Alkisah ribuan tahun silam di Britania sang penyihir besar Merlin membagi ilmu sihirnya untuk ketiga muridnya, yakni Balthazar Blake (Cage), Maxim Hogvarts (Molina), serta Veronica (Belucci). Hogvarts mengkhianati mereka bersekutu dengan penyihir jahat Morgana yang berakhir dengan kematian Merlin. Veronica mengorbankan dirinya untuk Balthazar dan memasukkan roh Morgana dalam tubuhnya dan menyekap dirinya pada sebuah “guci” khusus. Sebelum ajalnya, Merlin menyuruh Balthazar untuk mencari penerus sejatinya yang kelak dapat menghancurkan seluruh kekuatan Morgana. Ribuan tahun lamanya Baltazhar mencari penerus Merlin di seluruh penjuru dunia hingga akhirnya ia bertemu dengan Dave Stutler (Baruchel) di Manhattan.
Sungguh diluar dugaan kisah film ini tidak seserius yang kita bayangkan. Semuanya serba tanggung dari sisi mana pun. Ide cerita yang membawa mitos masa silam ke masa kini juga tak lagi baru karena sudah banyak film yang memiliki plot sejenis, seperti seri National Treasures (juga kolaborasi Turteltaub–Brucheimer), seri The Mummy, hingga Percy Jackson baru lalu. Plot filmnya sendiri juga terlalu sederhana dan mudah sekali diantisipasi tanpa kejutan berarti. Skala cerita tidak sebesar yang kita bayangkan. Plot filmnya terlalu kecil untuk cerita filmnya yang luas. Cerita hanya berpindah dari karakter satu ke lainnya tanpa substansi masalah yang serius. Para penyihir yang demikian hebat mau menguasai dunia dan satunya lagi mau menyelamatkan dunia tapi hanya melibatkan beberapa gelintir orang saja? Bisa saja namun rasanya terlalu naif. Kalau dipikir-pikir, Horvats plus pengikutnya dengan kekuatan yang dimiliki mereka sudah mampu mengusasai dunia tanpa harus membangkitkan Morgana.
Bicara masalah pencapaian teknis terutama efek visual jika kita mundur sepuluh tahun kebelakang rasanya bisa diacungi jempol namun kini jelas sudah tidak ada apa-apanya. Coba bandingkan dengan The Mummy yang diproduksi satu dekade lalu, pencapaian rekayasa digitalnya masih jauh lebih baik dari film ini. Sangat menyedihkan memang. Bujet produksinya yang sangat besar sungguh tidak sepadan dengan hasilnya. Satu lagi yang menyedihkan adalah masalah kasting. Memang Cage dan Molina bermain pantas untuk perannya namun sosok karakter Dave yang diperankan Baruchel apa tidak salah kasting? Apakah Dave merupakan sosok yang pantas menjadi penerus penyihir besar Merlin yang berwibawa, bijak, cerdas, dan karismatik? I don’t think so. Sementara Teresa Palmer yang bermain sebagai Becky mampu tampil sebagai pemanis filmnya.
The Sorcerer’s Apprentice tidak menawarkan sesuatu yang baru. Plot good vs evil-nya terlalu klise dan tak menarik. Beberapa hal yang patut dicatat hanyalah satu sekuen aksi kejar-mengejar seru serta sisipan unsur komedinya. Kolaborasi kembali Turteltaub – Bruckheimer – Cage jelas ingin mencoba mengulang sukses seri National Treasures dan kali ini sepertinya mereka bakal gagal. The Sorcerer’s Apprentice tak ubahnya film anak-anak dan rasanya hanya bisa dinikmati betul oleh anak-anak berusia di bawah 12 tahun.