The Mummy (2017)

110 min|Action, Adventure, Fantasy|09 Jun 2017
5.4Rating: 5.4 / 10 from 210,024 usersMetascore: 34
An ancient Egyptian princess is awakened from her crypt beneath the desert, bringing with her malevolence grown over millennia and terrors that defy human comprehension.

Studio Universal memulai dunia sinematiknya dengan menghidupkan kembali tokoh-tokoh monster klasik mereka yang diistilahkan Dark Universe. Project ini, layaknya Marvel Cinematic Universe (MCU) telah terkonsep sejak awal dengan mengawali debutnya dengan The Mummy. Dark Universe konon mengkasting beberapa bintang besar yang kini sebagian telah muncul, yakni Tom Cruise dan Russel Crowe. The Mummy digarap oleh Alex Kurtzman yang sepanjang karirnya lebih dikenal sebagai produser. Akankah Dark Universe bisa menjadi pesaing dunia sinematik populer yang lain, macam MCU, DCEU, atau MonsterVerse? The Mummy adalah sebuah awalan yang buruk.

Alkisah dalam sebuah misi di wilayah Mesopotamia, sersan Nick Morton adalah seorang perwira militer yang juga suka mencari kesempatan untuk keuntungan dirinya. Suatu ketika berbekal peta rahasia yang ia curi dari Jenny, seorang wanita muda arkeolog, Nick bersama rekannya menuju ke lokasi tersebut untuk mencari sesuatu yang bernilai tinggi. Tanpa disangka, aksi baku-tembak justru membawa mereka lokasi situs kuno yang mereka cari. Situs tersebut ternyata adalah sebuah makam kuno yang kelak membawa Nick ke sebuah petualangan di dunia kegelapan dimana para dewa dan monster eksis.

Masih ingatkah dengan The Mummy (1999), film aksi horor petualangan seru yang dibintangi Brendan Fraser?  Jika ya, rasanya film reboot-nya ini bakal tidak memberi gigitan apapun sejak awal. Seperti versi 1999-nya, prolog The Mummy reboot ini sama-sama menyajikan latar belakang kisah sang antagonis, walaupun tidak sebanding, namun cukup untuk menjelaskan siapa putri Ahmanet. Bukan prolog yang sebenarnya menjadi masalah, namun adalah penokohan tokoh utamanya, yakni Nick Morton. Plot filmnya masuk tanpa penjelasan apapun tentang tokoh ini dan penonton langsung disuguhi aksi baku tembak yang membahana. Pengembangan kisahnya juga tidak membantu untuk memberi latar belakang tokoh ini. Hasilnya, penonton tidak mampu masuk ke dalam karakter Nick. Bahkan boleh dibilang, tak ada satu karakter pun yang memiliki “soul”. Secara literal pun ternyata mereka juga sama.

Baca Juga  Ultraman: Rising

Kisah yang tidak memiliki kedalaman cerita serta tokoh tanpa jiwa, membuat semua adegan aksinya juga “tanpa jiwa”. Adegan-adegan aksinya yang disajikan sangat baik melalui setting dan CGI yang memukau, tidak bisa tampil menggigit bahkan cenderung sangat melelahkan untuk ditonton. Rasanya aksi-aksi spektakulernya sudah muncul semua dalam trailer-nya tanpa tersisa. Tak ada aksi ketegangan sama sekali karena sejak awal kisahnya terlalu mudah untuk diprediksi. Penampilan Cruise dan Crowe, juga tidak mampu mengangkat kisahnya, sekalipun mereka bermain tidak jelek. Hal yang sama berlaku pula untuk Sofia Boutella dan Annabelle Wallis.

Tidak berjiwa dan tak ada kedalaman cerita, The Mummy adalah sebuah awalan yang buruk bagi Dark Universe, dengan hanya mengandalkan kekuatan tata artistik, pesona CGI, serta nama besar bintang-bintangnya. Untuk genrenya, film ini juga tidak mampu memberikan efek thriller maupun horor yang memadai, sangat jauh dibandingkan versi tahun 1999-nya. Rasanya berat jika dunia monster ini harus bertarung dengan dunia sinematik raksasa lainnya. DCEU kini sudah berhasil merebut hati para kritikus melalui Wonder Woman, dan MCU terus melaju tanpa henti. Jika ingin berhasil, baik komersial maupun kritik, Dark Universe harus memberikan sentuhan yang segar dan berbeda, dan rasanya dunia sinematik ini memiliki potensi untuk itu.

WATCH TRAILER

PENILAIAN KAMI
Overall
50 %
Artikel SebelumnyaWonder Woman: The First Avenger
Artikel BerikutnyaWonder Woman: Kekuatan yang menginspirasi
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.