The Predator (2018)
107 min|Action, Adventure, Horror|14 Sep 2018
5.3Rating: 5.3 / 10 from 140,576 usersMetascore: 48
When a young boy accidentally triggers the universe's most lethal hunters' return to Earth, only a ragtag crew of ex-soldiers and a disgruntled scientist can prevent the end of the human race.

The Predator merupakan film ke-6 dari franchise Predator yang digarap oleh Shane Black. Uniknya, Black sendiri pernah bermain dalam Predator pertama sebagai Rick Hawkins bersama Arnold Schwarzenneger. Sebagai sineas, Black juga kita kenal menggarap film superhero laris, Iron Man 3. The Predator dibintangi aktor-aktris kelas dua, yakni Boyd Holbrock, Olivia Munn, Trevante Rhodes, serta aktor cilik kenamaan, Jacob Tremblay. Dengan bujet US$ 88 juta, apakah mampu The Predator lepas dari superioritas film pertamanya? Ternyata tidak juga.

Dalam satu operasi militer rahasia yang dikomandani Quinn McKenna, rencana mereka gagal total ketika sebuah pesawat asing yang mendadak jatuh ke arah lokasi mereka. Quinn yang menyadari benda tersebut adalah pesawat alien, tak lama ditangkap otoritas pemerintah untuk mendapatkan informasi darinya. Quinn ternyata sempat mengirimkan beberapa benda asing yang ia dapat dari pesawat alien tersebut ke alamat rumahnya. Quinn tak menyadari jika bahaya besar justru kini menghampiri kota kecil di mana istri dan putranya tinggal.

Walau tak banyak ekspektasi tapi sungguh tak diduga filmnya bakal seburuk ini, walau aroma nostalgia terasa kental. Film dibuka dengan dengan tampilan judul film dengan bentuk font dan gaya yang sama dengan seri pertamanya plus iringan musik tema Predator. Sepanjang filmnya, score Predator sangat mendominasi sehingga nuansa Predator orisinal begitu kuat menempel di pikiran kita. Sosok predator dengan suara deriknya yang khas plus “heat vision” seolah membawa kita jauh ke belakang beberapa dekade lalu. Namun, apalah arti sisi nostalgia jika sisi cerita begitu mengecewakan.

Baca Juga  Deadpool

Rasanya The Predator adalah seri film yang paling lemah dari sisi cerita. Semua serba cepat dan tak masuk akal. Sejak awal cerita, plot bergerak begitu cepat sehingga potongan adegan demi adegan pun tampak kasar bahkan kadang latar kisahnya berada di mana pun kita sering lepas. Latar tiap karakter begitu lemah karena terlalu banyak tokoh. Semua serba membingungkan dan tak tahu arah cerita mau ke mana. Motif pun serba tak jelas membuat menonton menjadi sangat melelahkan. Hampir sepanjang film yang terlontar hanyalah umpatan “What the h**l is goin on?”.

Kisah yang membingungkan ditambah pula dengan logika yang lepas dari cerita. Mungkin ada puluhan sisi cerita yang sama sekali tak masuk akal. Bagaimana cerita seorang ahli biologi cantik seperti itu, bisa mahir menggunakan senjata berat dan lincah beraksi sedemikian rupa? Saya cuma ingin tahu satu hal saja, untuk apa sih sebenarnya mereka ke bumi? Semua serba tumpang tindih satu sama lain. Bicara aksi, bagaimana bisa dinikmati bila semua serba tak jelas dan tak masuk akal?

Setelah tiga seri serta dua crossover, The Predator rupanya masih belum mampu menemukan bentuk formula cerita yang tepat untuk satu sosok ikonik dalam sinema ini. Dengan kisahnya yang membingungkan dan tanpa nalar, The Predator semata hanya mengandalkan sisi nostalgia melalui sosok sang antagonis serta musik temanya. Sisi komedi memang hal baru bagi seri ini, namun ini justru malah menurunkan intensitas ketegangan filmnya. Ide cerita yang brilian untuk sosok predator ini jelas masih ada, entah kini masih di mana?

WATCH TRAILER

PENILAIAN KAMI
Overall
30 %
Artikel SebelumnyaCrazy Rich Asians
Artikel BerikutnyaKembalinya Sineas Orisinal
Hobinya menonton film sejak kecil dan mendalami teori dan sejarah film secara otodidak setelah lulus dari studi arsitektur. Ia mulai menulis artikel dan mengulas film sejak tahun 2006. Karena pengalamannya, penulis ditarik menjadi staf pengajar di Akademi Televisi dan Film swasta di Yogyakarta untuk mengajar Sejarah Film, Pengantar Seni Film, dan Teori Film sejak tahun 2003 hingga tahun 2019. Buku film debutnya adalah Memahami Film (2008) yang memilah seni film sebagai naratif dan sinematik. Buku edisi kedua Memahami Film terbit pada tahun 2018. Buku ini menjadi referensi favorit bagi para akademisi film dan komunikasi di seluruh Indonesia. Ia juga terlibat dalam penulisan Buku Kompilasi Buletin Film Montase Vol. 1-3 serta 30 Film Indonesia Terlaris 2012-2018. Ia juga menulis Buku Film Horor: Dari Caligari ke Hereditary (2023) serta Film Horor Indonesia: Bangkit Dari Kubur (2023). Hingga kini, ia masih menulis ulasan film-film terbaru di montasefilm.com dan terlibat dalam semua produksi film di Komunitas Film Montase. Film- film pendek arahannya banyak mendapat apresiasi tinggi di banyak festival, baik lokal maupun internasional. Baru lalu, tulisannya masuk dalam shortlist (15 besar) Kritik Film Terbaik dalam Festival Film Indonesia 2022. Sejak tahun 2022 hingga kini, ia juga menjadi pengajar praktisi untuk Mata Kuliah Kritik Film dan Teori Film di Institut Seni Indonesia Yogyakarta dalam Program Praktisi Mandiri.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.