The Underdogs (2017)

99 min|Comedy|10 Aug 2017
7.2Rating: 7.2 / 10 from 104 usersMetascore: N/A
4 friends who tried to become famous by being Youtubers.

Film bergenre drama komedi ini disutradarai oleh Alwin Adink Liwutang. Walaupun The Underdog adalah film perdananya, sang sineas sebelumnya telah terlibat dalam produksi film-film bergenre komedi seperti Ngenest (2015) dan Cek Toko Sebelah (2016). Film ini bercerita tentang sekelompok anak muda yang bersahabat sejak berada di bangku SMA. Mereka adalah Bobi (Jeff Smith), Dio (Brandon Salim), Nanoy (Babe Cabita) dan Ellie (Sheryl Sheinafia). Mereka berempat dipertemukan karena tak pandai bergaul dengan banyak orang. Di tengah kejenuhan aktivitas yang mereka lakukan, mereka melihat sebuah tayangan talkshow di televisi yang menayangkan wawancara terhadap youtubers terkenal bernama SOL. Mereka akhirnya tertarik membuat video youtube untuk bisa di-upload dan dinikmati para netizen di media sosial. Awalnya mereka kesulitan untuk membuat video-video berupa prank dan social experiment, namun akhirnya mereka tertarik untuk membuat video musik rap, dan menamai grup mereka The Underdog.

Plot film ini sangat sederhana dan hanya fokus pada cerita yang dibangun, berkutat pada aktivitas keempat anak muda ini dan masalah-masalah yang mereka hadapi. Pengenalan tokoh satu per satu di awal cerita sudah menggambarkan karakter dan keanehan mereka berempat. Walaupun terlihat kurang motif, cerita mulai bergerak ketika mereka berempat akhirnya bereksperimen untuk membuat video youtube. Adegan-adegan yang menunjukkan proses bagaimana mereka bereksperimen dengan video-video yang mereka buat terlihat intens dan nyaman untuk dinikmati. Prosesnya tak terlalu tergesa-gesa dan sesuai dengan porsi adegannya. Konflik sederhana yaitu persaingan antar youtubers mampu mengembangkan intensitas dramatik. Pengembangan masalahnya yang terjadi di internal Underdog juga efektif membuat konflik cerita yang sederhana, namun sayangnya kurang digali lebih dalam lagi.

Baca Juga  Di Timur Matahari, Impian Dari Timur Yang Belum Tercapai

Walaupun beberapa informasi cerita masih kurang begitu tergambarkan dengan baik, namun alur ceritanya masih bisa jalan dan dinikmati. Adegan-adegan yang menyentuh  terlihat dalam momen-momen persahabatan mereka, seperti ketika Ellie dilanda kesedihan karena konflik keluarga. Konflik ini mampu menjadi motif untuk menggerakan cerita di babak akhir. Unsur komedi menjadi kunci untuk menghidupkan suasana di tiap adegan di filmnya. Hal ini tentu didukung oleh para komika yang bermain di film ini, terutama Babe Cabita sebagai tokoh Nanoy. Namun, pada momen menyentuh di adegan klimaks di rumah sakit terlihat kurang pas jika adegan yang serius menggunakan unsur komedi. Dengan cerita yang sederhana ini film ini telah mampu dengan baik menyampaikan pesan filmnya tentang persahabatan dan kepedulian antar sesama.

Film ini sangat dinamis dengan dominasi musik rap yang menjadi inti dari ceritanya. Tak tanggung-tanggung musik rap-nya sendiri digarap oleh rapper, Saykoji. Editing yang dinamis pun mendukung visualisasi dari film ini. Walaupun tema film yang diangkat tak lagi baru, namun formula kasting para komika rupanya masih menjadi senjata ampuh untuk membuat seisi bioskop tertawa di tiap adengannya. Genre komedi memang genre yang tak habis-habisnya untuk dieksplor dan dinikmati para penonton kita. Para komedian yang berasal dari komika tengah naik daun menjadi ikon tersendiri dalam genre komedi sinema kita. Jika karakter komediannya sudah kuat, para sineas memiliki pekerjaan rumah untuk mengolah cerita menjadi semakin matang lagi.

WATCH TRAILER

Artikel SebelumnyaThe Conjuring Universe Tembus US$ 1 Milyar.
Artikel BerikutnyaA: Aku, Benci & Cinta
Agustinus Dwi Nugroho lahir di Temanggung pada 27 Agustus 1990. Ia menempuh pendidikan Program Studi Film sejak tahun 2008 di sebuah akademi komunikasi di Yogyakarta. Di sinilah, ia mulai mengenal lebih dalam soal film, baik dari sisi kajian maupun produksi. Semasa kuliah aktif dalam produksi film pendek baik dokumenter maupun fiksi. Ia juga lulus dengan predikat cum laude serta menjadi lulusan terbaik. Ia mulai masuk Komunitas Film Montase pada tahun 2008, yang kala itu masih fokus pada bidang apresiasi film melalui Buletin Montase, yang saat ini telah berganti menjadi website montasefilm.com. Sejak saat itu, ia mulai aktif menulis ulasan dan artikel film hingga kini. Setelah lulus, ia melanjutkan program sarjana di Jurusan Ilmu Komunikasi di salah satu perguruan tinggi swasta di Jogja. Penelitian tugas akhirnya mengambil tema tentang Sinema Neorealisme dan membandingkan film produksi lokal yang bertema sejenis. Tahun 2017, Ia menyelesaikan studi magisternya di Program Pascasarjana Jurusan Pengkajian Seni di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta dengan minat utama film. Penelitian tesisnya terkait dengan kajian narasi dan plot sebuah film. Saat ini, ia tercatat sebagai salah satu staf pengajar di Program Studi Film dan Televisi, ISI Yogyakarta mengampu mata kuliah teori, sejarah, serta kajian film. Ia juga aktif memberikan pelatihan, kuliah umum, seminar di beberapa kampus, serta menjadi pemakalah dalam konferensi Internasional. Biodata lengkap bisa dilihat dalam situs montase.org. Prestasi besar terakhirnya adalah menjadi nominator Festival Film Indonesia 2021 untuk kategori Kritikus Film Terbaik melalui artikel "Asih, Cermin Horor Indonesia Kontemporer" bersama rekan penulisnya, Miftachul Arifin.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.