The Secret Life of Pets 2 (2019)
86 min|Animation, Adventure, Comedy|07 Jun 2019
6.4Rating: 6.4 / 10 from 71,351 usersMetascore: 55
Continuing the story of Max and his pet friends, following their secret lives after their owners leave them for work or school each day.

Studio produksi animasi Illumination kini kembali dengan sekuel The Secret Life of Pets yang seri pertamanya nyaris mendekati angka pendapatan USD 900 juta dalam pasar globalnya. Illumination memang kita kenal memproduksi film-film animasi laris (seri Despicable Me) dengan bujet produksi rata-rata di bawah studio pesaingnya seperti Pixar, Dreamworks, dan Walt Disney Animation. Film sekuelnya yang berbujet USD 80 juta ini kembali disutradarai oleh Chris Renaud dengan diisi suara oleh nama-nama tenar, seperti Patton Peter Oswald, Kevin Hart, Jenny Slate, Lake Bell, dan Harisson Ford.

Majikan Max dan Duke, Katie akhirnya menikah dan memiliki balita cilik bernama Liam. Max yang semula tak suka dengan bocah akhirnya menyayangi Liam, walau over protektif terhadap putra majikannya. Suatu ketika, keluarga Katie berlibur mengajak Max dan Duke ke sebuah peternakan di wilayah pedesaan. Di sinilah, ia bertemu anjing peternak senior bernama Rooster di mana Max belajar banyak tentang kehidupan. Sementara Snowball yang terobsesi menjadi superhero dimintai tolong untuk membantu menolong seekor anak macan yang dilatih secara kasar oleh majikannya untuk pertunjukan sirkus.

Formula komedinya masih sama seperti seri sebelumnya. Film ini mengandalkan polah konyol para karakternya yang memiliki keunikannya masing-masing, yakni Max, Duke, si kucing gendut Chloe, Gidget, si anjing tua Pops, dan tentu saja Snowball. Sosok kelinci putih lucu dan cerewet ini, seperti sebelumnya, sangat mencuri perhatian penonton dengan polah dan celotehan konyolnya. Kisah filmnya seakan lebih hidup jika sosok ini muncul, dan rasanya akan menarik jika sosok ini dibuatkan film solonya. Sementara si anjing peternak, Rooster yang diisi suaranya oleh aktor kawakan Harrison Ford juga mencuri perhatian dengan karisma dan dialog bijaknya.

Baca Juga  Inside Out 2

Satu hal yang membuat film ini agak berbeda dengan film animasi populer lainnya adalah plotnya yang dipecah menjadi 3 segmen cerita, yakni Max dan Duke, Snowball, dan Gidget. Mereka memiliki seri petualangan dan konfliknya masing-masing, walau terhitung segmen Gidget lebih pendek dari dua lainnya. Walau kisahnya sangat sederhana, namun sebagai tontonan hiburan sudah lebih dari cukup untuk membuat tawa penonton seisi bioskop meledak. Sekali lagi, Snowball memang “bunny of the macth”, penonton seolah hanya menanti aksi-aksi si kelinci cerewet ini. Juga tidak boleh terlupakan, polah Chloe ketika mengajari Gidget bagaimana bertingkah seperti kucing. Satu segmen finale yang merangkum tiga plot cerita ini dikemas mengesankan dalam sebuah segmen aksi pengejaran kereta api yang sangat seru.

Seperti seri pertamanya, The Secret Life of Pets 2 adalah sekuel dengan kisah sederhana dan menghibur dengan polah para karakter berbulunya yang unik dan lucu, ideal untuk tontonan keluarga. Secara visual, pencapaian film ini jelas tidak jauh dengan film-film animasi besar lainnya. Satu-satunya kelemahan film ini hanyalah kedalaman kisah dan tema sehingga untuk penonton dewasa, film ini hanya memberikan tontonan menghibur semata tanpa bisa memberikan kesan mendalam. Hanya satu yang berkesan bagi saya, para pembuat filmnya tahu betul bagaimana detil polah dan tingkah hewan peliharaan. Semua pemilik hewan peliharaan pasti tahu ini semua, dan mereka bakal mendapatkan satu tontonan yang memuaskan.

 

PENILAIAN KAMI
Overall
75 %
Artikel SebelumnyaDark Phoenix
Artikel BerikutnyaMen in Black: International
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.