The Nun 2 adalah sekuel dari The Nun (2018) yang kini diarahkan oleh Michael Chaves yang juga menggarap The Conjuring 3 (2021) dan The Curse of La Llorona (2019). Tercatat pula ini adalah seri ke-9 dari The Conjuring Universe. Film ini masih dibintangi Taissa Farmiga, Jonas Boluquet, serta kini didukung Storm Reid, Anna Popplewell, dan Bonnie Aarons sebagai sang iblis. Filmnya masih pula diproduseri duo Peter Safran dan James Wan. Akankah film ini bakal menuai sukses seperti seri pertamanya?

Empat tahun setelah peristiwa seri pertama, sang iblis rupanya masih beraksi dengan menjagal para abdi Tuhan di berbagai gereja di Eropa, bagaimana bisa? Peristiwa ini memaksa pihak Vatikan untuk memanggil kembali suster Irine (Farmiga) untuk menginvestigasi dan melenyapkan sang iblis. Sementara di sebuah asrama perempuan eks biara tua di Perancis, kejadian-kejadian aneh dan teror mengguncang, tidak hingga sebuah rahasia besar pun terungkap melalui identitas sejati sang iblis.

Jika dibilang kisahnya terlihat dicari-cari, memang tak bisa disangkal. Sukses fenomenal The Nun (2018) yang merupakan film tersukses semesta sinematiknya (USD 365 juta/ bujet USD 22 juta), menjadikan sosok Valak adalah aset terbesar bagi franchise-nya. Relasi seri pertama dan sekuelnya ini secara mendasar tidak cukup kuat karena sang iblis sebenarnya telah disegel dalam ruang bawah tanah. Lalu mengapa sang iblis bisa lepas? Jawaban mudah adalah akibat naskahnya memaksa sang iblis untuk keluar. Tak ada komentar soal ini. Toh, dalam The Conjuring 2 pun (berlatar waktu puluhan tahun setelah The Nun dan sekuelnya) sang iblis masih eksis.

Plotnya secara garis besar dibagi tiga segmen, yakni teror sang iblis di asrama, investigasi suster Irine, lalu pertarungan klimaks. Tiga perempat durasi film disajikan bergantian antara plot investigasi dan teror di asrama. Dua segmen ini berjalan dengan tempo relatif lambat yang didominasi pengadeganan horor. Mirip seperti Insidious: The Red Door baru lalu, plotnya dibangun melalui jump scare demi jump scare. Tak diragukan, secara visual jump-scare dan segala trik horornya disajikan mapan, namun tak ada lagi inovasi yang segar dan menggigit. Penonton pun rasanya tak sulit mengantisipasi. Rupanya, tempo yang demikian lambat disimpan untuk momen akhirnya yang begitu menggelegar. Pertarungan klasik antara good vs. evil yang disajikan apik dan menghibur.

Baca Juga  Andor S02 | REVIEW

The Nun 2 terjebak dalam rutinitas jump scare dan plot medioker, hanya tertolong pertarungan klimaks yang mengesankan. Tidak seperti seri pertamanya, film ini justru menawarkan kisah asal muasal sang iblis dengan segala perniknya. Nama Valak pun tak tersebut sekali pun sepanjang filmnya. Lantas, akankah seri ini berlanjut? 100%. Rasanya mustahil The Nun II tak sukses komersial. Sukses luar biasa Insidious: The Red Door membuktikan bahwa genre horor adalah jalan aman bagi para produser untuk menghasilkan profit berlipat dari bujetnya. Hanya saja untuk membangun franchise horor populer macam ini tentu bukan hal mudah. Seri The Conjuring dan Insidious saat ini tengah menuai emas di antara film-film box-office berbujet ratusan juta dollar yang gagal di pasaran.

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
55 %
Artikel SebelumnyaThe Pod Generation
Artikel BerikutnyaOrpa
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses