Korea Selatan yang kita tahu saat ini mampu bersaing ketat dengan film-film Hollywood, kali mencoba merambah kembali genre fiksi ilmiah di angkasa lepas, setelah Space Sweeper dan The Silent Sea. The Moon adalah film fiksi ilmiah produksi Korea Selatan arahan Kim Yong-hwa yang kita kenal dengan seri Along with the Gods. Film ini dibintangi oleh nama-nama besar, Sol Kyung-gu, Do Kyung-soo, dan Kim Hee-ae. Film berdurasi 129 menit dan berbujet USD 21,3 juta, akankah mampu memberi ekspektasi lebih?

Korea Selatan turut ikut dalam lomba untuk berebut sumber mineral di Bulan. Setelah gagal beberapa tahun sebelumnya, kini Korea Selatan mampu mengirim tiga astronotnya ke bulan. Mendekati bulan, anomali gelombang sinar matahari (solar flare) merusak seluruh sistem yang ada di orbit bumi, termasuk kapal angkasa Korea Selatan. Dua astronot berupaya untuk memperbaiki kerusakan kapal, namun naas mereka tewas dalam satu kecelakaan. Satu kru tersisa adalah Hwang Sun-hoo (D.O. EXO) yang bukan seorang pilot. Untuk membawa pulang sang astronot, pihak kendali kontrol memanggil kembali mantan direktur lama mereka, Kim Jae-guk (Kyung-gu). Namun situasi justru bertambah runyam akibat Sun-woo memutuskan untuk menuntaskan misi ke bulan seorang diri.

Kisah insiden senada sudah jamak di film-film barat, sebut saja yang sukses seperti Apollo 13, The Martian, dan Gravity. The Moon jelas menyajikan kisah yang sangat berbeda, bukan dalam artian positif, namun konyol. Logika kisahnya dibuang jauh tanpa memperhatikan akal sehat dan keilmuan. Semua astronot pasti memiliki pengetahuan dasar, kondisi fisik, dan mental prima di atas rata-rata manusia normal. Angkasa lepas adalah satu hal luar biasa, bukan seperti kita bermain di hutan atau lautan lepas. Tak ada udara, ruang gerak pun terbatas, dan sangat jauh dari bumi. Apa pun bisa terjadi dan hal-hal kecil harus diperhitungkan secara matang untuk menjaga keselamatan semua awaknya. Semua film fiksi ilmiah lazimnya memiliki aturan-aturan umum ini.

Baca Juga  Pinocchio

Sejak awal ditegaskan sendiri oleh plotnya jika Sun-woo bukanlah seorang pilot. Namun tentunya, setiap astronot tetap dibekali pengetahuan mendasar yang cukup untuk menghadapi situasi yang tak terduga. Ketika dua astronot tertimpa musibah di bagian luar kapal, entah bagaimana, Sun-woo bermaksud membuka pintu palka kapal. Bagaimana mungkin seorang astronot berpikir untuk melakukan hal tersebut? Ini sungguh terlalu konyol terlepas dari sepanik apa pun situasinya. Bagaimana mungkin pula, sang astronot mengubah pikirannya (melawan prosedur stasiun pusat di Bumi) untuk mendarat di bulan hanya karena masalah emosional semata. Dengan semua proses yang dilampaui Sun-woo sepanjang filmnya, kita harus ingat bahwa ia bukanlah pilot, seperti yang ditegaskan di awal. Ini sungguh luar biasa edan.

Di luar capaian visual yang mengesankan, The Moon terganjal oleh kualitas naskah buruk dan kisah yang memaksa. Sayang sekali, pembuat film membuang semua sajian visual yang begitu mengagumkan dengan satu jentikan jari yang mematikan. Tidak banyak yang ditawarkan untuk genrenya, namun setidaknya ini membuktikan bahwa pencapaian teknis film-film Korea Selatan, khususnya film sci-fi sudah selevel dengan film-film Hollywood. Tinggal menunggu waktu, sebelum film-film Korea Selatan memproduksi film-film fiksi ilmiah yang lebih berkualitas.

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
20 %
Artikel SebelumnyaTeenage Mutant Ninja Turtles: Mutant Mayhem
Artikel BerikutnyaPrimbon
Hobinya menonton film sejak kecil dan mendalami teori dan sejarah film secara otodidak setelah lulus dari studi arsitektur. Ia mulai menulis artikel dan mengulas film sejak tahun 2006. Karena pengalamannya, penulis ditarik menjadi staf pengajar di Akademi Televisi dan Film swasta di Yogyakarta untuk mengajar Sejarah Film, Pengantar Seni Film, dan Teori Film sejak tahun 2003 hingga tahun 2019. Buku film debutnya adalah Memahami Film (2008) yang memilah seni film sebagai naratif dan sinematik. Buku edisi kedua Memahami Film terbit pada tahun 2018. Buku ini menjadi referensi favorit bagi para akademisi film dan komunikasi di seluruh Indonesia. Ia juga terlibat dalam penulisan Buku Kompilasi Buletin Film Montase Vol. 1-3 serta 30 Film Indonesia Terlaris 2012-2018. Ia juga menulis Buku Film Horor: Dari Caligari ke Hereditary (2023) serta Film Horor Indonesia: Bangkit Dari Kubur (2023). Hingga kini, ia masih menulis ulasan film-film terbaru di montasefilm.com dan terlibat dalam semua produksi film di Komunitas Film Montase. Film- film pendek arahannya banyak mendapat apresiasi tinggi di banyak festival, baik lokal maupun internasional. Baru lalu, tulisannya masuk dalam shortlist (15 besar) Kritik Film Terbaik dalam Festival Film Indonesia 2022. Sejak tahun 2022 hingga kini, ia juga menjadi pengajar praktisi untuk Mata Kuliah Kritik Film dan Teori Film di Institut Seni Indonesia Yogyakarta dalam Program Praktisi Mandiri.

2 TANGGAPAN

  1. Para reviewer di sini, kalian harus coba daftar jadi Rotten Tomatoes-approved critics. Kasian ni film cuma dapet 2 review di RT.

    • Terimakasih atas perhatiannya. Kami sudah pernah mencoba submit RT, hanya saja untuk bisa disetujui RT syarat-syaratnya memang berat, terlebih situs individu kecil seperti kami. https://www.rottentomatoes.com/critics/criteria. Kritikus film yang terafiliasi dengan website besar, seperti kompas atau kumparan, rasanya punya peluang lebih besar. Tahun depan kami akan coba submit kembali. Terima kasih sebelumnya dan terus ikuti perkembangan ulasan kami.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.