkan panorama pedesaan dan wilayah pinggiran, mendominasi visualnya. Film pun dikemas dalam tone warna hitam putih. Lantas apa sesungguhnya poin kisahnya?
The Message adalah sebuah cerita dengan premis aneh yang sama sekali tidak memiliki konflik nyata. Konflik justru dirasakan penonton sepanjang filmnya. Pertanyaan mengusik adalah apakah Anika sungguh mampu berkomunikasi dengan binatang? Apakah walinya hanya memanfaatkan kemampuan Anika untuk keuntungan mereka? Ataukah mereka semua bersekongkol melakukan penipuan? Anehnya, tidak ada seorang pun di antara kliennya yang merasa tertipu, mereka semua merasa puas. Semua hewan pun terlihat tenang dan fokus ketika mereka bertatap muka dengan Anika. Beberapa shot memperlihatkan Anika dan binatang dalam satu frame yang relasi mereka terlihat intim. Walau beberapa kali teknik editing memperlihatkan shot-shot-nya dengan bisa saja memanipulasi ruang dan waktu.
Dari semua pertanyaan di atas, tak ada satu pun yang terjawab secara pasti. Ending kisahnya tidak memberi jawaban yang lugas. Tone hitam putih makin menggambarkan sesuatu yang kabur dan memberikan nuansa absurd. Satu hal yang pasti, Anika tidak pernah merasa tertekan atau bahkan terlihat dieksploitasi kedua walinya. Sang ayah wali terlihat tulus, namun sosok ibu walinya sedikit memberikan ekspresi oportunis. Keduanya bersikap layaknya orang tua kandung bagi Anika, dan sang gadis pun sebaliknya. Lantas apa maksud ini semua? Apa pun yang ada di pikiran kita. Entah ini adalah satu penipuan besar ataukah sesuatu yang magis adalah pilihan dan tafsiran kita sendiri. Pembuat film mencoba memaparkan perasaan dan ekspresi pengalaman batinnya tanpa memedulikan opini kita.
Melalui pendekatan personal, The Message mencoba memadukan elemen fiksi, dokumenter, dan metafisik dalam satu tontonan yang mengusik rasa penasaran dengan kedalaman yang mengejutkan. Perpaduan elemen visual dan naratif yang motifnya ambigu ini menjadi pilihan yang brilian. Pertanyaan-pertanyaan di atas menjadi refleksi bagi kita dalam melihat dunia yang kini makin absurd. Melalui kisah yang unik The Message menyampaikan pesan begitu mendalam yang sekaligus memberikan perenungan dan mengajukan pertanyaan yang sama pada kita semua. The Message memang bukan untuk tontonan awam dan bisa jadi hanya bisa dinikmati segilintir orang, dan ini yang kadang membuat sinema begitu mengasyikkan.